Sekilas info... DTE 83, Desember 2009

Down to Earth No.83, December 2010

Bendungan pembangkit listrik tenaga air untuk Papua

Pemda Papua telah mengumumkan rencananya untuk mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas maksimum sebesar 2.000 MW untuk menyediakan listrik dan mendukung pembangunan infrastruktur.

Proyek ini akan dibiayai oleh pemerintah provinsi dan sejumlah investor lain, demikian menurut laporan International Water and Dam Construction pada bulan November.

Menurut sumber berita setempat, Tabloid Jubi, Bupati Paniai telah menegaskan bahwa kegiatan pembangunan waduk pembangkit listrik tenaga air di Komauto akan dimulai tahun depan. Selain sebagai pembangkit listrik, waduk itu juga akan menjadi sumber tenaga bagi pabrik semen di Timika dan mendukung pembangunan pariwisata di Paniai. Timika terletak dekat tambang tembaga dan emas yang dikelola oleh Freeport-Rio Tinto yang merupakan perusahaan raksasa AS-Inggris. (www.waterpowermagazine.com/story.asp?sectioncode=130&storyCode=2054692, Jubi 30/Nov/09. tabloidjubi.com/)

 

Hak-hak adat

Pemerintah Indonesia kemungkinan akan mengakui hak ulayat dan peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan, kata Menteri Lingkungan Hidup yang baru Gusti Muhammad Hatta dalam suatu lokakarya mengenai hak ulayat yang diadakan bersama-sama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada bulan Desember. Hatta mengatakan bahwa pengakuan atas hak ulayat merupakan hal penting untuk mengakhiri pertikaian yang sering terjadi dengan perusahaan pertambangan dan perusahaan kehutanan. Ia mengatakan bahwa lokakarya itu diharapkan dapat memberikan masukan bagi tinjauan kebijakan publik yang terkait.

AMAN menyerukan adanya UU baru yang mengakui hak-hak masyarakat adat dan melindungi pengetahuan tradisional mereka. (The Jakarta Post 4/Des/09)

 

Nilai Konservasi Tinggi dan RSPO

Suatu laporan baru mengenai pembagian daerah dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCN) dalam perkebunan kelapa sawit diluncurkan dalam pertemuan RSPO pada bulan November. Hal ini menunjukkan bagaimana prosedur RSPO serta proses hukum di Indonesia gagal melindungi tanah rakyat dan daerah lain yang memiliki nilai konservasi tinggi. Daerah HCV termasuk daerah yang penting bagi pelestarian spesies langka dan terancam, ekosistem dan bentang alam, mengamankan layanan lingkungan yang penting; dan daerah yang penting bagi penghidupan dan identitas budaya setempat.

Laporan ini dibuat oleh Forest Peoples Programme, Sawit Watch, HuMa dan Wild Asia.(www.forestpeoples.org/)

 

Privatisasi pesisir

Selling the Seas adalah judul film yang dibuat oleh The Ecologist Film Unit bersama LSM Indonesia, KIARA, dan Forest Peoples Programme yang bermarkas di Inggris. Film ini memaparkan perlawanan publik yang kian meningkat terhadap rencana pemerintah Indpnesia untuk membuka pesisir seluas 700.000 hektar, sebagian besar berupa hutan bakau, sehingga mengancam penghidupan nelayan dan warga pesisir lainnya. KIARA menuntut agar pasar-pasar swalayan di wilayah utara (negara-negara maju) dan badan-badan sertifikasi memberi lebih banyak perhatian terhadap biaya sosial dan lingkungan yang tinggi karena produksi udang untuk industri yang tidak sesuai.

Film ini dapat diakses melalui www.forestpeoples.org/.