- Beranda
- Tentang Kami
- Kampanye
- Kawasan
- Tema
- Bahan bakar nabati
- Keadilan iklim
- Masyarakat pesisir dan perikanan
- Bencana
- Ekonomi & Hutang
- Energi
- Penamanan modal asing
- Hutan dan kebakaran hutan
- Hak asasi manusia
- Masyarakat Adat
- Lembaga Keuangan Internasional
- Tanah dan ketahanan pangan
- Hukum
- Pertambangan, minyak & gas
- Perkebunan skala besar
- Politik & demokrasi
- REDD
- Otonomi daerah
- Transmigrasi
- Perairan dan waduk
- Perempuan
- Publikasi
- Link
- Kontak
Kategori terkait
Publikasi
Kawasan
Kampanye
Artikel terkait
Buletin DTE
Berlangganan buletin DTE
Batubara Maut Datang ke Eropa
DTE 87, Desember 2010
Selama bertahun-tahun DTE telah bekerja sama dengan JATAM, Jaringan Advokasi Tambang Indonesia, dalam berbagai kampanye pertambangan di Indonesia.
Setelah JATAM meluncurkan kampanye ‘Batubara Maut ‘awal tahun lalu, DTE dan JATAM memutuskan untuk melakukan kampanye itu langsung di Inggris dan beberapa negara lain di Eropa. Kami merasa bahwa mendengarkan secara langsung dari mereka yang menggeluti isu itu ‘di depan hidung batubara’ merupakan suatu keharusan.
Ungkapan ‘di depan hidung batubara’ sekarang ini menjadi penting dalam debat mengenai legitimasi dan dampak penambangan dan penggunaan batubara. Bekerja dalam tambang bawah tanah jelas sekali berbahaya seperti yang terlihat dalam beberapa bulan terakhir ini dalam bencana pertambangan di Chile dan Selandia Baru yang menggugah perhatian publik atas risiko yang dihadapi penambang. Bencana seperti itu sebetulnya sering terjadi namun luput dari perhatian publik, bahkan selalu saja terjadi dari waktu ke waktu di pertambangan di Cina, misalnya.1
Pengerukan batubara melalui tambang terbuka, yang penuh dengan masalahnya sendiri, semakin meningkat. Masalah itu mencakup dampak lingkungan dan sosial yang lebih besar akibat dari disingkirkannya sejumlah besar tanah dan batu-batuan dari lahan untuk mencapai lapisan batubara. Perusahaan pertambangan besar seperti ini tidak melibatkan masyarakat lokal (hanya ada sedikit pekerjaan karena sebagian besar kegiatan pertambangan menggunakan mesin-mesin berat) dan memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan mereka, seperti yang telah didokumentasikan dengan jelas dalam laporan JATAM yang baru.2 Mengingat posisi Indonesia sebagai pengekspor batubara termal terbesar, dan tingginya permintaan dunia atas batubara ini, dampak pertambangan batubara terbuka secara khususnya banyak dijumpai di Indonesia, terutama di Kalimantan sebagai pusat ‘demam batubara’ yang sedang terjadi.
Melihat dari dekat dampak industri batubara
Bagaimana konsumen Eropa dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai industri batubara sekarang ini? Siapa yang perlu kita dengarkan dan kita ajak bicara untuk memahami apa yang tengah terjadi ‘di depan hidung batubara’? Jelas, bukan oligarki industrial seperti Aburizal Bakrie. Konglomerat dan politisi Indonesia ini tampaknya lebih berminat untuk mengembangkan kerajaan dan keuntungan pribadinya serta mencari posisi politik ketimbang menjalankan manajemen yang berhati-hati dan bertanggung jawab dalam pertambangan batubara di Indonesia. Kita juga tidak bisa bertanya kepada investor dan bankir internasional, yang mendukung demam batubara untuk mengeksploitasi cadangan batubara Indonesia. Salah satu dari mereka adalah Nathaniel Rothschild, bankir investasi yang berbasis di Jenewa yang tengah mempersiapkan kesepakatan senilai satu miliar dolar untuk bermitra dengan Bakrie melalui perusahaan pertambangannya yang terdaftar di bursa London, Vallar (lihat boks). Kita juga tak bisa bertanya kepada pejabat pemerintah yang mengklaim bahwa mereka menanggapi perubahan iklim, melindungi hutan dan menjaga HAM tetapi dapat dengan gamblang menyatakan bahwa kegiatan perusahaan-perusahaan pertambangan ini “tampaknya baik-baik saja " (lihat bawah).
