Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 39, Oktober 2004


Lembar informasi mengenai LKI ini merupakan edisi terakhir untuk kali ini.

DTE sedang mengkaji ulang dan memutuskan cara yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya kami dalam menyikapi LKI.

Kami menunggu masukan Anda sekalian mengenai manfaat lembar LKI dwibahasa yang telah kami terbitkan beserta saran mengenai bentuk alternatif dan topik-topik yang cocok untuk publikasi kami.

Silakan sampaikan masukan dan saran Anda kepada dte@gn.apc.org.



Tanggapan Manajemen Bank Dunia Atas Rekomendasi Tim Kaji Ulang Industri Ekstraktif (EIR)

Pada tanggal 3 Agustus 2004, Kelompok Bank Dunia memutuskan untuk menanggapi hasil Kaji Ulang Industri Ekstraktif dan laporan evaluasi independen yang dilakukan dalam lingkungan internal Bank Dunia. Dalam surat tanggapannya, Manajemen Bank Dunia menyampaikan bahwa investasi pada industri ekstraktif menguntungkan kaum miskin dan kebanyakan orang, seperti dikatakan James D. Wolfensohn, Ketua dan Presiden Kelompok Bank Dunia. Manajemen dalam usulannya mengatakan bahwa Kelompok Bank Dunia akan tetap meneruskan investasi pada sektor minyak, gas, dan pertambangan; dan hal itu akan tetap merupakan bagian penting dalam pembangunan di negara-negara miskin. Dan ketika negara-negara tersebut akan mengembangkan sumber dayanya, modal dan keahlian yang dimiliki Kelompok Bank Dunia akan membantu memastikan proyek-proyek tersebut memenuhi standar-standar lingkungan, sosial, dan tata pemerintahan yang baik. Selain itu, penerimaan dari proyek-proyek tersebut akan digunakan secara transparan dan efektif.

Untuk itu, Bank Dunia akan tetap berpegang untuk memperbaiki situasi kemiskinan dan memastikan untuk mengembangkan inisiatif penggunaan energi terbarukan. Kelompok Bank Dunia akan mengeluarkan tinjauan tahunan yang memuat kemajuan pencapaian tujuan pemenuhan standar-standar tersebut. Dalam proses ini, Kelompok Bank Dunia akan mengupayakan kerjasama dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.

Berkaitan dengan keputusan Kelompok Bank Dunia untuk tetap berinvestasi dalam sektor industri ekstraktif, ada 7 pembaruan kebijakan yang akan diupayakan, yaitu:

  1. Pengurangan Kemiskinan - dibuat indikator baru untuk menilai dampak proyek;
  2. Transparansi - mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis untuk mengumumkan penerimaan keuntungan dari industri ekstraktif;
  3. Tata Pemerintahan - dengan menetapkan indikator kualitas manajemen fiskal, transparansi, dan kebijakan anti korupsi;
  4. Mengembangkan Energi Terbarukan - Bank Dunia akan memimpin kerjasama dengan berbagai stakeholders untuk memastikan terlaksananya agenda efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan;
  5. Kelompok Bank Dunia akan memperkuat prosedur yang memungkinkan partisipasi komunitas lokal. Bank Dunia hanya akan mendukung proyek yang memiliki dampak positif pada komunitas lokal, termasuk masyarakat adat, setelah sebelumnya melalui proses konsultasi publik;
  6. Komposisi Sektoral - Kelompok Bank Dunia akan mengembangkan gas alam dan alternatif bahan bakar, dan komitmen untuk bekerja sama dengan stakeholder, mengembangkan kapasitas dan mengidentifikasi peluang kerjasama;
  7. Isu Sosial dan Lingkungan - Kelompok Bank Dunia akan terus menyempurnakan dan memperbarui pendekatan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan.

Tanggapan Bank Dunia yang memutuskan untuk menolak rekomendasi mendasar dari EIR dengan meneruskan keterlibatannya didalam investasi minyak, gas dan pertambangan menunjukkan sikap Bank Dunia yang lebih mementingkan kelompok-kelompok bisnis dan pemerintahan daripada hak-hak masyarakat adat dan marginal. Bank Dunia tidak secara serius menanggapi dan mengimplementasikan rekomendasi penting yang dihasilkan oleh EIR.

Dalam peringatan 60 tahun Bank Dunia, sejumlah Ornop yaitu Christian Aid, Friends of the Earth, People and Planet, Indegenous People Links, Rising Tide, Platform Research and Forest People Programme, meminta DFID untuk memantau bahwa Bank Dunia benar-benar melaksanakan rekomendasi yang dihasilkan Tim EIR. Di Indonesia, Longgena Ginting, Direktur Nasional WALHI, mengatakan bahwa keterlibatan Bank Dunia dalam sektor industri ekstraktif tersebut tidak sesuai dengan misi pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.

Sumber:
www.ifc.org
www.worldbank.org
www.foe.co.uk/resource/press_releases/wake_up_call_on_world_bank_21072004.html
Ngoforum yahoo group
Kompas, 22 Juli 2004


IFC dan Kaji Ulang Kebijakan Sosial dan Lingkungan: Kesempatan bagi Ornop untuk Memberikan Input

Korporasi Keuangan Internasional (International Finance Corporation- IFC) akan memulai konsultasi regional untuk mengkaji ulang kebijakan sosial dan lingkungannya, termasuk lebih dari 70 teknik standar polusi. Proses konsultasi publik yang mencakup konsultasi per wilayah untuk kebijakan pengamanan (safeguard policies) IFC akan berlangsung antara Agustus dan Desember tahun ini. Konsultasi regional di Asia akan diadakan pada bulan Oktober. Proses untuk mengkaji ulang standar polusi diperkirakan akan berlangsung lebih dari dua tahun.

