Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 32, Mei 2003


Penarikan Diri Masyarakat Sipil dari Lokakarya Kaji Ulang Industri Ekstraktif (EIR) Asia Pasifik

Pertemuan Kaji Ulang Industri Ekstraktif Asia Pasifik (EIR), sebuah tinjauan terhadap kebijakan Bank Dunia di sektor industri ekstraktif yaitu tambang, minyak dan gas bumi, yang semula dijadwalkan tanggal 24-29 Maret 2003 ditunda karena perang Irak, akhirnya dilaksanakan di Nusa Dua Bali tanggal 26-30 April 2003 (lihat LKI Factsheet No. 31 Maret 2003). Salah satu agenda pertemuan adalah konsultasi dengan masyarakat sipil.

Dalam pertemuan tersebut kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari kelompok-kelompok Ornop utama dan komunitas lokal di wilayah Asia Pasifik, menarik diri karena proses konsultasi dipandang tidak memadai dan tidak sungguh-sungguh menanggapi masukan dari kelompok tersebut. Proses demikian tidak akan mampu mencerminkan keprihatinan masyarakat sipil sesungguhnya terhadap peran Bank Dunia di industri ekstraktif.

Ketidaksungguhan dalam proses antara lain terlihat dari beredarnya sebuah draft dokumen berisi kesimpulan proses EIR, berjudul Compilation of Consultation Inputs, (www.eireview.org) yang diedarkan sebelum dilaksanakannya lokakarya. Dokumen tersebut memuat: (1) Konsultasi Masyarakat Adat; (2) Konsultasi Asia-Pasifik; dan (3) konsultasi Timur Tengah dan Afrika Utara. Draft ini sama sekali tidak mencerminkan masukan dari kelompok masyarakat sipil sebelumnya karena draft tersebut menyebutkan bahwa keterlibatan Bank Dunia masih dibutuhkan dalam industri ekstraktif di Asia Pasifik, padahal konsultasi dengan masyarakat sipil dan Ornop belum dilakukan.

Emil Salim sendiri menyayangkan mundurnya kelompok masyarakat sipil dari lokakarya tersebut, padahal pertemuan ini merupakan kesempatan untuk menyampaikan kritik karena pucuk pimpinan industri ekstraktif hadir pada pertemuan konsultasi dengan masyarakat sipil.

Dalam konsultasi di Bali, Emil Salim menyebutkan bahwa masalah jender dan keterbukaan menyangkut pendapatan negara menjadi dua isu utama yang harus ditangani industri ekstrakfif. Menurutnya, penanganan kedua isu tersebut sudah mendapat kesepakatan dari masyarakat sipil, pemerintah, dan pihak industri ekstraksi.

Di tempat terpisah, pada tanggal 13-15 April 2003 di Oxford (Inggris), Tebtebba Foundation (Filipina) dan Forest Peoples Programmes (Inggris) mengadakan lokakarya internasional sebagai bagian dari proses kaji ulang independen mengenai “Masyarakat Adat, Industri Ekstraktif, dan Bank Dunia”. Dalam lokakarya ini, masyarakat adat menolak mitos 'industri ekstraktif mampu mendukung pembangunan berkelanjutan' karena berdasarkan pengalaman mereka, industri tersebut menciptakan masalah sosial dan lingkungan yang serius. Industri ekstraktif justru menciptakan kemiskinan dan kesenjangan struktur sosial dalam komunitas, serta tidak menghargai budaya dan hukum adat setempat. Dengan demikian, kelompok ini meminta dihentikannya pendanaan dari lembaga keuangan internasional, keterlibatan pemerintah dalam industri ekstraktif, dan investasi baru, sampai ada jaminan pengakuan sepenuhnya atas hak-hak masyarakat adat.

