Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 31, Maret 2003


Penciptaan Perdamaian di Aceh melalui Pembangunan Ekonomi Partisipatif Berbasis Komunitas

Duta Besar Jepang Yutaka Iimura, Duta Besar AS Ralph L. Boyce, Duta Besar Italia Francesco Maria Greco yang mewakili Uni Eropa, dan Direktur Bank Dunia Indonesia Andrew Steer mengunjungi Aceh 13-15 Januari 2003, untuk menunjukkan dukungan dari dunia international terhadap proses perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang telah sepakat untuk mengakhiri konflik dan memulai rekonstruksi pascakonflik di Aceh. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari Konferensi Persiapan untuk Perdamaian di Aceh yang diselenggarakan di Tokyo 3 Desember 2002. Donor yang berpartisipasi dalam konferensi di Tokyo setuju untuk memberikan dana bantuan pembangunan yang mendukung terlaksananya perjanjian tersebut. Kesepakatan ini diperdalam didalam pertemuan CGI 21-22 Januari 2003.

Dalam kunjungan tersebut, Delegasi ini bertemu dengan Pemerintah Daerah dan DPRD Aceh, the Joint Security Committee (Komisi Keamanan Gabungan), GAM, para ulama, perwakilan masyarakat sipil, pekerja kemanusiaan, dan komunitas bisnis, serta dihadiri pula Menko Bidang Politik dan Sosial Susilo Bambang Yudhoyono. Delegasi ini menyepakati bahwa bentuk pembangunan ekonomi yang sesuai untuk Aceh adalah pembangunan berbasis komunitas dengan menggunakan pendekatan partisipasi, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang diprakarsai oleh Bank Dunia, dan saat ini masih berjalan. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dianut kelompok donor bahwa terdapat kaitan erat antara pembangunan ekonomi dengan perdamaian, artinya tidak hanya perdamaian dapat meningkatkan pembangunan ekonomi, tetapi juga pembangunan ekonomi itu sendiri dapat menciptakan perdamaian.

Bank Dunia sendiri mengalokasikan US$ 8 juta untuk program bantuan bagi komunitas. Dana ini diberikan untuk menindaklanjuti kesepakatan tanggal 9 Desember 2002 (The Cessation of Hostilities Agreement). Bank Dunia akan menggandakan bantuannya sampai lebih dari US$ 15 juta jika program tahap sebelumnya berjalan lancar. Program bantuan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembangunan partisipatif yang dipercayai oleh Bank Dunia terbukti sukses dalam mencapai kelompok miskin. Bantuan Bank Dunia akan difokuskan untuk membangun sekolah, klinik, dan sistem irigasi di 5.000 desa di Aceh. Pembangunan sarana tersebut direncanakan dibangun bersama dengan komunitas.

Mengingat masih tingginya tingkat korupsi di Aceh, masih bergejolaknya Aceh dengan penangkapan aktivis-aktivis dari organisasi non-pemerintah, memburuknya keamanan di beberapa daerah konflik akibat kontribusi NGO internasional sebagaimana dituduhkan oleh Jend. Syamsudin di Jakarta Post 17/03), mungkinkah program pembangunan berbasis komunitas di Aceh itu akan berhasil? Padahal, masyarakat sipil yang kuat adalah syarat utama didalam pendekatan pembangunan berbasis komunitas.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:


Poin Kesepakatan dalam Pertemuan CGI Bali, 21-22 Januari 2003

Pertemuan CGI di Bali ini merupakan penundaan jadwal pertemuan yang sedianya akan dilaksanakan pada akhir Oktober 2002. Akibat peristiwa bom Bali pada 12 Oktober 2002, pemerintah Indonesia dan anggota CGI sepakat untuk menunda pertemuan.

Pada pertemuan ke-12 ini, negara-negara kreditor berharap dapat membantu Indonesia untuk mengatasi defisit APBN melalui suntikan dana segar. Pada 2001, CGI menjanjikan dukungan US$ 3,14 miliar dalam bentuk pinjaman dan US$ 568 juta dalam bentuk hibah dan bantuan teknis. Namun, peristiwa bom Bali telah menurunkan kondisi ekonomi Indonesia sehingga pada 31 Oktober 2002 Pemerintah Indonesia dan DPR menyepakati perlunya paket stimulus sebesar Rp 5,9 triliun. Jika paket ini tidak diberikan maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun dari 5% menjadi 4%. CGI sendiri meminta Pemerintah Indonesia untuk memperbesar pos pengeluaran pembangunan bagi pengembangan sektor ekonomi yang menurun akibat peristiwa bom Bali. Di dalam draft kesepakatan ini, CGI menyetujui pengeluaran Rp 54,5 triliun untuk pembangunan konstruksi, pertanian, dan kesejahteraan sosial.

