bahan bakar nabati dan perkebunan sawit

Kebijakan agrofuel Uni Eropa memperburuk perubahan iklim dan menjadi faktor-faktor pendorong utama dari kerusakan hutan dan kepunahan keanekaragaman hayati, pencaplokan tanah dan konflik, serta pelanggaran hak-hak asasi manusia di negara-negara produsen seperti di Indonesia. Semakin banyak tanah pertanian untuk tanaman pangan dialihkan untuk tanaman penghasil bahan bakar kendaraan ketimbang memberi makan mereka yang kelaparan. [Baca lebih lanjut]

Riset terbaru menunjukkan emisi ILUC sebagai ‘suatu kekhawatiran serius’

Berbagai studi ilmiah terbaru, yang diamanatkan oleh Komisi Eropa tahun ini, memberikan indikasi yang jelas bahwa agrofuel (bahan bakar nabati) bukan merupakan solusi ajaib sebagaimana yang diharapkan oleh para pembuat kebijakan dan ‘ketidakpastian ilmiah’ tidak dapat lagi menjadi dalih yang sah untuk tidak melakukan tindakan.

Info terkini tentang kebijakan agrofuel, Januari 2011

Komisi Eropa mengaku ragu bahwa agrofuel ramah lingkungan–tetapi menunda ambil tindakan

Di akhir kegiatannya tahun 2010 Komisi Eropa secara resmi mengakui bahwa Perubahan Penggunaan Tanah secara Tak Langsung (ILUC) dapat mengurangi penghematan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) oleh agrofuel (bahan bakar agro) dan bioliquid). Tetapi tidak ada tindakan yang akan diambil hingga Juni 2011.

Down to Earth No 76-77  Mei 2008

Pemerintah Inggris dan Uni Eropa akan mendesakkan kebijakan untuk meningkatkan penggunaan agrofuel* sebagai sumber energi - meskipun terbukti sangat merusak iklim dan komunitas - karena kepedulian terhadap perubahan iklim, peningkatan harga bahan bakar fosil dan keamanan energi.1