Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


Nr 18, Agustus 2001


IMF Puas dengan Tim Ekonomi Megawati

Presiden Megawati Soekarnoputri, tampaknya telah berhasil mengambil hati para donor asing termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dengan terbentuknya tim ekonomi baru yang dikepalai oleh Menteri Koordinator untuk Urusan Perekonomian, Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Sebelum menduduki jabatan barunya, Dr. Kuntjoro-Jakti adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ia dikenal sebagai komunikator yang baik dan mempunyai jaringan luas di Washington. Ia yakin bahwa pada akhir Agustus 2001,Dewan Pimpinan IMF akan menandatangani pencairan pinjaman sebesar US$ 400 juta (bagian dari paket talangan sebesar US$ 5 milyar). Sebuah misi khusus yang dipimpin oleh Wakil Direktur IMF untuk Asia-Pasifik, Anoop Singh, berada di Jakarta sejak tanggal 20 hingga 24 Agustus untuk mendiskusikan draft Nota Kesepakatan (LoI) dengan pemerintah Indonesia.

Sumber-sumber di Pemerintah Indonesia dan IMF mengatakan bahwa LoI baru akan memfokuskan pada masalah-masalah pokok yang mencakup swastanisasi BUMN, reformasi perbankan dan program serta sasaran Badan Penyehatan Perbankan Negara, penjadwalan ulang utang, dan defisit anggaran. Fokus ini sejalan dengan strategi baru IMF, yang tidak ingin menyodorkan sederetan panjang butir-butir persyaratan. IMF menyadari kelemahan terdahulu dimana persyaratan tidak dapat diimplementasikan secara tepat dalam kurun waktu tertentu karena ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi persyaratan dan kurang terampilnya serta kurangnya pengetahuan IMF untuk memberi dukungan dan mengawasi.

Walaupun masih bernada hati-hati, para investor menganggap pencairan pinjaman IMF sebesar US$ 400 juta adalah tanda stabilitas dan reformasi sejati. Persepsi baru ini tercermin dalam perilaku pasar. Sejak Megawati menduduki jabatan barunya, Rupiah menguat lebih dari 27% terhadap dollar AS.

(Sumber: Dow Jones News Wires, 23 Juli, 2001; Straits Times, 11 Agustus, 2001; Straits Times, 21 Agustus, 2001).


Kreditur Mungkin Mengijinkan Penjadwalan Ulang dan Pengurangan Utang kepada Indonesia

Setelah dikecam karena tidak peka terhadap besarnya beban utang yang ditanggung Indonesia dan ketidaksanggupannya membayar utang dan bunga yang jatuh tempo, para kreditur internasional baru-baru ini menunjukkan gelagat untuk mempertimbangkan kembali penjadwalan dan pengurangan utang atau "haircut". Pada Januari 2001, jumlah keseluruhan utang luar negeri Indonesia mencapai 140,2 milyar dollar. Menurut Bank Indonesia, jumlah tersebut terdiri dari utang pemerintah sebesar US$ 74,2 milyar dan utang swasta sebesar US$ 66 milyar. Jumlah total utang tersebut kira-kira setara dengan Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia.

Penjadwalan dan pengurangan utang mungkin akan menjadi agenda dalam pertemuan CGI mendatang pada November 2001. Seperti tahun lalu, para perwakilan dari kelompok-kelompok masyarakat sipil diperkirakan akan hadir dalam pertemuan itu.

Sementara itu, pada 5 Juli 2001, seratus anggota DPR RI menyurati IMF dan Bank Dunia. Mereka menuntut pemutihan seluruh pinjaman yang telah diberikan oleh kedua lembaga keuangan tersebut kepada rezim Orde Baru yang korup.

(Sumber: Koran Tempo, 11 Agustus, 2001).
Hubungi: infid@nusa.or.id perihal Surat DPR kepada IMF dan Bank Dunia.


Dr. Emil Salim Memimpin Tim Kaji Ulang Bank Dunia untuk Industri Pertambangan

Dr. Emil Salim, mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, ditunjuk oleh Bank Dunia untuk memimpin tim konsultatif untuk mengkaji ulang peran Kelompok Bank Dunia dalam industri pertambangan.