Masyarakat di daerah seperti Kalimantan Timur, yang sengsara akibat penggusuran, polusi dan degradasi lingkungan hidup, banjir, kehilangan lahan, penurunan kegiatan pertanian dan masalah kedaulatan pangan yang diakibatkannya, kehilangan pekerjaan, dan masalah kesehatan, tengah berjuang agar suara mereka didengar.
Belum lama ini, jurnalis radio BBC menjelaskan mengapa wawancara dengan Maimunah dari JATAM tidak disiarkan. Ia mengatakan bahwa mereka ingin berbicara langsung dengan ‘penambang.’ Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapakah yang sesungguhnya paling terimbas oleh dampak pertambangan batubara sekarang ini? Apakah media utama ketinggalan berita dan duduk di menara gading? Apakah gambaran media (dan dengan demikian gambaran masyarakat umum) mengenai industri pertambangan sekarang ini lebih dipengaruhi oleh kisah yang menggugah emosi tentang petambang Chile daripada berfokus pada fakta bahwa begitu luasnya lahan di hutan dan gunung yang diratakan oleh buldozer, bahwa transaksi pembangunan kerajaan finansial bernilai miliaran poundsterling yang mendorong eksploitasi itu, danbahwa masyarakat lokal yang harus menanggung dampaknya?
Advokasi untuk moratorium batubara Indonesia dan pengurangan konsumsi batubara
Dua aktivis JATAM - Siti Maimunah dan Kahar – tiba di Inggris akhir September tahun lalu. Mereka pergi ke Belanda, Inggris dan Skotlandia. Selain membawa pesan kampanye JATAM tentang Batubara Maut ke Eropa, kedatangan mereka juga dimaksudkan untuk mempersiapkan kegiatan kampanye di masa mendatang dengan memperkuat pemahaman akan realita batubara di negara-negara itu. Pesan utama kampanye itu –pentingnya mengurangi konsumsi batubara Eropa– digarisbawahi. Kami merasa bahwa diskusi mengenai transparansi, keberlanjutan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan akuntabilitas, perlu ditetapkan dalam keseluruhan kerangka kerja ini. Bagaimanapun juga, pendorong utama dari dampak buruk pertambangan batubara adalah rasa lapar dunia yang kian menjadi-jadi akan energi dan gaya hidup yang banyak mengkonsumsinya. Perundang-undangan, pemantauan dan penegakan saja tidaklah cukup untuk menghentikan kerusakan yang telah menimpa masyarakat di Kalimantan dan tempat lain yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, dibiayai oleh bank dan pasar internasional dengan dukungan pemerintah di Eropa dan tempat lain.
Forum Masyarakat Asia-Eropa
Sejak beberapa tahun terakhir ini, telah diselenggarakan acara yang paralel dengan kegiatan ASEM (Pertemuan Antar-Pemerintah Asia Eropa3). Acara ini diselenggarakan oleh kelompok masyarakat madani sebagai forum alternatif. Baik pengunjung DTE maupun JATAM turut ambil bagian dalam Forum Masyarakat Asia-Eropa ini, dan memberikan kontribusi dalam lokakarya tentang pertambangan dan hak Masyarakat Adat.
Acara itu mempertemukan banyak kelompok yang berbeda, kebanyakan dari negara Asia. Mereka membuat suatu dokumen untuk diserahkan dalam pertemuan pemerintah mengenai agenda yang luas untuk perubahan, dengan merujuk pada eksploitasi sumber daya alam, termasuk pertambangan. ‘Seruan untuk Bertindak’ yang disampaikan dalam pertemuan itu mencakup rekomendasi mengenai krisis ekonomi dan keuangan, sistem perdagangan dan investasi yang adil, hak asasi manusia, termasuk hak atas pangan, air dan kesehatan, pekerjaan yang layak dan keadilan iklim.4
Karena pengaruh perusahaan dari Cina dan India semakin besar, maka hubungan global dalam industri batubara semakin perlu diberi perhatian. Banyak perusahaan India kini menanamkan modalnya dalam batubara di Kalimantan, termasuk konglomerat baja India yang besar, Tata.5 Sangatlah penting untuk membangun solidaritas bagi masyarakat yang terimbas di seluruh wilayah, Eropa dan Indonesia, Indonesia dan India, Cina dan Indonesia.
