- Beranda
- Tentang Kami
- Kampanye
- Kawasan
- Tema
- Bahan bakar nabati
- Keadilan iklim
- Masyarakat pesisir dan perikanan
- Bencana
- Ekonomi & Hutang
- Energi
- Penamanan modal asing
- Hutan dan kebakaran hutan
- Hak asasi manusia
- Masyarakat Adat
- Lembaga Keuangan Internasional
- Tanah dan ketahanan pangan
- Hukum
- Pertambangan, minyak & gas
- Perkebunan skala besar
- Politik & demokrasi
- REDD
- Otonomi daerah
- Transmigrasi
- Perairan dan waduk
- Perempuan
- Publikasi
- Link
- Kontak
Kategori terkait
Artikel terkait
Buletin DTE
Berlangganan buletin DTE
Surat DTE kepada Pemerintah Inggris tentang Kebijakan Agrofuel
Sdr. Greg Barker MP
6 Juli 2011
Yth. Sdr. Barker,
Perihal: Tindakan Pemerintah Inggris untuk mengatasi dampak agrofuel terhadap lingkungan dan hak asasi manusia
Saya menulis surat ini atas nama Down to Earth Indonesia, sebuah lembaga non-pemerintah yang bekerja dengan mitra internasional untuk mempromosikan keadilan iklim dan penghidupan yang berkelanjutan di Indonesia.
Saya tertarik dengan pendapat yang Anda sampaikan pada tanggal 9 Februari 2011 dalam acara Rights and Resource Initiative (RRI) Dialog ke 9 tentang Tata Kelola Pemerintahan Hutan dan Perubahan Iklim. Menurut kami, presentasi anda tentang inisiatif pemerintah Inggris dalam REDD+ itu memberi harapan dan konstruktif, terutama perhatian anda tentang perlunya Pemerintah Inggris untuk ”mengidentifikasi dan menangani penyebab deforestrasi dan degradasi hutan”.
Sebagaimana Anda ketahui, pengembangan industri kelapa sawit adalah salah satu penyebab utama pembukaan hutan tropis di Indonesia. Rencana Aksi Sumber Energi Terbarukan dari negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan bahwa permintaan agrofuel (berikut hasil dari Perubahan Penggunaan Tanah secara Tak Langsung) untuk memenuhi mandat Panduan Energi Terbarukan akan bahan bakar angkutan dan energi yang terbarukan, akan mengakibatkan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca [1], tambahan 100 juta orang yang kelaparan [2] dikarenakan peningkatan harga bahan makanan [3] dan masyarakat yang tidak punya lahan di negara-negara berkembang. Pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, juga perusakan hutan dan lahan gambut. Pengembangan ini menguntungkan perusahaan besar, namun merugikan komunitas lokal yang kehilangan lahan dan akses mereka terhadap sumber daya hutan juga ekosistemnya. Berdasarkan pemahaman ini, tampaknya komitmen yang disampaikan dalam pidato Anda dalam pertemuan RRI bulan Februari 2011 lalu, menjadi tercoreng oleh kebijakan-kebijakan Uni Eropa yang muncul.
Beberapa laporan dan bukti penelitian ilmiah [4] tentang dampak sosial dan lingkungan dari produksi agrofuel mengarahkan perlunya tindakan kebijakan cepat dari Komisi Eropa untuk menanggulangi dampak negatifnya. Sebuah laporan tentang bahan bakar nabati yang diterbitkan oleh Dewan Bioetika Nuffield (Biofuel: Persoalan Etika) [5] mengungkapkan bahwa produksi agrofuel dinyatakan melanggar hak asasi manusia apabila dapat ”membahayakan ketahanan pangan lokal atau menyingkirkan penduduk setempat dari lahan tempat mereka biasa menggantungkan hidup”. [6] Laporan tersebut juga merekomendasikan ”adanya sertifikasi wajib untuk memastikan bahwa proses produksi bahan bakar nabati di dalam negeri atau diimpor masuk ke Uni Eropa tidak melanggar standar hak asasi manusia". [7] Laporan Komite Audit Lingkungan tahun 2008 juga merekomendasikan penerapan ”moratorium terhadap sasaran terkini [untuk kebijakan agrofuel Uni Eropa tersebut] sampai ada mekanisme yang menyeluruh untuk mencegah perusakan perubahan guna lahan”. [8]
DTE mendesak Anda, sebagai Menteri Energi dan Perubahan Iklim, agar secara langsung mendorong Pemerintah Inggris dan Komisi Eropa untuk memastikan bahwa Komisi menjalankan kajian menyeluruh terhadap dampak lingkungan dan sosial dari target Panduan Energi Terbarukan sebesar 10% sebelum tahun 2014, dengan maksud untuk merevisi target tersebut secara radikal. Revisi tersebut mencakup pertimbangan hak asasi manusia dan pengembangan kerangka etis dalam produksi agrofuel.
DTE memiliki beberapa bukti langsung pelanggaran hak asasi manusia dan perusakan lingkungan dalam proses produksi minyak kepala sawit di Indonesia, yang didapat dari pengalaman kerja kami dengan komunitas lokal selama ini.
Kami berharap dapat berdiskusi lebih lanjut dengan Anda tentang hal ini, serta menantikan bagaimana Pemerintah Inggris akan bertanggung jawab secara etis untuk memastikan bahwa kebijakan agrofuel tidak memperburuk kerusakan hutan maupun pelanggaran hak asasi manusia dan penghidupan di Indonesia.
Hormat kami,
Clare McVeigh, Down to Earth
Referensi:
[1] Ecofys. September 2010. Dampak tak langsung produksi biofuel: Mengungkap angka. Dapat diunduh pada: http://www.theicct.org/workshops/iluc_sep10/ICCT_ILUC_workshop_Ecofys_Sep2010.pdf
[2] ActionAid. Feb 2010. Pangan Per Gallon: dampak biofuel hasil industri terhadap manusia dan kelaparan global. http://www.actionaid.org.uk/doc_lib/meals_per_gallon_final.pdf
[3] International Monetary Fund. Kenaikan Harga dalam Menu Makanan. KEUANGAN & PEMBANGUNAN, Maret 2011, Vol. 48, No. 1. Thomas Helbling and Shaun Roache. http://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2011/03/helbling.htm
[4] Beberapa laporan dari laman DTE. Lihat: http://www.downtoearth-indonesia.org/story/dte-agrofuels-policy-update-january-2011
[5] Dewan Bioetika Nuffield. Biofuel: Persoalan Etika. April 2011. http://www.nuffieldbioethics.org/sites/default/files/Biofuels_ethical_issues_FULL%20REPORT_0.pdf
[6] Dewan Bioetika Nuffield. Biofuel: Persoalan Etika. Bab 4: Kerangka Etika, Bagian 4.12: http://www.nuffieldbioethics.org/sites/default/files/files/Biofuels_ethical_issues_%20chapter4.pdf
[7] Dewan Bioetika Nuffield. Biofuel: Persoalan Etika. Bab 5: Prinsip-prinsip Etika. http://www.nuffieldbioethics.org/principle-1-human-rights
[8] Environmental Audit Committees Committee; Apakah biofuel berkelanjutan? (Laporan Pertama Sesi 2007–08, Volume I). http://www.publications.parliament.uk/pa/cm200708/cmselect/cmenvaud/76/76.pdf