CGI sendiri berpandangan bahwa ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap pinjaman luar negeri untuk mengatasi defisit APBN harus mulai dikurangi. Tetapi, upaya untuk mendapatkan sumberdaya finansial dari dalam negeri seperti penjualan aset (privatisasi dan divestasi) tidak dapat dilakukan karena tidak adanya jaminan kestabilan politik dan ekonomi. Oleh karena itu, pada pertemuan 1 November 2002, CGI menekan pemerintah Indonesia untuk segera melakukan reformasi ekonomi yang dapat meningkatkan kepercayaan pasar.

CGI yang terdiri dari 32 kreditor utama, termasuk 21 negara dan 11 lembaga pinjaman multilateral seperti Bank Dunia dan ADB, sepakat bahwa jumlah pinjaman yang disetujui oleh CGI terkait erat dengan kemajuan dalam reformasi ekonomi, termasuk stabilitas ekonomi makro dan pengurangan inefisiensi dalam bentuk korupsi dan monopoli negara. Untuk itu CGI meminta Pemerintah Indonesia untuk menggandakan upayanya untuk memperbaiki iklim investasi yang dapat merangsang pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan.

Pertemuan ke-12 di Bali dihadiri oleh 11 menteri dan perwakilan masyarakat sipil Indonesia. Pertemuan ke-12 CGI ini mencatat bahwa telah terdapat kemajuan yang signifikan di dalam menstabilkan ekonomi, tetapi masih ada agenda besar yang belum terselesaikan yaitu korupsi, peningkatan governance, masalah di sector kehutanan, dan reformasi hukum. Di samping itu, donor juga menilai baik kemampuan Pemerintah Indonesia di dalam menangani perdamaian di Aceh dan kasus bom Bali. Penekanan pada sektor kehutanan di dalam kesepakatan pinjaman dikembalikan pada LOI tahun 2001 untuk merespon krisis di dalam sektor kehutanan yang menyangkut illegal logging dan kehidupan masyarakat di sekitar hutan, dan kemudian isu kebakaran hutan dan perambahan daerah konservasi. Untuk itu dibentuk Inter Departmental Committee on Forestry (IDCF) untuk mengatasi isu-isu :

Dalam pertemuan ini, negara-negara donor menjanjikan untuk mencairkan pinjaman sebesar US$ 2,7 juta dalam tahun anggaran 2003, dengan kesepakatan bahwa Pemerintah Indonesia akan melakukan beberapa hal berikut: Menanggapi pertemuan CGI, pihak Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan bahwa ada beberapa agenda utama yang diprioritaskan yaitu:
  • Mendorong investasi, ekspor non-migas, dan menciptakan lapangan kerja;
  • Mendukung sustainability fiskal untuk mengatasi utang dalam dan luar negeri;
  • Mempersiapkan strategi yang dibutuhkan bagi Indonesia yang akan mengakhiri kerjasama pemulihan ekonomi dengan IMF setelah menyelesaikan program sampai akhir tahun 2003;
  • Mengelola rekapitalisasi utang;
  • Memelihara, merehabilitasi dan membangun prasarana vital.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan:
  • Membentuk Tim Nasional untuk Investasi dan Ekspor Non-migas yang berada di bawah Presiden.
  • Membentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk menyusun exit strategy setelah menyelesaikan program pemulihan ekonomi dengan IMF pada akhir 2003.
  • Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti telah menyatakan pada dunia bisnis mengenai pembentukan tim-tim tersebut untuk meminta dukungan dan kepercayaan agar tim tersebut dapat lebih efektif di dalam mengatasi persoalan mikro dan operasional.
Informasi lebih lanjut mengenai pertemuan CGI dapat diperoleh pada:
Ms. Rajashree S. Paralkar, Country Officer, telp (202) 458 9050, fax:(202) 522 1671, e-mail: rparalkar@worldbank.org
The World Bank Jakarta, Mr. Mohamad Al-Arief, Communications Officer, telp (021) 5299-3084, fax: (021) 5299-3111, e-mail: malarief@worldbank.org.
Menko Bidang Perekonomian Indonesia Tel: (021) 380-8384 Fax: (021) 344-0394 Website: http://www.ekon.go.id


Komentar INFID terhadap Pertemuan CGI di Bali

INFID sebagai salah satu ornop Indonesia yang terlibat dalam pertemuan CGI di Bali memberikan komentar atas pertemuan CGI di Bali yang membahas utang Indonesia, sebagai berikut :