Sumber berita mengenai Kaji Ulang Industri Ekstraktif Asia Pasifik:
www.balipost.co.id, Kompas, 1 Mei 2003
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi koordinator kampanye AMAN, Rukka S Sombolinggi (rumahaman@cbn.net.id) atau dalam situs www.walhi.or.id
Sumber untuk pernyataan masyarakat adat dalam lokakarya di Oxford dapat diakses di http://forestpeoples.gn.apc.org/briefings.htm (bahasa Inggris) dan http://dte.gn.apc.org/aman.htm (bahasa Indonesia)


Tersingkirnya Masyarakat Adat dalam Proyek Pembangunan

Pada 21 Maret 2003, puluhan pegiat Ornop yang tergabung dalam Aliansi Menolak World Bank Sebagai Alat Kapitalisme Global untuk Menguasai Sumber Daya Alam mendesak Bank Dunia agar hengkang dari Indonesia karena sejumlah industri ekstraktif (tambang, minyak dan gas) yang didanainya menyebabkan kerusakan lingkungan dan pemiskinan penduduk. Menurut Ornop, asumsi bahwa eksploitasi sumberdaya tambang, minyak, dan gas dapat berkontribusi pada pembrantasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, tidak terbukti benar. Bahkan sebaliknya, kehadiran perusahaan-perusahaan transnasional seperti PT Freeport Indonesia (Papua), Kelian Equatorial Mining (Kaltim), Indo Muro Kencana (Kalteng), UNOCAL (Kaltim), dan INCO Sulawesi Tenggara, telah menimbulkan permasalahan sosial dan kerusakan lingkungan yang serius.

Selain itu, 95 kelompok dari 24 negara menyerukan OPIC (Overseas Private Investment Corporation) untuk membatalkan US$ 350 juta yang rencananya akan digunakan oleh UNOCAL untuk membangun proyek minyak dan gas lepas pantai di Kalimantan Timur. Permintaan tersebut didasari adanya indikasi kuat bahwa proyek tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan pelanggaran HAM terhadap komunitas adat di sekitar lokasi penambangan.

Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Tom Griffiths dari Forest Peoples Programme menemukan bahwa hanya 3 dari 27 lembaga pembangunan internasional yang dalam kebijakannya telah memperhatikan hak masyarakat adat.

Diabaikannya hak-hak masyarakat adat ini tidak saja ditemui pada proyek-proyek industri ekstraktif, tetapi juga pada proyek pembangunan lainnya. Di samping tidak diperhatikannya hak ulayat masyarakat adat, kelompok masyarakat itu sendiri seringkali mendapatkan dampak negatif pembangunan terhadap komunitas mereka.

Berkaitan dengan itu, puncak Hari Bumi 22 April 2003 bertemakan Selamatkan Toba Samosir Selamatkan Bumi, dilaksanakan di Sirait Uruk, Porsea (Sumut) dengan maksud memperingati perjuangan antara masyarakat lokal melawan ketidakadilan Indorayon/Toba Pulp Lestari, sebuah perusahaan bubur kertas di Sumatra Utara.

Dengan demikian, walaupun sejak KTT Bumi 1992 lembaga-lembaga pembangunan internasional selalu menyerukan pentingnya melibatkan masyarakat sipil dan masyarakat adat ke dalam proses pengambilan keputusan, pada kenyataannya dalam proyek-proyek mereka lembaga tersebut gagal melaksanakan pelibatan tersebut.

Sumber:
http://forestpeoples.gn.apc.org
http://lnweb18.worldbank.org/oed
www.jatam.org
Environmental Defense, 2 April 2003
www.walhi.or.id


Kaji ulang implementasi OED tahap kedua (OD4.20) yang menilai kualitas implementasi kebijakan Bank Dunia mengenai masyarakat adat dalam 47 proyek Bank Dunia yang dilakukan tahun 1992-2000, termasuk evaluasi lapangan terhadap yang dilakukan atas 20 proyek tersebut, dapat dilihat pada :
http://lnweb18.worldbank.org/oed/oeddoclib.nsf/24cc3bb1f94ae11c85256808006a0
046/acee14f0e07cd8f385256d0b0073946a/$FILE/IP_evaluation_phase_2.pdf


Pencairan Pinjaman IMF dan Komitmen Reformasi Ekonomi Indonesia

Setelah Badan Eksekutif IMF meninjau pencapaian target reformasi ekonomi, pada akhir Maret 2003 Indonesia memperoleh pinjaman dana pinjaman segar dari IMF sebesar US$469 juta, termasuk dana US$5 juta yang merupakan komitmen pemerintah untuk melaksanakan program reformasi ekonomi struktural. Di luar itu, IMF juga menekankan perlunya reformasi di bidang perundang-undangan dan peradilan. Anne Krueger (Deputi IMF) mengatakan bahwa IMF cukup puas atas kemajuan Pemerintah Indonesia dalam mencapai target reformasi ekonomi walaupun masih harus melanjutkan program tersebut untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.

