bahan bakar nabati dan perkebunan sawit

Kebijakan agrofuel Uni Eropa memperburuk perubahan iklim dan menjadi faktor-faktor pendorong utama dari kerusakan hutan dan kepunahan keanekaragaman hayati, pencaplokan tanah dan konflik, serta pelanggaran hak-hak asasi manusia di negara-negara produsen seperti di Indonesia. Semakin banyak tanah pertanian untuk tanaman pangan dialihkan untuk tanaman penghasil bahan bakar kendaraan ketimbang memberi makan mereka yang kelaparan. [Baca lebih lanjut]

Down to Earth No.84, Maret 2010

Ada saatnya ketika debat publik seputar minyak sawit sebagian besar terpusat pada bahan makanan dan kosmetik. Sekarang ini fokus perdebatan telah beralih menjadi penggunaan minyak sawit untuk pembangkit listrik dan panas serta untuk transportasi.

Maret 2009

Jauhkan ‘biochar’ dan tanah dari perdagangan karbon

Waspadai usulan penggunaan arang dalam tanah secara besar-besaran untuk mitigasi perubahan iklim dan reklamasi tanah

Down to Earth No 76-77  Mei 2008

Pemerintah Inggris dan Uni Eropa akan mendesakkan kebijakan untuk meningkatkan penggunaan agrofuel* sebagai sumber energi - meskipun terbukti sangat merusak iklim dan komunitas - karena kepedulian terhadap perubahan iklim, peningkatan harga bahan bakar fosil dan keamanan energi.1

Down to Earth No 76-77  Mei 2008

Produsen agrofuel1 Indonesia berhenti berproduksi sehubungan dengan meningkatnya permintaan yang mendorong kenaikan harga.

Sejak Indonesia mencanangkan kebijakan agrofuel pada tahun 2006, sebanyak 22 perusahaan telah berdiri untuk memproduksi jenis bahan bakar alternatif tersebut. Namun demikian, pada awal 2008 sebanyak 17 proyek telah berhenti disebabkan karena kurangnya pasokan bahan mentah.