Artikel buletin

DTE 96-97, Desember 2013

Sebuah pemungutan suara yang menentukan tentang bahan bakar hayati di Parlemen Eropa pada 11 September 2013 telah gagal memperbaiki kebijakan yang cacat yang mendorong deforestasi, perampasan lahan dan pelecehan hak-hak asasi manusia, seraya menggerogoti kedaulatan pangan masyarakat di negara-negara produsen seperti Indonesia.

DTE 96-97, Desember 2013

Bondan Andriyanu dari Sawit Watch berkunjung ke Berlin, Brussels dan Strasbourg pada September 2013. Tujuannya adalah untuk menyampaikan kepada para pembuat kebijakan Eropa mengenai kebutuhan yang mendesak untuk mereformasi kebijakan Uni Eropa (UE) tentang bahan bakar nabati karena dampak-dampaknya yang merugikan di Indonesia.

Sebelum kunjungan Bondan ke Eropa tersebut, DTE mewawancarainya tentang organisasinya dan tujuannya ke Eropa.

DTE 96-97, Desember 2013

Meskipun ada kemajuan dalam kebijakan internasional dan kerangka pengaturannya, meskipun ada komitmen-komitmen dari para pemimpin politik, keuangan dan industri, bisnis ini bertanggung jawab atas kerusakan hutan yang merajalela untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu, mencuri dari masyarakat adat, menyerobot tanah dan sumber daya mereka, dan menghancurkan budaya dan identitas mereka.

DTE 96-97, Desember 2013

Nama Wilmar tampak besar dalam urusan bahan bakar nabati Eropa-Indonesia. Perusahaan yang berbasis di Singapura ini menjual biodiesel buatan Indonesia ke Eropa serta menjual bahan baku kelapa sawit untuk membuat biodiesel di Eropa.

Bagaimana kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia mencapai sistem transportasi dan listrik Eropa

DTE 96-97, Desember 2013

DTE 93-94, Desember 2012

Agrofuel atau bahan bakar nabati seringkali dipromosikan oleh industri bahan bakar nabati, investor dan pejabat pemerintah sebagai cara untuk menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat pedesaan, tetapi bagaimana hal ini cocok dengan kenyataan bahwa bahan bakar nabati adalah bagian dari masalah perampasan tanah di negara-negara seperti Indonesia?

DTE 95, Maret 2013

Komunitas mengkritik kurangnya transparansi dan janji-janji yang tidak dipenuhi dalam proyek gas Tangguh di Papua Barat yang dioperasikan oleh BP, sebuah perusahaan multinasional yang berbasis di Inggris.