Para ahli ekonomi berpendapat bahwa cairnya pinjaman dari IMF merupakan bukti komitmen pemerintah dalam melakukan paket program reformasi ekonomi. Namun demikian, Pardi Kendi seorang analis pasar uang, berpendapat pencairan dana IMF ini tidak akan mendorong terjadinya peningkatan nilai tukar rupiah. Menurut pakar ekonomi tersebut, karena saat ini fluktuasi nilai tukar tidak lagi dipengaruhi oleh suntikan dana segar tetapi oleh kondisi pasar terutama oleh konflik di Irak.

Invasi AS ke Irak dan menyebarnya penyakit SARS, membuat IMF dan Bank Dunia mengkhawatirkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang dijangkiti virus tersebut, terutama di Asia.

Karena perekonomian Asia banyak bertumpu pada sektor bisnis dan pariwisata yang menuntut jaminan kesehatan dan keamanan di negara-negara tujuan, maka penyebaran SARS memberikan dampak penurunan ekonomi yang cukup signifikan. Diperkirakan GDP negara-negara Asia akan turun 25% akibat penyakit SARS, dan GDP Indonesia diperkirakan turun 0,2%. Hal ini merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan bagi perekonomian Indonesia yang sedang dalam tahap pemulihan dengan mengandalkan ekspor komoditi non-migas dan pariwisata.

Sementara itu, invasi ke Irak lebih berdampak pada ekspor komoditi non-migas karena pasar terbesar berada di Amerika Serikat. Dalam kondisi sulitnya investor, konsumsi domestik dan ekspor merupakan salah satu andalan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sumber:
Jakarta Post, 1 April 2003
www.thejakartapost.com, 4 April 2003
The Independent, 12 Maret 2003, www.independent.co.uk
Dow Jones Newswires; email: alan.yonan@dowjones.com, http://sg.biz.yahoo.com


Pernyataan Sikap Ornop: Pemutusan Hubungan Kerjasama dan Boikot terhadap Produk AS

Sebagai pernyataan sikap politik dan dukungan terhadap penegakan HAM dan demokrasi akibat invasi Amerika Serikat ke Irak, Eksekutif Nasional WALHI memutuskan untuk menghentikan segala bentuk kerjasama dengan lembaga pembangunan yang memiliki hubungan dengan pemerintahan AS, Inggris, dan Australia. WALHI menghentikan kerjasama dengan USAID dan dalam waktu dekat akan menyelesaikan administrasi kerjasama yang telah berjalan. Selain itu, WALHI juga menghentikan proses negosiasi kerjasama dengan DFID (the Department for International Development of the UK), dan AusAid (Australian Agency for International Development).

Selain WALHI, Ornop lain yang memutuskan hubungan dengan lembaga pembangunan AS, Inggris dan Australia adalah:

Pemutusan hubungan sejauh ini hanya pada lembaga-lembaga donor yang didanai langsung oleh Pemerintah AS, Inggris dan Australia.

Sumber:
http://www.minesandcommunities.org/Action/press134.htm
Jakarta Post 31 Maret 2003
www.infid.org,
Laksamana.Net 25 Maret 2003
www.walhi.or.id


Beberapa Perkembangan Proyek Air Di Indonesia ADB: Dana Hibah

ADB memberikan dana hibah sebesar US$ 1 juta bagi pemerintah Indonesia berupa bantuan teknis untuk membangun pelayanan air bersih dan kesehatan, bagi kelompok miskin di pedesaan dan semi-urban. Dana ini diberikan dengan pertimbangan bahwa buruknya kondisi air bersih dan sanitasi menjadi penyebab utama timbulnya penyakit diare, cacingan, dan penyakit kulit yang merupakan jenis-jenis penyakit utama di Indonesia. Proyek ini akan dilaksanakan di 4—6 provinsi yang akan ditentukan kemudian. Pemilihan provinsi sasaran oleh Departemen Kesehatan didasarkan pertimbangan kondisi kemiskinan, cakupan pelayanan air bersih dan sanitasi, serta adanya/banyaknya penyakit yang berhubungan dengan air.
Sumber: www.thejakartapost.com, 3 April 2003


Bank Dunia: Air Sebagai Kunci Pemacu Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan

Dalam Third World Water Forum di Kyoto, Jepang, Ian Johnson, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan, menggarisbawahi pentingnya menciptakan insentif yang tepat di dalam peningkatan pelayanan air, yaitu transparansi dan partisipasi, penentuan harga air dan pelayanan air, dan batasan mengenai hak dan kewajiban atas air. Menurut Johnson pula, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengubah paradigma pembangunan dengan melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, komunitas, sektor swasta dan institusi pembangunan.