Listrik berbahan bakar batubara kian marak
Meskipun adanya retorika perlawanan terhadap perubahan iklim, di seluruh Eropa pemerintah kembali melakukan investasi atas energi yang dihasilkan dengan bahan bakar batubara. Di Belanda, terdapat rencana untuk membangun hingga 5 pembangkit tenaga listrik baru berbahan bakar batubara. Pada bulan Desember, 16 profesor dari Belanda mengirimkan surat terbuka kepada perusahaan-perusahaan energi dan pemegang sahamnya. Mereka menentang pembangunan pembangkit tenaga listrik tersebut dan mengecam batubara sebagai ‘bahan bakar yang paling mencemari’ dan merupakan ‘barang di masa lalu’. Juga terdapat perlawanan hukum terhadap izin mencemari yang telah diberikan untuk proyek-proyek itu.6 Di minggu ke dua bulan Oktober, Maimunah dan Kahar bertemu dengan berbagai ornop (organisasi nonpemerintah) Belanda, akademisi dan jurnalis untuk membahas bagaimana sebaiknya menghadapi hal ini – tantangan langsung atas seruan dari Indonesia untuk mengurangi konsumsi.
Pada pertemuan yang membicarakan soal batubara di bulan April 2010, yang diselenggarakan oleh Both Ends (sebuah ornop berbasis di Amsterdam), muncul pertanyaan mengenai dari mana asal batubara yang akan dibakar dalam pembangkit tenaga listrik ini dan apa konsekuensi mendatangkannya dari negara pengekspor batubara, termasuk Indonesia. Hal ini menimbulkan debat publik yang cukup hangat dengan dukungan dokumenter TV yang dihasilkan melalui kontak dengan delegasi dari Kolombia, Afrika Selatan dan Maimunah dari Indonesia – pembicara pada pertemuan Both Ends itu.
Dalam perjalanan terkait dengan kampanye batubara di Eropa pada bulan Oktober, kami bertemu dengan seorang akademisi yang diwawancara mengenai progam ini. Profesor van Genugten juga merupakan Ketua Komisi HAM Belanda. Kami juga bertemu dengan jurnalis lain dari koran besar di Belanda, yang mengikuti perdebatan ini dan kemudian menulis mengenai hubungan Indonesia dengan pemasok listrik Belanda.7 Pemerintah Belanda juga telah menjanjikan penyelidikan parlemen terhadap asal-usul batubara yang digunakan perusahaan-perusahan energi Belanda. Hasil dari perdebatan ini masih belum diketahui. Faktanya adalah, untuk saat ini, pemerintah Belanda akan meneruskan rencananya untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang baru dan bahwa pembangkit-pembangkit listrik ini akan mendatangkan batubara dari negara lain seperti Indonesia.
Di Belgia, dengan bantuan rekan-rekan di ornop Triple 11, kami menuju Antwerp untuk melihat dari dekat rencana pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar batubara di pelabuhan yang terdapat di sana. Tak enak rasanya melihat sisi Eropa dari ‘tur beracun’ yang telah diselenggarakan oleh Kahar dkk dari JATAM Kalimantan Timurdi tepi sungai Mahakam.8 Batubara dari iring-iringan kapal tongkang yang tiada henti yang diangkut melalui sungai Mahakam untuk dinaikkan ke kapal guna diekspor ke Asia dan Eropa dapat dilihat di sini, dicurahkan ke dermaga Antwerp.
