Prinsip Investasi pada Lahan Pertanian

Demo Tanah, Jakarta, Januari 2012

DTE 91-92, Mei 2012

Sebuah kelompok yang terdiri dari delapan lembaga investasi yang menjadi penanda tangan  Prinsip-Prinsip PBB untuk Investasi yang Bertanggung Jawab (UN Principles for Responsible Investment) yang mewakili  aset senilai USD 1,3 triliun telah bergabung dan mengembangkan sebuah piagam baru berisi  lima butir yang disebut sebagai Prinsip-prinsip untuk Investasi yang Bertanggung Jawab untuk Lahan Pertanian (the Principles for Responsible Investment for Farmland). Gerakan ini bertujuan untuk menangani makin meningkatnya persoalan perampasan lahan (land-grabbing) di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Piagam ini menekankan bahwa  keberlanjutan tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG) harus dipertimbangkan dalam segala bentuk tender, dan secara khusus juga mempromosikan  hak-hak buruh dan hak asasi manusia, hak-hak atas lahan dan sumber daya yang sudah ada, serta perlunya adanya pelaporan umum mengenai bagaimana Prinsip-prinsip ini diimplementasikan.

PIB untuk  Lahan Pertanian diterbitkan pada saat reksadana pensiun Eropa  mengakui  bahwa investasi di lahan pertanian adalah ‘tantangan nyata’. Reksadana Pensiun dan beberapa lembaga investasi lain mendapat tekanan keras dari Ornop-ornop (organisasi non-pemerintah)  dan para akademisi yang menegaskan bahwa perampasan lahan membuat meningkatnya harga makanan, menghancurkan  sistem cocok tanam subsisten dan menimbulkan persengketaan tentang kepemilikan lahan di antara komunitas lokal. Proyek MIFEE di Papua adalah contoh bagus untuk proyek semacam ini, yaitu proyek-proyek skala besar yang menyingkirkan komunitas masyarakat adat lokal atas nama ketahanan pangan dan percepatan pembangunan (lihat juga artikel: Rencana Besar untuk Papua).

Baru-baru ini, Reksadana Pensiun BT (Inggris) dan kelompok reksadana pensiun  Denmark (PKK) mengakui bahwa  perampasan lahan “tidak diragukan lagi” terjadi di Afrika dan negara-negara “frontier” (baru muncul) lain. Namun, keduanya dengan cepat menjaga jarak dari praktik tersebut dengan menyatakan bahwa mereka tidak mau memaparkan diri ke  bidang-bidang berisiko tinggi, bahwa mereka berinvestasi dalam lahan komersial yang sudah ada dan bekerja sama dengan komunitas lokal untuk membantu mereka mengakses pasar-pasar. 

Berinvestasi di lahan pertanian mengandung risiko finansial besar untuk perusahaan-perusahaan, seperti ketidakstabilan politik dan hukum, persoalan besarnya proyek, mempertahankan nilai investasi dan kegagalan panen di samping kekhawatiran tentang hak lahan dan sumber daya,  juga dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan oleh kelompok komunitas dan  masyarakat sipil sekitar yang terkena.  Namun, karena pendapatan  tahunan dari investasi lahan pertanian terus lebih besar daripada banyak kelompok aset lain, sejumlah sumber memprediksikan bahwa bisnis investasi pertanian global bernilai miliaran dolar ini  akan berlipat ganda atau bahkan naik tiga kali lipat tak lama lagi sampai pada jangka panjang.

PIB untuk lahan pertanian memberi peluang kepada komunitas-komunitas dan organisasi masyarakat sipil untuk menilai kinerja para investor pertanian berdasarkan serangkaian standar sukarela, tapi standar-standar ini tidak memadai untuk menuntut perusahaan bertanggung gugat secara benar. Prinsip-prinsip ini hanya mengacu pada prinsip-prinsip sukarela, dan bukan pada hukum internasional relevan yang dapat diterapkan pada  operasi mereka.

Padiatapa (FPIC)

Satu hal penting yang diabaikan  adalah hak masyarakat adat untuk memberi persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (Padiatapa/FPIC), yang kini merupakan prinsip utama dalam hukum internasional dan telah diterima secara luas dalam kebijakan-kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan  yang bekerja di sejumlah sektor  yang berdampak terhadap masyarakat adat. Tetapi PIB untuk lahan pertanian malah merujuk pada ‘untuk memastikan adanya konsultasi atas dasar informasi awal tanpa paksaan (free, prior and informed consultation) kepada masyarakat yang terkena dampak ‘– atau perumusan, yang pada saat digunakan oleh Bank Dunia dan yang lainnya,  ditolak oleh organisasi-organisasi masyarakat adat karena terlalu lemah. Ini merupakan hal yang menarik bahwa PIB untuk lahan pertanian menggunakan  Standar Kinerja tentang Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan yang disahkan  oleh IFC (anggota kelompok Bank Dunia yang mengurusi investasi sektor swasta) sebagai rujukan untuk konsultasi atas dasar informasi awal tanpa paksaan. Padahal standar IFC tersebut saat ini telah direvisi untuk memasukkan  FPIC yang lengkap. Mungkin sekarang PIB untuk lahan pertanian dapat dibujuk untuk melakukannya juga.

Catatan: Prinsip Lahan Pertanian disusun dan disepakati oleh AP2 (Swedia), ABP (Belanda), APG (Belanda), ATP (Denmark), BT Pension Scheme (Inggris), Hermes EOS (Inggris), PGGM (Belanda)  dan TIAA-CREF (Amerika).

Indonesia berada di peringkat atas dalam  basis data baru tentang perampasan lahan

Menurut basis data  Matriks Lahan yang baru , yang diluncurkan pada bulan April 2012, Indonesia adalah negara dengan luas lahan terbesar yang dikuasai oleh investor sejak tahun 2000 yaitu 9.5 juta hektare. Tiga perusahaan Indonesia masuk   di daftar sepuluh investor peringkat teratas: Indah Kiat Pulp and Paper, Sinar Mas Group, dan Muting Hijau. (Lihat: http://www.guardian.co.uk/global-development/datablog/2012/apr/27/international-land-deals-who-investing-what)

PIB untuk  lahan pertanian dapat dilihat di: http://www.unpri.org/commodities/Farmland%20Principles_Sept2011_final.pdf

Sumber: Investment and Pensions Europe 2 &9/Mar/2012; bfinance 2/Apr/2012;  Professional Pensions 13/Mar/2012; http://farmlandgrab.org/ 2/Apr/2012.

Lihat DTE 89-9, November 2011 untuk tinjauan tentang perampasan lahan.

Standar Kinerja IFC tentang Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan yang telah diperbaharui dapat dilihat di http://www1.ifc.org/wps/wcm/connect/Topics_Ext_Content/IFC_External_Corporate_Site/IFC+Sustainability/Sustainability+Framework

Untuk keterangan lebih lanjut tentang proyek MIFEE, lihat http://www.downtoearth-indonesia.org/id/campaign/mifee

Terima kasih kepada Sophie Crocker yang menuliskan rancangan awal artikel ini