Melihat fakta bahwa dana yang dimiliki oleh negara berkembang tidak mencukupi untuk pembangunan dan peningkatan manajemen air bersih, maka dalam G-8 Summit yang akan diselenggarakan di Evian (Perancis) pada bulan Juni 2003, negara-negara maju yang tergabung dalam G-8 diminta untuk memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara berkembang. Dua agenda aksi yang akan dilakukan adalah peningkatan investasi pada pelayanan air bersih dan reformasi dalam manajemen pelayanan air bersih. Peningkatan investasi dilakukan dengan menarik dana dari masyarakat, investasi swasta lokal dan asing, serta dana bantuan internasional. Sementara reformasi yang dibutuhkan adalah dengan meningkatkan partisipasi pengguna air dan organisasi masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan, membangun kerjasama pemerintah-swasta dalam menarik sumber-sumber dana, dan menggunakan kerangka kerja yang menjamin keberlanjutan lingkungan dan sosial (lihat DTE Factsheet LKI 28 Maret 2003). Sektor-sektor terkait dengan air yang penting direformasi adalah manajemen sumberdaya air, sistem penyediaan air dan sanitasi, irigasi dan drainase, pembangkit listrik tenaga air, dan keberlanjutan lingkungan.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kyoto – Kristyn Ebro 090-6942-4580, kebro@worldbank.org
Richard Uku  090-6942-4657, ruku@worldbank.org
DC –  Sergio Jellinek  202-458-2841, sjellinek@worldbank.org
www.worldbank.org/water dan www.worldbank.org/watsan

Masih berkaitan dengan itu, Albert Wright (Co-Chairman of the Task Force on Water and Sanitation for the UN Millenium Development Goal/MDG Project) pada bulan April berkunjung ke Indonesia atas undangan Bank Dunia untuk mengkaji situasi sanitasi di Indonesia yang hasilnya akan digunakan untuk menyusun kerangka kebijakan perbaikan akses terhadap sarana sanitasi dasar untuk kelompok miskin.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Mr. Yosa Yuliarsa (62-21-5299-3179) dan Mr. Mohamad Al-Arief (62-21-5299-3084) atau www.worldbank.org atau www.wsp.org dan www.un.org

Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan IMF

Pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF yang diadakan setiap musim semi dilaksanakan pada tanggal 12-13 April 2003 di Washington DC. Pertemuan internal membahas kemajuan kerja dan strategi ke depan. Selain itu, dijadwalkan pula pertemuan dengan Ornop.

Sumber dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada www.imf.org dan informasi terkini dapat dilihat pada http://www.brettonwoodsproject.org

Berikut ini beberapa jadwal yang terkait:

  1. Diskusi Bank Dunia mengenai Agenda Harmonisasi dan Review Kebijakan Safeguarding, 9 April 2003.
  2. Diskusi mengenai Kemajuan Program Low Income Countries Under Stress (LICUS) Initiative, 9 April 2003.
  3. Kemajuan Program Kerja Independent Evaluation Office (IEO), 9 April 2003
  4. Diskusi mengenai Kemajuan Program Heavily Indebted Poor Countries (HIPC) Initiative, 10 April 2003
  5. Konsultasi dengan Tim Peneliti yang menyusun Laporan Pembangunan Dunia 2004: Menciptakan Pelayanan yang Terjangkau oleh Masyarakat Miskin (The World Development Report 2004: Making Services Work for Poor People), 10 April 2003
  6. Diskusi IMF mengenai Transparansi Fiskal, 10 April 2003
  7. Kemajuan Mekanisme Aturan Restrukturisasi Utang IMF, 14 April 2003
Hasil pertemuan tersebut lebih lanjut dapat dilihat pada:
www.worldbank.org
www.imf.org
http://www.brettonwoodsproject.org/topic/annualmtgs/spring2003.shtml


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://dte.gn.apc.org


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link