Karena meningkatnya sensitivitas mengenai perubahan iklim dan keamanan energi, kini tengah dibangun gudang-gudang besar untuk menyembunyikan gunungan batubara dari pandangan umum. Sedangkan di Kalimantan, akses untuk melihat kegiatan itu semakin dipersulit dengan dibuatnya lebih banyak titik pemeriksaan keamanan. Pemandu jalan kami, yang telah bertahun-tahun berpengalaman sebagai pekerja di dermaga dan manajer industri rekayasa, berkisah dengan muram mengenai bagaimana keterbukaan dan kondisi kerja secara signifikan makin memburuk selama 40 tahun ia bekerja di sana , sementara keamanan dan atmosfer kecurigaan terus meningkat.
Dalam kesuraman yang mendalam pada suatu senja di bulan Oktober, kami mengintip lokasi yang diusulkan untuk jadi pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara baru. Di sisi lain sungai, di kejauhan terdapat pembangkit listrik bertenaga nuklir dan rute perjalanan kami sejauh berkilo-kilo meter di sisi dermaga dipadati kerumunan lampu, metal dan asap dari penyulingan minyak Belgia yang luas. Di sini, di Antwerp, di antara pembangkit listrik bertenaga nuklir, fasilitas pemrosesan batubara dan minyak, tampaklah pusat usaha energi Belgia yang kelam dan tersembunyi.
Rothschild dan Bakrie: kesepakatan London? Pada bulan Oktober tahun lalu, bankir investor yang berkedudukan di Jenewa, Nathaniel Rothschild, dan Aburizal Bakrie mengumumkan keinginan mereka untuk bermitra guna membawa usaha batubara Indonesia ke panggung dunia dengan mendaftarkan satu perusahaan baru di Bursa Efek London. Kesepakatan itu, yang secara efektif akan menggabungkan dua perusahaan batubara Indonesia terbesar, Bumi Resources dan Berau coal (keduanya merupakan bagian dari kerajaan bisnis Bakrie) dengan ‘Vallar’ perusahaan investasi pertambangan yang baru dibentukdi bawah nama Bumi plc. Kesepakatan ini (senilai sekitar AS$ 3 miliar) tak hanya akan memberikan kredibilitas dan legitimasi untuk usaha batubara Bakrie yang semakin besar, tetapi juga memberi akses yang lebih besar untuk pasar investasi dalam pertambangan, yang berpusat di London. DTE dan lain-lainnya telah melihat dan mencatat adanya nafsu untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan dengan mengorbankan komunitas-komunitas serta dan masyarakat Indonesia yang lebih luas yang menjadi ciri-ciri kegiatan usaha Bakrie, khususnya dalam hal bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo. Meskipun demikian, kekuasaan Bakrie dalam sektor pertambangan batubara yang semakin besarlah, melalui pertambangan seperti tambang Kaltim Prima Coal yang besar di Kalimantan Timur, yang mendapat dorongan investor seperti Nathaniel Rothschild. Semua ini dilakukan, tampaknya, tanpa uji tuntas dan mengabaikan kekhawatiran orang-orang yang terimbas pertambangan batubara dan konsekuensinya yang mematikan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai kesepakatan usaha Bakrie, lihat www.downtoearth-indonesia.org/node/64. Sumber: Mining Journal 26/11/10, http://www.mining-journal.com/fifth-column/indonesian-bundle |
Rantai konsumsi dan laba Eropa
Di Inggris, London Mining Network (LMN), bersama dengan DTE dan SEAD di Skotlandia, menyelenggarakan pertemuan dengan para aktivis pertambangan, anggota parlemen, investor, jurnalis, wakil perusahaan tambang dan anggota masyarakat serta komunitas yang terimbas (lihat boks),
Mungkin yang paling penting dalam situasi di Indonesia adalah kehadiran Maimunah dan Kahar, bersama dengan DTE dan LMN dalam pertemuan umum tahunan BHP Billiton. BHP Billiton, melalui berbagai anak perusahaannya, tengah membangun proyek batubara baru besar di Kalimantan Tengah dan Timur. Jika proyek ini jadi dijalankan, yang disertai dengan pembangunan rel kereta utama untuk mengangkut batubara dan bahan mentah lainnya ke pantai untuk pengapalan ke luar negeri, hal ini berarti akan membuka eksploitasi di sebuah daerah baru di Indonesia. Kegiatan ini akan menyebabkan penghancuran hutan dan penghidupan dalam skala besar-besaran.9 Pendekatan ‘pembangunan’ dari atas ke bawah ini tak dapat disangkal lagi terbukti menggiurkan bagi sekelompok kecil elite di Indonesia dan di luar negeri.