  • Kemiskinan di Indonesia hanya dapat diatasi jika CGI mengubah model analisisnya mengenai situasi utang dan ekonomi Indonesia, dan juga mengubah struktur dan kebijakan CGI sendiri
  • Persoalan di Indonesia diakibatkan oleh ketidaktepatan kebijakan IMF dan Bank Dunia yang malah memperbesar jumlah utang Indonesia, contohnya program rekapitalisasi perbankan, divestasi aset, dan privatisasi.
  • Untuk mengatasi persoalan utang, Pemerintah Indonesia perlu independensi di dalam negosiasi utang dengan CGI.
  • Persoalan utang tidak dapat diatasi kecuali jika program privatisasi yang diminta oleh IMF dibatalkan atau paling tidak direvisi.
  • Keputusan yang dikeluarkan oleh BPPN dan Komite Kebijakan Sektor Finansial untuk merestrukturisasi utang perusahaan yang bergerak pada sektor kehutanan justru menolong perusahaan besar (konglomerat) yang menyebabkan kerusakan hutan di Indonesia. Karena itu industri berbahan baku hutan lebih baik dimatikan saja daripada direstrukturisasi.
Sumber:
INFID Statement to the CGI Meeting in Bali 21-22 Januari 2003. Lebih lanjut lihat www. infid.or.id, DTE Factsheet No 24, July 2004, A Summary of INFID's Position Paper on the CGI; dan Factsheet No 19, Special CGI 2001 Edition
Pernyataan Forest Watch Indonesia mengenai CGI juga dapat diperoleh pada Togu Manurung di mtogu@indo.net.id


Rencana Pertemuan Extractive Industrial Review 24-29 Maret 2003 di Bali

EIR dibentuk tahun 2000 oleh Presiden Bank Dunia dalam upayanya merespon kritik ornop mengenai dampak negatif dalam bentuk masalah sosial dan lingkungan dari adanya proyek pertambangan dan migas. Tujuan EIR ini adalah untuk menilai syarat yang harus dipenuhi jika Bank Dunia ingin terus mendukung proyek industri ekstraktif tersebut. (Lihat juga Factsheet DTE No. 20, Factsheet No. 21mengenai EIR dan Update No. 29.

Untuk mencapai tujuan tersebut, EIR merancang lima Lokakarya Konsultasi Regional dihadiri perwakilan pemerintah, industri, masyarakat sipil yang berasal dari Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur dan Asia Tengah, Afrika, Asia Pasifik, serta Timur Tengah dan Afrika Utara, serta Bank Dunia. Workshop ini merupakan dialog terbuka yang membahas mengenai proyek-proyek dalam sektor minyak, gas, dan pertambangan yang disponsori oleh Bank Dunia. Lokakarya yang didominasi oleh ornop ini meminta Bank Dunia untuk mundur dari proyek-proyek industri ekstraktif tersebut. Hasil workshop ini dapat dlihat dalam EIR report (www.eireview.org).

Lokakarya yang sudah berlangsung:
1. Untuk Amerika Latin dan Karibia di Rio de Janeiro, Brazil, April 2002;
2. Untuk Eropa Timur dan Asia Tengah di Budapest, Hongaria, Juni 2002;
3. Untuk Afrika di Maputo, Mozambik, Januari 2003.

Pertemuan keempat di Bali untuk Asia-Pasifik direncanakan diadakan pada 24-29 Maret 2003 tetapi akhirnya ditunda menyusul meletusnya pertikaian di Irak*, dan untuk Timur Tengah dan Afrika Utara belum diputuskan tanggal dan tempat. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan "Apakah industri minyak, gas, dan pertambangan dapat mendorong pembangunan berkelanjutan, dan apakah hal itu sejalan dengan misi Bank Dunia mengenai pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan? Jika ya, bagaimana hal itu dapat dicapai?"

Selain pertemuan-pertemuan konsultasi, juga akan diselenggarakan kunjungan lapangan ke berbagai proyek industri ekstraktif di tiap region dimana Kelompok Bank Dunia terlibat/pernah terlibat. Di Indonesia, terdapat dua kunjungan lapangan yaitu ke Freeport McMoRan dan Pama (PT. Pamapersada Nusantara, perusahaan kontraktor pertambangan). (Sumber: www.walhi.or.id).

