Sulawesi Menjadi Target Eksploitasi

Down to Earth No 56  Februari 2003

Rencana menjadikan Sulawesi sebagai tempat eksploitasi minyak dan gas yang baru, menimbulkan keprihatinan terhadap gangguan atas kehidupan penduduk setempat, hutan, satwa liar dan ekosistem laut yang rentan.

Beberapa perusahaan besar yang melakukan eksplorasi minyak dan gas telah menjadikan Sulawesi Tengah sebagai bakal produser gas yang besar di Indonesia. Pertamina dan Exspan Tomori Sulawesi, yang juga anak cabang Medco (lihat boks berikutnya) – mengatakan bahwa di propinsi itu terdapat potensi kandungan cadangan gas alam yang besar untuk diekploitasi. Tri Siswindono, manajer umum badan usaha bersama antar perusahaan tersebut, mengatakan propinsi Sulawesi Tengah nantinya akan menjadi produser gas terbesar di Indonesia. Dengan perkiraan cadangan sebesar 20-28 trilyun kaki kubik (tcf), jumlah kandungan gas di ladang-ladang Donggi dan Senaro besarnya dua kali lipat dibandingkan sisa kandungan yang terdapat di ladang gas Arun di Aceh yang jumlahnya mencapai 14 tcf. Selain itu, hasil jumlah gabungan ladang-ladang gas di Sulawesi Tengah akan tiga kali lebih besar dibandingkan proyek Tangguh di Papua.

Baihaki Hakim, yang menjabat sebagai direktur Pertamina mengatakan bahwa para pelaksana dari usaha bersama itu merencanakan akan membangun kilang pengolahan gas alam cair (LNG) yang akan mulai berproduksi paling lambat tahun 2007. Menurut Baihaki, pasar hasil eksploitasi gas itu sudah tersedia, yaitu pihak Marathon yang ingin membeli sebanyak 6 juta ton LNG setiap tahunnya. Selain itu, Filipina dan Jepang juga dikabarkan berminat akan membeli produksi LNG Donggi. Menurut Pertamina, proyek itu akan menciptakan pembangunan kota baru di Donggi dengan kemampuan menyerap ribuan tenaga kerja. (Catatan: Wilayah itu dekat dengan cagar alam Morowali, tempat pemukiman masyarakat adat Tau'taa/Wana. Lihat DTE 32:8).

Pertamina menggembar-gemborkan proyek itu sebagai satu kebanggaan nasional dan Pertamina akan menjalankan 'mega-proyek' tersebut secara mandiri, ketimbang hanya menjadi rekanan perusahaan-perusahaan asing.

Namun, pihak WALHI Sulawesi Tengah telah menyerukan kepada menteri lingkungan Nabiel Makarim agar ia tidak tergesa-gesa memberikan persetujuan terhadap pelaksanaan proyek minyak dan gas itu, yang pengolahannya dilakukan oleh Exspan dan Pertamina. WALHI mengkhawatirkan bahwa pembangunan proyek itu akan menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan berpengaruh buruk bagi kehidupan masyarakat dan industri pariwisata setempat. Sebagai contoh, WALHI menyebutkan bahwa di wilayah Tiaka, sekitar 11 mil dari pantai Teluk Tolo, eksplorasi minyak telah menjadi penyebab kerusakan terumbu karang di tempat tersebut.

Laporan Majalah Tempo juga telah menguraikan bagaimana eksplorasi minyak dan gas, disamping kerusakan hutan, menjadi penyebab menurunnya populasi burungMaleo yang hampir musnah di pulau Banggai. Kebocoran gas yang terjadi pada tahun 2001 telah membunuh maleo dan burung-burung lainnya, yang juga menyebabkan penduduk menderita mual-mual dan sakit kepala. Pulau Tika, yang telah diubah menjadi tempat pendaratan helikopter dan terminal tanker, juga merupakan tempat tinggal 400 keluarga masyarakat pelaut Bajo. Protes yang dilancarkan penduduk itu dijawab dengan ancaman, "Tetap tinggal atau pergi dari wilayah itu." Menurut Tempo, Exspan juga berniat mengubah Bangkiriang, hutan lindung satwa liar, menjadi tempat eksplorasi minyak dan gas.

WALHI juga menentang rencana-rencana pembangunan pulau buatan seluas 100 hektar di Teluk Tolo, yang dilakukan dengan cara mengeruk sekitar 3 juta ton pasir dan kerikil untuk tempat penyimpanan peralatan pengeboran minyak. WALHI mengatakan rencana tersebut akan membahayakan ekosistem terumbu karang seluas 44 hektar di wilayah tersebut. Survey yang dilakukan sukarelawan WALHI menemukan bahwa sekitar 80% karang di gugus karang Tiaka sebelumnya dalam kondisi baik, termasuk juga Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) dan Kerang raksasa (Tridacna). Rencana pengubahan karang menjadi pulau penyimpanan juga akan membatasi akses masyarakat setempat terhadap sumber daya laut. WALHI mengatakan analisis dampak lingkungan (AMDAL) untuk pembangunan minyak dan gas dilakukan tanpa partisipasi penduduk lokal yang akan menderita akibat dampak langsung yang ditimbulkan. Pihak LSM memperingatkan bahwa pengeboran dasar sungai dan lahan untuk menggali pasir dan kerikil akan menjadi penyebab banjir dan longsor yang akan menimpa penduduk desa setempat serta lahan pertanian mereka.* WALHI mengatakan mereka tidak menentang rencana pembangunan tersebut, tapi mendesak agar pihak pengembang mematuhi undang-undang lingkungan dan melindungi hak-hak komunitas adat setempat.