Maimunah dengan berapi-api berbicara menentang proyek ini, sambil menyebutkan tuduhan wakil pemerintah Indonesia mengenai kegiatan ilegal yang dilakukan tiga dari perusahaan-perusahaan itu. DTE bertanya kepada BHP mengenai ambisi perusahaan itu atas pertumbuhan dan pertambangan batubara tanpa batas di hutan Kalimantan, dalam konteks perubahan iklim. Menanggapi hal itu, pimpinan BHP Biliton, perusahaan yang mengeruk keuntungan miliaran poundsterling tahun 2009, mengatakan bahwa hal itu terserah kepada pemerintah dan anggota parlemen – atau cuci tangan, melepaskan tanggung jawab mereka atas dampak industri terhadap iklim, tanah dan masyarakat. Seolah-olah menegaskan adanya kesenjangan dalam pemahaman, para pemegang saham tertawa lepas ketika mendengar saran bahwa lebih baik membiarkan batubara di dalam tanah. 10
Pengelakan tanggung jawab merupakan hal yang biasa terjadi dalam banyak pertemuan resmi yang dihadiri Maimunah dan Kahar. Kementerian Luar Negeri Inggris membuat pidato panjang lebar mengenai usulan proyek bantuan bilateral senilai 50 juta poundsterling untuk prakarsa hutan dan perubahan iklim di Indonesia, tetapi ketika ditanyakan mengenai kegiatan pertambangan yang disponsori Inggris, yang menjadi penyebab langsung deforestasi dan perubahan iklim, mereka tak memberikan saran apa-apa. Dalam pertemuan dengan pejabat Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan Inggris (OECD), wakil pemerintah secara terbuka mengakui ketidakberdayaan mereka untuk memengaruhi terjadinya perubahan nyata. Sama halnya dengan penasihat investasi etis dari Gereja Inggris yang menyimak kekhawatiran yang diungkapkan tetapi tak membuat komitmen apa-apa terkait dengan isu investasi dalam pertambangan batubara Indonesia.
Lima hari di Skotlandia bersama para aktivis Indonesia Dalam tur batubaranya, dua aktivis Indonesia - Siti Maimunah dan Kahar – mengunjungi Skotlandia, untuk bertemu dengan mereka yang terlibat dalam kegiatan perubahan iklim dan kampanye anti-tambang batubara. Mereka tinggal selama lima hari di sana dalam kunjungan yang diselenggarakan dengan bantuan SEAD (Pendidikan dan Aksi untuk Pembangunan Skotlandia) - sebuah organisasi yang bergerak dalam isu perubahan iklim di Skotlandia. Pertemuan di Edinburgh pusat merupakan kesempatan bagi para pembicara dari Indonesia untuk menyampaikan pengalaman mereka dalam berjuang melawan pengerukan batubara di Indonesia. Maimunah dengan penuh semangat berkisah tentang kehancuran yang melibatkan perusahaan seperti Kaltim Prima Coal dan menyoroti besarnya skala kegiatan mereka. Ia menceriterakan bagaimana masyarakat harus mengalami pemadaman listrik yang terjadi dari waktu ke waktu sementara begitu banyak bahan bakar fosil yang diangkut dari tempat mereka dan dikirim ke luar negeri. Ia juga berbicara tentang kemunafikan dan korupsi pemerintah: di suatu daerah pemerintah belum lama ini telah mengalokasikan daerah konsesi pertambangan batubara yang luasnya lebih banyak dari lahan yang sebetulnya ada. Kahar secara luas berbicara tentang kegiatan JATAM dan apa yang telah dilakukan organisasi itu untuk membela masyarakat di Kalimantan Timur. Ia juga menyebutkan bahwa ia sempat mendapat ancaman dengan kekerasan karena kegiatannya. Kami juga mengunjungi The Happendon Wood Action Camp (THWAC), tempat dilakukannya aksi langsung di lembah Douglas, Lanarkshire. Scottish Coal memiliki lima tambang terbuka di lembah itu dan merencanakan untuk membuka tiga tambang baru lagi. Happendon Wood Action Camp didirikan di hutan kecil yang indah, yang berada dalam antrian untuk ditambang. Tempat itu digunakan sebagai basis untuk mengatur perlawanan di antara masyarakat sekitar dan untuk mengambil tindakan, dan juga berjaga-jaga bagi perlawanan jangka panjang terhadap kegiatan pertambangan di masa mendatang.