Kaji ulang tersebut diusulkan oleh Presiden Bank Dunia, Wolfensohn, dalam Pertemuan Tahunan Bank Dunia di Praha pada September 2000. Tujuannya antara lain adalah memberikan kesempatan kepada berbagai pihak-pihak terkait, yaitu wakil-wakil pemerintah, bisnis dan industri, LSM dan masyarakat sipil - untuk mendiskusikan peran Kelompok Bank Dunia dalam industri pertambangan serta masalah-masalah penting yang berkaitan dengan sektor minyak, gas dan tambang.

Kelompok-kelompok masyarakat sipil akan dimintakan pendapatnya tentang kerangka acuan bagi kaji ulang ini. Banyak kelompok bersikap hati-hati, karena tim kaji ulang ini juga akan beranggotakan wakil-wakil dari Kelompok Bank Dunia dan sektor swasta. Bank Dunia menganggap bahwa pendekatan ini diperlukan agar proses konsultasi terwujud dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak yang terlibat. Akan tetapi, banyak kelompok menilai keterlibatan perwakilan pihak-pihak tersebut (swasta dan Kelompok Bank Dunia) justru dapat mengganggu kemandirian proses kaji ulang.

Kekuatiran juga timbul akan kegunaan dan keefektifan kaji ulang tersebut. Pengalaman dengan Komisi Dunia untuk Dam (WCD) - yang antara lain juga dipelopori oleh Bank Dunia - tidak terlalu memberi harapan, karena bank-bank pembangunan multilateral, termasuk Bank Dunia, belum menerapkan rekomendasi WCD. Hal ini menandakan bahwa Bank Dunia enggan menerima rekomendasi yang dapat menghambat operasi mereka. Banyak yang kuatir bahwa hasil kaji ulang ini pun tidak berdampak apa-apa terhadap operasi Bank Dunia.

(Sumber: World Bank News Release No: 2002/029/S)
Kontak: Lidwina Joseph di Lembaga Keuangan Internasional (IFC) di ljoseph@ifc.org
Ana Elisa Luna di Bank Dunia di abrarros@worldbank.org

Pendekatan Bank Dunia terhadap Reformasi Pertanahan Dikecam

Food First, organisasi yang berbasis di AS, baru saja menyelesaikan laporan berjudul "Perubahan Gelombang Reformasi Agraria: Gerakan Baru Menunjukkan Arahnya" yang menilai pendekatan Bank Dunia terhadap reformasi pertanahan. Laporan tersebut mempermasalahkan kecenderungan Bank Dunia dalam mengandalkan privatisasi tanah dan kekuatan pasar bebas, yang pada gilirannya mendorong konflik antara masyarakat sipil dengan Bank Dunia. Bank Dunia-lah yang selama ini paling bersemangat mendorong dan mendanai reformasi kepemilikan tanah secara komprehensif di berbagai negara termasuk Indonesia. Kritik Food First terhadap Bank Dunia antara lain:

Sebagai alternatif, laporan itu merekomendasikan "reformasi dari bawah", mengikuti teladan Gerakan Rakyat Brazil Tanpa Tanah yang telah 'merebut kembali' 15 juta acre (sekitar 6 juta hektar) lahan dalam beberapa tahun terakhir ini.

(Sumber: http://www.foodfirst.org/pubs/backgrdrs/2001/w01v7n1.html)
Kontak: foodfirst@foodfirst.org


LKI meminjamkan US$5 juta kepada perusahaan pemasok pertambangan Indonesia

Pada Juli 2001, Korporasi Keuangan Internasional (IFC), badan sektor swasta anggota Kelompok Bank Dunia, menyepakati pemberian pinjaman sebesar US$ 5 juta kepada sebuah perusahaan jasa pertambangan lokal, PT Dianlia Setyamukti. Pinjaman ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan perusahaan dalam penggalian dan transportasi, terutama bagi perusahaan-perusahaan tambang batu bara, seperti PT Berau Coal di Kalimantan Timur, PT Adaro Indonesia di Kalimantan Selatan dan subkontraktornya PT Pamapersada Nusantara.