Gubernur Sulawesi Tengah, Prof. Aminuddin Ponulele sebelumnya mengatakan bahwa ia akan mengeluarkan ijin bagi Exspan dan Pertamina untuk membuat pulau buatan berdasarkan rekomendasi komisi AMDAL propinsi. Pihak Komisi menyatakan bahwa wilayah tersebut hanya terdiri dari gosong dan pembangunan di tempat itu tidak akan mengancam kehidupan laut sekitarnya. Komisi itu juga menyatakan bahwa dalam survey yang mereka lakukan ditemukan bahwa karang-karang di sekitar wilayah pengeboran sebagian besar sudah mati. Exspan dan Pertamina juga melaporkan bahwa lebih dari 80% karang di wilayah itu sudah rusak.

Perusahaan merencanakan akan memulai menyedot minyak dari Tiaka pada bulan Juni 2003, dengan kapasitas produksi mencapai 6.500 barel setiap harinya. Sebelumnya, Perusahaan Amerika Serikat, Texas Petroleum, telah menemukan minyak di Tiaka pada tahun 1980-an, namun mereka memutuskan bahwa prospek ladang tersebut tidak terlalu menguntungkan untuk pengembangan lebih lanjut. Kemudian, Pertamina dan Exspan mengambil alih eksplorasi ladang minyak tersebut.

Menurut Tempo, bupati Banggai telah memberikan dukungan kuat untuk pembangunan di wilayah itu: "Tak akan ada halangan bagi rencana Exspan untuk membangun sumber daya alam di Banggai," ujarnya. "Ini adalah suatu kehormatan bagi Banggai."

* Berbagai jenis masalah yang akan muncul telah diuraikan dalam booklet terbaru JATAM tentang dampak konglomerat pertambangan di Sulawesi Tengah. Mereka Yang Dipinggirkan: Sengketa Tambang Galian C di Sulawesi Tengah, SPRA/JATAM/YPR, 2002. Booklet itu tersedia dalam bahasa Indonesia dan untuk mendapatkannya, silakan hubungi jatam@jatam.org

(Sumber: Editorial Website Pertamina, Januari 2003. Lihat http://www.pertamina.com; Media, 13/Sep/02; Walhi kecam keras Tindakan PT Exspan Menimbun Laut,diedarkan dalam Walhinews 02/Sep/02; Asia Pulse/Antara 29/Agustus/03; Tempo Magazine 8-14 Oct/02)

 

Rencana Pengolahan Minyak dan Gas di Sulawesi
  • Pabrik LNG, Sulawesi Tengah: PT Medco dan Pertamina berencana untuk membangun pabrik gas alam cair yang terbesar ke-empat di Indonesia. Mereka telah menandatangani kesepakatan awal dengan Marathon Oil Corp untuk mengapalkannya ke Meksiko yang kemudian akan didistribusikan ke Pantai Barat Amerika Serikat. (Bloomberg News 13/Des/02).
  • Ladang Minyak dan Gas di Sulawesi: pada bulan April 2002, Pertamina mengumumkan bahwa mereka telah melakukan pengeboran lima ladang di lembah Banggai, Sulawesi Tengah—Tiaka, Minahaki, Matindok, Senoro dan Donggi. Empat dari lima ladang tersebut mengandung simpanan gas sedangkan satunya mengandung minyak. Perusahaan itu juga mengumumkan bahwa mereka akan mengebor empat sumur selama 2002 dan sepuluh lagi pada tahun 2003. (WorldOil.com, 15/04/2002). Ladang minyak lepas pantai Tiaka dijadwalkan memulai produksinya pada bulan Juni 2003 dengan kapasitas 6.500 barel perhari. Cadangan yang dikandung mencapai antara 11 dan 33 juta barel minyak. Sedangkan proses eksploitasi diperkirakan berlangsung sampai 27 tahun. (Asian Pulse/Antara 27/Agustus/02).
  • Ladang Gas Donggi dan Senoro di Toili, Sulawesi Tengah, akan menjadi pemasok pabrik LNG baru. Produksinya akan dimulai paling lambat pada tahun 2007 (Media 13/September/02). Pada bulan Agustus 2002, manajer Pertamina/Exspan mengumumkan perkiraan sementara gabungan cadangan gas di dua ladang yang berkisar antara 20-28 tcf. Pada bulan Januari 2003 Pertamina melaporkan bahwa 10 tcf dipastikan terdapat di ladang Donggi pada akhir tahun 2002.(Asian Pulse/Antara 29 Agustus/03; Website editorial Pertamina, Januari/03).
  • Explorasi di Sulawesi Utara: PT Intan Duanapaken mengumumkan bahwa mereka akan memulai eksplorasi minyak dan gas untuk pertama kalinya di Sulawesi Utara, di sekitar perairan Manado sampai kabupaten Bolaang Mongondow. (Antara 3/Okt/02).