Dana pensiun anggota Parlemen Skotlandia diinvestasikan dalam pertambangan yang merusak Pada hari terakhir mereka di Skotlandia, para aktivis menjumpai anggota parlemen Skotlandia (MSP), Patrick Harvie, dari Partai Hijau Skotlandia. Ia tengah menyiapkan resolusi mengenai pertambangan batubara sebagai hasil dari kunjungan kedua warga Indonesia tsb. Dalam pertemuan itu, Richard Solly dari London Mining Network menyampaikan pidato yang keras mengenai perlunya mencabut investasi dari perusahaan-perusahaan pertambangan dan hubungan antara perusahaan-perusahaan tersebut dengan industri layanan keuangan di Inggris dan Skotlandia. Maimunah dan Kahar menyampaikan presentasi mereka—yang menyulut adanya diskusi yang hidup dan beragam, mulai dari solusi palsu terhadap perubahan iklim seperti Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS), hingga kenyataan bahwa dana pensiun anggota parlemen Skotlandia sendiri turut membiayai kegiatan pertambangan yang merusak. Baillie Gifford yang berkedudukan di Edinburgh, yang mengelola dana pensiun anggota parlemen Skotlandia, memiliki saham di Vale,11 sebuah perusahaan multinasional Brasil. Perusahaan ini memiliki PT Inco Indonesia, yang mempunyai tambang nikel dan melakukan kegiatan peleburan di Sulawesi – yang menjadi tempat adanya keresahan sosial dan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun.12 |
Tugas yang akan datang: menjelaskan dampak sebenarnya dari adanya pertambangan batubara
Selama kunjungan mereka di Eropa selama sebulan penuh, Maimunah dan Kahar berbicara di berbagai pertemuan: di depan parlemen Inggris dan Skotlandia, dengan jurnalis, pelaku kampanye independen dan peneliti, akademisi, aktivis dan ornop-ornop aksi langsung menentang batubara dan perubahan iklim. Mereka menggambarkan eksploitasi batubara di Indonesia dan dampak usaha ini terhadap masyarakat di Kalimantan dan tempat lain. Dalam semua pertemuan ini, pesan terkuat lagi-lagi, adalah bahwa untuk memperbaiki situasi ini, kebutuhan akan konsumsi batubara di Eropa perlu banyak dikurangi dan dampak nyatabagi masyarakat lokal karena pertambangan batubara di Indonesia dipaparkan.
Catatan
1. Lihat, misalnya http://tech.groups.yahoo.com/group/MineRescue/message/7397
2. Lihat laporan JATAM dan buletin khusus mengenai batubara yang dikeluarkan DTE, Agustus 2010, www.downtoearth-indonesia.org/node/47
3. Lihat http://www.aseminfoboard.org/page.phtml?code=About
5. Seperti yang dijelaskan dalam Dark Materials, laporan Nostromo Research yang dirangkum dalam DTE 85-86. Lihat www.downtoearth-indonesia.org/node/63
6. http://www.rnw.nl/africa/bulletin/professors-slam-new-coal-fired-power-stations& http://www.dutchnews.nl/news/archives/2010/12/legal_blow_to_new_coalfired_po.php
8. Lihat artikel dalam DTE 84, Maret 2010 at www.downtoearth-indonesia.org/node/146
9. Lihat DTE 85-86 at www.downtoearth-indonesia.org/node/61
10. http://londonminingnetwork.org/2010/10/bhp-billiton-new-chair-same-old-story/
12. Lihat, misalnya, DTE 67 at www.downtoearth-indonesia.org/old-site/67mi4.htm