Rangkuman singkat perkembangan kebijakan agrofuel tahun 2010

Info Terkini mengenai Agrofuel, DTE Juli 2011

Tahun 2010 perdebatan mengenai agrofuel (bahan bakar nabati) berfokus pada semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa perubahan penggunaan tanah secara tak langsung (ILUC) dapat secara signifikan mengurangi potensi penghematan gas rumah kaca agrofuel, dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Pada bulan Agustus 2010 setiap negara anggota Uni Eropa (UE)[1] diwajibkan menyerahkan Rencana Aksi Energi Terbarukan Nasional (NREAP) yang berisi penjelasan rencana pemerintah negara-negara Eropa untuk mencapai target Panduan Energi Terbarukan  (RED, Renewable Energy Directive) dengan 10% energi transportasi dari bahan bakar terbarukan hingga 2020. Analisis NREAP menegaskan kecurigaan bahwa hampir semua target ini (kira-kira 8,8 persen total energi transportasi hingga 2020[2]), akan dipenuhi melalui tambahan/additional[3] produksi agrofuel generasi pertama[4] di negara berkembang. Agrofuel generasi pertama memerlukan lahan baru yang luas atau intensifikasi dari penggunaan lahan yang ada, dan sering kali mengakibatkan perubahan penggunaan tanah secara langsung atau tak langsung.  Diperkirakan 50 persen etanol dan 41 persen biodiesel yang digunakan tahun 2020 akan diimpor[5], kebanyakan dari negara berkembang seperti Indonesia dan Brasil.

Banyak penelitian[6] yang menunjukkan bahwa agrofuel dapat memiliki dampak negatif sosial dan lingkungan karena perubahan penggunaan tanah tertentu. Dampak itu dapat dikelompokkan dalam 4 kategori utama:

  1. Peningkatan emisi gas rumah kaca
  2. Tekanan yang meningkat atas produksi dan harga pangan (debat ‘Pangan bukan Bahan Bakar’)
  3. Hilangnya tanah, sumber daya dan/atau penghidupan, dan dampak sosial negatif lainnya bagi masyarakat setempat, dan pelanggaran hak asasi manusia
  4. Hilangnya keanekaragaman hayati

(untuk rincian lebih lanjut lihat Info Terbaru DTE mengenai Kebijakan Agrofuel, Januari 2011).

Sadar akan risiko itu, Komisi Eropa mengeluarkan laporan[7] pada bulan Desember 2010, mengakui bahwa diperlukan tindakan secepatnya untuk secara khusus menangani dampak ILUC dalam penilaian keberlanjutan. Komisi Eropa menyatakan perlunya pendekatan pencegahan tetapi dikecam atas keputusannya untuk menunda tindakan lebih lanjut selama 6 bulan sampai dijalankannya penilaian dampak atas ILUC. Sekarang ini kerangka kerja legislatif UE tidak mempertimbangkan dampak ILUC dalam penilaian keberlanjutan. Komisi Eropa akan mengubah legislasi yang berlaku sekarang ini dengan memasukkan dampak ILUC dalam kriteria keberlanjutan sesuai dengan temuan penilaian dampak. Komisi Eropa dijadwalkan mengumumkan perubahan ini pada bulan Juli tahun ini.

Lihat Info terkini DTE mengenai agrofuel, Juli 2011 untuk mendapatkan informasi terbaru tentang perkembangan kebijakan bahan bakar nabati.


Catatan:

[1] Negara anggota Uni Eropa adalah negara yang merupakan pihak dalam traktat Uni Eropa (UE) dan dengan demikian memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan keanggotaan UE. Untuk informasi lebih lanjut, harap lihat  http://en.wikipedia.org/wiki/Member_state_of_the_European_Union

[2] Atanasiu, B. 2010. Menyongsong Bioenergi pada tahun 2020: Fakta dan ketidakpastian mengenai peran bioenergi dalam Rencana Aksi Energi Terbarukan Nasional. Dapat dilihat di: www.ieep.eu dan www.biomassfutures.eu

[3] Istilah ‘additional’ menunjukkan jumlah bahan bakar hayati yang diperlukan khususnya untuk memenuhi mandat RED, merupakan tambahan dari jumlah yang telah digunakan oleh Negara Anggota pada tahun 2008.

[4] Generasi pertama agrofuel adalah agrofuel yang terbuat dari gula, zat tepung dan minyak sayur.