Eksekutif senior IFC, Akil Abduljalil mengatakan bahwa IFC mendukung sektor swasta dan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor. PT Dianlia Setyamukti menerima pinjaman IFC karena perusahaan itu mendukung industri pertambangan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pinjaman itu juga menandakan komitmen IFC untuk membantu pemulihan krisis ekonomi di Indonesia.

Industri pertambangan, termasuk yang beroperasi di Indonesia, memiliki reputasi buruk di bidang lingkungan hidup dan sosial. Konflik dengan masyarakat setempat dalam masalah akuisisi tanah dan dampak lingkungan terjadi dimana-mana. Tidak jelas bagaimana IFC dapat membenarkan dukungannya terhadap sektor pertambangan Indonesia, mengingat mereka harus mengacu kepada norma-norma sosial dan lingkungan dari Kelompok Bank Dunia.

(Sumber: Jakarta Post, 5 Juli 2001)
Untuk informasi lebih lanjut tentang IFC, lihat Facsheet DTE 14, Agustus 2001 and Facsheet DTE 15, September 2001.


Masyarakat korban proyek Kedungombo Menuntut Ganti Rugi yang Layak

Masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk Kedungombo, di Jawa Tengah, yang didanai oleh Bank Dunia dan Bank Exim Jepang, tidak surut perjuangannya dalam mencari keadilan. Pada 21 Agustus 2001, sekitar 300 warga mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk meninjau kembali ganti rugi bagi masyarakat korban pembangunan waduk itu. Mereka meminta agar dibentuk sebuah tim yang terdiri dari perwakilan pemerintah, masyarakat korban dan kalangan LSM yang independen untuk meninjau kembali akuisisi tanah dan skema ganti rugi. Meskipun Gubernur Mardiyanto tidak dapat bertemu warga desa tersebut, perwakilan pemerintah setuju untuk mengadakan suatu pertemuan dengan masyarakat korban. Belum disepakati tanggal dan agenda yang pasti.

Untuk membangun waduk, pada tahun 1985 sekitar 5.300 KK (lebih-kurang 25.000 jiwa) telah tergusur. Ganti rugi yang diberikan antara Rp 250 hingga Rp 300 per meter persegi (setara dengan US$ 0,03 pada kurs saat ini) meskipun Menteri Dalam Negeri pada masa itu, Supardjo Rustam, mengaku bahwa ganti rugi yang diberikan sebesar Rp 3.000 per meter persegi. Diduga ada korupsi besar-besaran. Masyarakat yang terkena dampak dipaksa untuk menerima ganti rugi yang rendah, kendati mereka memprotes. Kalau menolak, mereka dicap sebagai komunis - label yang sering digunakan Rezim Orde Baru Suharto untuk menstigmatisasi rakyat yang menentang kebijakan dan tindakan pemerintah yang sewenang-wenang.

(Sumber: Detikcom 21 Agustus 2001)


Utang dari AS untuk Keamanan Pangan

Indonesia telah mengajukan permintaan pinjaman kepada pemerintah AS untuk membiayai pembelian beras dan gandum. Kepala Badan Urusan Logistik Nasional (BULOG) , Widjanarko Puspoyo, mengatakan bahwa Indonesia meminta pinjaman dari AS untuk membiayai pembelian beras untuk kebutuhan tahun depan. BULOG berharap bahwa mereka dapat menerima pinjaman berdasarkan program Undang-Undang Publik AS no. 480 yang memungkinkan mereka membeli 350.000 metrik ton beras tahun depan, dengan perkiraan bahwa musim kemarau mendatang bisa menggagalkan panen di dalam negeri. Undang-Undang Publik 480 adalah program pinjaman komoditi lunak bagi negara-negara berkembang.

Pemerintah AS juga telah menyalurkan pinjaman komoditas sebesar US$ 15 juta kepada dua pabrik tepung terigu swasta Indonesia yang memungkinkan mereka membeli gandum AS dengan bunga rendah.

