“Keluar dan enyahlah dari tanah kami” seru komunitas adat ke Bumi

Tanda dilarang masuk tambang KPC, Kalimantan Timur

Siaran pers: Down to Earth, London Mining Network dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

London, 26 Juni 2013

Sebagian besar pembicaraan di pertemuan umum tahunan Bumi plc saat ini akan berpusat pada masalah finansial dan tata kelola yang serius perusahaan tersebut, namun sebenarnya masyarakat yang paling terkena dampak secara langsung dari operasi penambangan batubara Bumi-lah yang perlu didengar.

Sama halnya dengan masyarakat yang terkena dampak dari pengoperasian Berau Coal (85% dimiliki oleh Bumi plc), masyarakat yang tinggal di dekat tambang raksasa KPC di Kalimantan Timur sedang menentang pengambilalihan lahan mereka. Mereka juga menghadapi kekerasan dan intimidasi.

Berbagai dampak sosial, lingkungan hidup, hak asasi manusia dan kesehatan dari penambangan terbuka berskala besar-besaran tersebut terus menghancurkan kehidupan masyarakat di Kalimantan, termasuk masyarakat adat Dayak Basap Keraitan Segading, yang menghadapi penggusuran dari tempat tinggal mereka untuk ketiga kalinya untuk memberi jalan bagi operasi KPC.

Tambang raksasa ini dikontrol oleh PT Bumi Resources, perusahaan Indonesia yang dimiliki 29% oleh Bumi plc yang tercatat di London. Tambang itu memproduksi lebih dari 40 juta ton batubara per tahun, yang diekspor terutama ke pasar-pasar di China dan India.

Para penduduk desa yang tinggal di dekat tambang tersebut memiliki pengalaman panjang akan penggusuran paksa, hilangnya mata pencaharian, polusi, dan kolusi perusahaan dengan petugas keamanan negara.

Di penghujung 2012 seorang petani ditemukan tersungkur berlumuran darah, setelah diserang seseorang yang diidentifikasi oleh sang korban sebagai orang perusahaan. Pemimpin adat setempat mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah melarang mereka untuk bertani di lahan yang berada di dalam konsesi KPC.

Sebuah rencana untuk memindahkan masyarakat tersebut ke desa lain yang dipersiapkan KPC ditentang oleh sebagian anggota masyarakat yang tidak ingin memulai lagi segalanya dari nol. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyerukan penghentian rencana relokasi tersebut dan pengembalian hutan di sekitar desa tersebut kepada masyarakat, yakni hutan yang diandalkan masyarakat tersebut untuk penghidupan mereka

Mereka menginginkan KPC untuk menghentikan seluruh tindak kekerasan terhadap masyarakat lokal dan melakukan investigasi terhadap penyerangan yang dicurigai dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut. Mereka mendesak seluruh pemegang saham yang berinvestasi  di perusahaan ini untuk segera menarik dana mereka.

Andrew Hickman dari Down to Earth, yang awal bulan ini bertemu dengan para anggota masyarakat, menyatakan: “Para pemegang saham Bumi harus mengalihkan fokus mereka dari London ke Indonesia dan mempertimbangkan dampak-dampak dari investasi perusahaan mereka terhadap kehidupan masyarakat di sana. Kepedulian terhadap hak-hak asasi manusia dan penghidupan lokal harus diprioritaskan ketimbang seberapa rendah jatuhnya harga saham perusahaan tersebut.”

Richard Solly, Koordinator Jaringan Tambang London (London Mining Network), menyatakan: “Bumi menonjol di antara perusahaan pertambangan yang tercatat di London karena konflik dan kontroversi yang menyertainya. Namun Bumi juga menyolok karena dampak operasinya yang mengerikan di lapangan. Para investor harus menarik diri dari Bumi, dan Bumi harus keluar dari Kalimantan.”

 

Kontak: Andrew Hickman 0750 4738696 indonesiandrew@yahoo.com

Untuk latar belakang lebih lanjut mengenai KPC dan Bumi, lihat: http://www.downtoearth-indonesia.org/id/campaign/coal