 

 
Exspan dan Medco

PT Medco Energi Internasional, pemilik PT Exspan, terdaftar sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia. Perusahaan itu telah memulai ekspor minyak di tahun 2000 dan pada tahun 2001 mengoperasikan 8 wilayah eksplorasi dan produksi. Mereka juga memegang dua kontrak di Burma.

Sebagai perusahaan yang dimiliki Arifin Panigoro, salah seorang anggota DPR dari partai berkuasa PDI-P, Medco terlibat dalam skandal hutang/korupsi pada tahun 2001 ketika perusahaan itu meminjam hutang sebesar US $ 75 juta kepada Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, salah satu badan keuangan pemerintah. Panigoro juga merupakan anggota komisi energi di DPR. Ia termasuk sebagai salah seorang tersangka korupsi yang diselidiki oleh Kejaksaan Agung selama pemerintahan Abdurrahman Wahid pada tahun 2001 dan dikenal sebagai pendukung kuat impeachment(pendakwaan) Abdurrahman Wahid.

Pada bulan November 1999, perusahaan itu mendapatkan kesepakatan restrukturisasi hutang dan mengalihkan 40% hutangnya menjadi ekuitas – New Link, perusahaan patungan antara keluarga Panigoro dan Credit Suisse First Boston, yang membeli 87% saham Medco. PTT Exploration and Production PCL dari Thailand juga membeli saham Medco dan menguasai 34%.

(Sumber: Petroleum Report Indonesia 2001, Kedutaan Amerika Serikat Jakarta. www.usembassyjakart.orgTempo28/Juni/01 dan lainnya).

Medco Membeli Proyek-Proyek Minyak Papua Barat

Pada bulan November 2002, Medco membeli 90% bagian dari blok eksplorasi seluas 9.500 km persegi, di Yapen, Papua Barat. Cadangan-cadangan gas dikembangkan dibawah kontrak bagi hasil produksi "frontier" (perdana), yang memberikan kondisi yang lebih menguntungkan bagi investor dibandingkan kontrak biasa.

Perusahaan itu juga memiliki saham di ladang-ladang gas dan minyak di Sumatra. Pada bulan Desember mereka mengumumkan akan membangun pabrik Gas Minyak Cair, LPG (Liquid petroleum Gas) di Kaji Semoga yang akan memulai produksi pada tahun 2004. (Asia Pulse/Antara, 7/Nov/02, Bloomberg News 16/Desember/02).

 

Seberapa Banyak Minyak dan Gas?

Pada tahun 2000, Indonesia ditempatkan dalam ranking ke-17 sebagai produser minyak dunia dengan hasil sekitar 1,9% dari produksi global. Produksi minyak pada tahun 2001 mencapai sekitar 1,34 juta barel minyak perhari, yang diekspor ke Jepang, Korea Selatan, Cina, Australia, Singapura, Amerika Serikat dan Thailand. Produser terbesar di Indonesia adalah Caltex yang mencapai sekitar 48% dari produksi pada tahun 2001. Indonesia juga mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi, Nigeria dan negara-negara lainnya, namun masih tetap menjadi ekportir minyak. Cadangan minyak Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 9,6 milyar barel.

Produksi gas alam pada tahun 2001 mencapai 2,8 trilyun kaki kubik. Pemerintah Indonesia memperkirakan cadangan yang ada sekitar 170,3 tcf dengan 94,7 tcf yang sudah dapat dipastikan. Ekspor LNG mencapai sekitar 55% dari produksi total, dengan ekspor senilai US $ 5,3 milyar pada tahun 2001. Ekspor tersebut ditujukan ke Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Pada tahun 2001 Indonesia mulai mengirim gas lewat pipa ke Singapura dan akhir tahun lalu juga mengirim lewat pipa ke Malaysia.

Secara keseluruhan, produksi gas di Indonesia diharapkan terus meningkat, sementara pada saat yang sama produksi minyaknya terus menurun dan kemudian Indonesia akan sepenuhnya menjadi importir minyak. Dengan merosotnya cadangan minyak dalam dekade yang akan datang, para pembuat kebijakan juga mencari jalan keluar dengan menjadikan ekspor gas alam untuk mengimbangi pengurangan pendapatan minyak. Tahun lalu sumbangan minyak dan gas atas pendapatan nasional mencapai sekitar 29%.

(Sumber: Petroleum Report 2001, di www.usembassyjakarta.orgJakarta Post 3/Februari/03).