Menanggapi masuknya Bank Dunia dan badan-badan di bawahnya ke dalam industri ekstraktif, kalangan organisasi non-pemerintah bereaksi keras menolak hal tersebut. Di tingkat internasional, Jaringan Friends of The Earth (FoE) menolak kehadiran Bank Dunia dalam industri ekstraktif dengan kampanye "World Bank Out of Mining, Oil, and Gas". Sementara itu di Indonesia, JATAM dan WALHI menolak utang baru dan dukungan Bank Dunia dalam industri pertambangan mineral. Sumberdaya mineral seharusnya dapat dikelola sendiri oleh bangsa Indonesia untuk kesejahtaraan rakyat banyak.

Lokakarya global yang independen akan diselenggarakan di Oxford (UK) pada bulan April 2003 untuk memberikan kesempatan pada Kelompok Masyarakat Adat mempresentasikan pengalaman mereka mengenai proyek industri ekstraktif yang dibiayai Bank Dunia yang ada di wilayah mereka.

Hubungi: info@fppwrm.gn.apc.org.

STOP PRESS: Pertemuan EIR di Bali ditunda terkait dengan kekhawatiran terhadap keselamatan perwakilan Bank Dunia dan lembaga-lembaga keuangan internasional berkenaan dengan penyerangan Amerika dan sekutunya terhadap Irak. Berita terakhir menyebutkan pertemuan itu direncanakan akan berlangsung di Bali pada 26 - 30 April 2003 .

Sumber dan kontak lebih lanjut:
www.eireview.org
Prof. Dr. Emil Salim, Eminent Person: esalim@eireview.org Tel: +62 21 831 0574
Bernard Salomé, Head of Secretariat: bsalome@eireview.org Tel: +62 21 831 0574; +1 202 473 4432


Pertemuan Forum Air Dunia ke-3 di Kyoto 16-23 Maret 2003

Forum Air Dunia yang diselenggarakan tanggal 16-23 Maret 2003 di tiga kota di Jepang yaitu Kyoto, Shiga, dan Osaka membahas tentang krisis air yang melanda dunia. Saat ini, satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak mendapat sarana sanitasi yang layak. Pertemuan yang diselenggarakan oleh Dewan Air Dunia (World Water Council), Pemerintah Jepang, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia ini dihadiri oleh lebih dari 8.000 peserta yang terdiri atas pejabat pemerintah, ilmuwan, organisasi non-pemerintah, dan akademisi dari lima benua.

Kondisi tersebut melahirkan aksi global yang diprioritaskan pada empat hal yaitu membangun etika baru soal air, menetapkan pendanaan, meningkatkan pengelolaan air untuk keamanan dan perdamaian dunia, serta memprioritaskan perhatian pada negara-negara berkembang. Selain krisis air, masalah yang dibahas dalam pertemuan ini juga menyangkut masalah-masalah lain yang terkait seperti pangan, pertanian, lingkungan hidup, sanitasi, dan kemiskinan.

Presiden World Water Council Dr. Mahmoud Abu-Zeid mengatakan bahwa WWC akan mengupayakan penyediaan dana sebesar 800 milyar dolar AS selama tiga tahun untuk penghematan air, sanitasi, pertanian, pembangunan pembangkit listrik tenaga air, serta mengelola cadangan air. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa masyarakat miskin harus menjadi prioritas utama untuk mendapat perbaikan akses air dan sanitasi.

Dalam pertemuan ini pula, Wouter Lincklaen Arriens dari ADB meminta negara-negara berkembang agar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, sektor air perlu dimasukkan ke dalam prioritas. Namun, untuk itu pemerintah sebaiknya tidak menggantungkan pembiayaan penanganan air tersebut pada bantuan dana dari lembaga donor dan investasi asing.

ADB sendiri menyatakan akan menyediakan dana hibah sebesar 10 juta dolar AS untuk mengatasi kelangkaan air di perkotaan di Asia, yang dilaksanakan oleh UN Habitat. Selain itu ada juga dana 500 juta dolar AS dalam bentuk pinjaman proyek sanitasi dan air untuk kota-kota di Asia selama lima tahun mendatang. Di luar program-program tersebut, Prof John Soussan, Koordinator Program Inisiatif Kemiskinan dan Air ADB menjelaskan bahwa ADB memiliki program inisiatif yang lebih berfokus untuk membantu rakyat miskin air di pedesaan.

Dalam pertemuan ini juga dibahas mengenai peran sektor swasta dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan dan finansial dan sistem tarif untuk menjamin pengembalian biaya dan investasi. Pemerintah Indonesia sendiri dalam "The Indonesian Country Report" yang dipresentasikan pada pertemuan ini membenarkan perlunya privatisasi manajemen SDA.

Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada:
www.kompas.com/
www.bisnis.com
www.thejakartapost.com


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://dte.gn.apc.org


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link