Bulog mengaku bahwa meskipun penguatan Rupiah dapat mendorong masuknya beras impor murah yang pada gilirannya dapat memukul petani dalam negeri, mereka tidak berbuat apa-apa untuk mengendalikan impor. Sektor beras telah diliberalisasikan, sehingga setiap orang yang sanggup membayar bea impor 30% dapat mengimpor beras.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah, beberapa kabupaten telah menerapkan biaya pengairan bagi petani meskipun Undang-Undang Sumber Daya Air masih dalam tahap rancangan. Berdasarkan peraturan yang ada sekarang, biaya yang harus dibayar petani sama besarnya dengan biaya produksi. Tidak jelas apakah petani mampu membayar biaya tambahan untuk air dan akan sanggup terus menggarap lahan mereka. Bank Dunia mensponsori restrukturisasi sumber daya air nasional melalui Pinjaman Penyesuaian Sektor Sumber Daya Air (WATSAL) sebesar US$ 300 juta.

(Sumber: Dow Jones Newswire, 13 Agustus 2001)
Kontak Yayasan Duta Awam (YDA) dutaawam@bumi.net.id
atau Bank Information Center nwidagdo@bicusa.org tentang biaya pengairan dan WATSAL.


Kalender Kegiatan sekitar LKI dan Indonesia:

Kaji Ulang dan Revisi Kebijakan Bank Dunia
Bank Dunia sedang menjalani sejumlah kaji ulang dan revisi kebijakan pokok. Hal ini penting bagi masyarakat sipil karena dokumen-dokumen acuan operasi Bank Dunia tersebut merupakan satu-satunya pedoman yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungan jawab Bank Dunia apabila muncul masalah tentang dampak pinjaman untuk proyek dan programnya.

Strategi Baru Bank Dunia untuk Lingkungan Hidup telah diluncurkan
Pada Juli 2001, Dewan Direktur Bank Dunia menyetujui strategi lingkungan yang baru, yang tidak memuaskan para pengecamnya. Bank Dunia menyatakan bahwa strategi itu bermaksud untuk lebih mengintegrasikan perlindungan lingkungan kedalam proyek-proyek dan program-program Bank. Para pengecam menyambut baik upaya itu, namun mereka menyebutkan bahwa strategi itu belum memadai untuk mengkoreksi dampak negatif dari pinjaman-pinjaman sektor swasta Bank Dunia.

Penambahan IDA ke-13 (IDA13)
Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) adalah badan Bank Dunia yang memberikan kredit tanpa bunga kepada negara-negara miskin. Setiap tiga tahun, dana IDA perlu ditambah oleh para donor. Sebelum penambahan, para donor dan peminjam IDA berdiskusi dengan Bank Dunia mengenai hal-hal kebijakan. Hal-hal tersebut mencakup: pemenuhan syarat IDA, pembedaan persyaratan, penentuan alokasi IDA, dan juga masalah-masalah kebijakan yang lebih luas. Negosiasi IDA memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Diskusi tentang penambahan IDA ke-13 masih berlangsung hingga saat ini. Dua pertemuan telah berlangsung pada Februari dan Juni 2001. Pertemuan ke-tiga dan ke-empat IDA 13 direncanakan pada Oktober dan Desember 2001. Kelompok-kelompok masyarakat sipil sebaiknya menghubungi perwakilan pemerintah mereka untuk menyampaikan kepedulian/keprihatinan mereka dan agar dapat mengetahui hasil diskusi tersebut.

Paris Club akan Menjadwalkan Kembali Utang Indonesia
Negara-negara kreditur akan bertemu lagi pada 10 September 2001 di Paris. Pertemuan tersebut direncanakan untuk membahas kembali penjadwalan ulang utang Indonesia sebesar US$ 2,8 milyar.

Pertemuan Tahunan Bank Dunia/IMF 2001
Pertemuan Tahunan tahun ini akan diadakan di Washington, DC pada 29-30 September 2001. Informasi dari kalangan LSM, dapat dilihat di www.bicusa.org Informasi dari Bank Dunia, dapat dilihat di http://www.imf.org/external/am/2001/index.htm

Pertemuan Kelompok Konsultatif untuk Indonesia (CGI) berikutnya
akan diselenggarakan pada awal November 2001 di Indonesia. Jakarta dan Yogyakarta disebut-sebut sebagai bakal tempat pertemuan itu.



Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://www.gn.apc.org/dte


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link