Deforestasi Hutan Menyebabkan Tragedi Nias

Down to Earth Nr 51  November 2001

Puluhan orang diberitakan tewas dan lainnya masih hilang setelah banjir dan tanah longsor melanda pulau Nias, disebelah pantai barat Sumatra Utara, pada akhir bulan Juli dan Agustus. Perusakan hutan selama bertahun-tahun digabung dengan curah hujan yang tinggi dituding sebagai penyebab tragedi tersebut.

Banjir dan longsor yang merusak itu, yang dimulai pada tanggal 30 Juli, menyapu bersih ratusan rumah dan merusak lima sekolah, tiga gereja dan dua jembatan. Setelah lima hari kemudian, jumlah mereka yang tewas mencapai angka 72 orang ditambah dengan 187 orang yang masih belum ditemukan. Banjir dan longsor itu juga menyebabkan jalan-jalan di pulau itu rusak dan tidak dapat dilalui kendaraan. Selain itu, jaringan telepon juga terputus yang mengakibatkan semakin sulitnya upaya penyelamatan.

Masyarakat setempat di Nias menyalahkan tragegdi itu sebagai akibat penggundulan hutan secara liar di dataran tinggi Sungai Masio guna menanam nilam, yaitu sejenis semak belukar yang menghasilkan minyak patchouli. Pada akhir tahun 1990-an, terjadi boom harga minyak patchouli yang mendorong penggundulan hutan dalam skala besar di pulau tersebut. Para pengusaha di Medan, ibukota Sumatra Utara, dicurigai membayar penduduk lokal untuk melakukan penebangan.

Para pejabat kabupaten Nias juga dituduh tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan kerusakan itu.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Sumatra Utara, Prie Supriadi, sekitar 95.000 hektar hutan lindung dan hutan produksi dirusak di sekitar wilayah sungai. Ia mengatakan bahwa pada tahun 1999, Nias digolongkan sebagai daerah paling kritis di Indonseia, tapi pemerintah pusat sama sekali tidak memberikan dana untuk program penghijauan dan pemerintah propinsi hanya bisa mengelola proses penghijauan kembali di atas lahan seluas 50 hektar selama dua tahun terakhir ini. Ia mengatakan bahwa jumlah total wilayah kritis mencapai 160.016 hektar. Prie berjanji akan menjatuhkan tindakan hukum terhadap mereka yang bertanggungjawab.

Secara resmi, di Nias tidak ada hak pengelolaan hutan skala besar, kecuali di beberapa pulau sekitarnya seperti Pini, Tanabela dan Tanamasa.

(Jakarta Post 6/Aug/01; Kompas 4 & 5/Aug/01)

 

Penggundulan Hutan Simeuleu

Penebangan kayu ilegal telah menggunduli hampir seluruh wilayah hutan di pulau tetangga Nias, Simeuleu, Aceh. LSM lingkungan di Indonesia, WALHI, mengkhawatirkan terulangnya bencana yang terjadi di Nias. Dari 210.000 hektar lahan, seluas 115.000 hektar telah diberikan kepada pemegang HPH dan perusahaan besar lainnya dengan menyisakan hanya sekitar 85.000 hektar bagi penduduk setempat untuk wilayah pertanian. Beberapa perusahaan, yang HPH nya belum disetujui, telah memulai aktivitas penebangan dan mengalihkan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Masyarakat lokal di tempat itu mendesak pemerintah untuk mengurangi area yang diberikan kepada pihak perusahaan hanya sampai 25.000 hektar saja. Selain itu, mereka juga menuntut jaminan agar para pemegang konsesi mengarahkan aktivitas mereka untuk mendukung ekonomi lokal - yang sampai sekarang belum terlaksana. 
(Suara Pembaruan 9/Aug/01)