Kajian ini penting untuk mempengaruhi standar-standar IFC. Standar-standar sosial dan lingkungan IFC banyak digunakan oleh institusi pemerintah dan swasta yang berpengaruh seperti: OECD yang terdiri dari 29 negara industri dan Equator Bank yang terdiri dari 20 lembaga internasional. Kesempatan konsultasi regional ini dapat menjadi peluang bagi Ornop mendorong banyak isu dari rekomendasi Kaji Ulang Industri Ekstraktif (EIR) yang tidak ditanggapi dengan baik oleh Bank Dunia. Isu mendasar adalah mempertanyakan sikap IFC untuk terlibat didalam sektor pertambangan dan apakah masyarakat adat memiliki hak untuk menolak keberadaan industri-industri yang akan merugikan mereka. Untuk terlibat dalam proses ini, diharapkan agar Ornop mengambil sikap aktif untuk memberikan input dan mengadvokasinya. Ornop dapat mendaftar dengan mengirimkan email kosong ke GRRR-subscribe@topica.com Singkatan dari Global Rights, Rules and Responsibilities (Hak, Aturan dan Kewajiban Global).

Sumber:
www.topica.com


Kebijakan Penyesuaian Struktural Baru Bank Dunia: New Development Policy Lending (Kebijakan Pinjaman Pembangunan Baru)

Setelah melalui proses konsultasi dengan anggota, stakeholder, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, tanggal 15 Juli 2004 Badan Pelaksana Bank Dunia mengeluarkan Draft Kebijakan Baru mengenai pinjaman struktural yang dinamai Development Policy Lending kode OP 8.60 untuk menggantikan program lama Structural Adjustment Programme (SAP). Penggantian ini meliputi perubahan sejumlah instrumen, termasuk pinjaman penyesuaian sektoral, pinjaman penyesuaian struktural dan kredit untuk mendukung pengurangan kemiskinan. Lingkup kebijakan berhubungan dengan isu perancangan, fiduciary arrangements (perjanjian bahwa pencairan dana bisa dilakukan apabila terjadi transparansi dan dukungan dan kepercayaan publik), pilihan pembiayaan, serta diseminasi dan keterbukaan (disclosure).

Proses konsultasi meliputi

  1. konsultasi paper kebijakan dan pengalaman keberhasilan di beberapa negara yang telah mencoba skema baru tersebut dan
  2. konsultasi paper isu.
Konsultasi paper kebijakan dilakukan selama November 2003-Juni 2004 di Cape Verde, Madagaskar, Swedia, Colombia, Polandia, Nigeria, dan Perancis. Konsultasi paper isu dilakukan selama Juli 2002-Januari 2003 di Yordania, Korea, Meksiko, Pakistan, Polandia, Senegal, Tanzania, Inggris, dan Amerika Serikat. Selain itu, Bank Dunia juga menerima tanggapan dari masyarakat luas melalui situsnya yang dibuka sampai dengan Juni 2004. Pada prinsipnya putaran konsultasi ini dilakukan untuk menerima masukan dari pemerintah, masyarakat sipil dan akademisi mengenai substansi, model dan metodologi pinjaman berbasis kebijakan.

Program Milik Negara. Tidak ada lagi satu cetak biru yang berlaku di semua negara, tapi tergantung pada kebutuhan masing-masing negara. James Adams, Wakil Presiden merangkap Kepala Kebijakan Operasi dan Jaringan Pelayanan Negara Bank Dunia, mengatakan bahwa Bank Dunia telah belajar bahwa kunci utama pertumbuhan ekonomi adalah memberi aturan hukum bagi masyarakat luas dan sektor swasta, serta berfungsinya peradilan. Kebijakan penyesuaian struktural akan ditentukan oleh masing-masing negara melalui konsultasi dengan masyarakat sipil dan swasta, setelah mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Ke depan, Bank Dunia hanya akan memberi dukungan pada negara-negara yang memiliki kebijakan yang bagus, dapat berjalan, dan sepenuhnya merupakan inisiatif pemerintah dan masyarakatnya.

Fokus Jangka Panjang. Program tidak lagi bersifat jangka pendek dan menengah untuk mengatasi krisis, tetapi mencakup perubahan-perubahan kelembagaan yang kompleks yang memerlukan pendekatan bertahap dalam jangka panjang. Perubahan tersebut meliputi penguatan kebijakan pendidikan dan kesehatan, perbaikan lingkungan investasi, mengatasi kelemahan tata pemerintahan, manajemen pengeluaran publik, dan pertanggungjawaban keuangan publik.

Evolusi Persyaratan Pinjaman. Ke depan, pinjaman penyesuaian struktural akan dicairkan setelah program yang diajukan suatu negara selesai dijalankan; tidak lagi atas kesepakatan sebelum program dilaksanakan. Dengan demikian, Bank Dunia dan negara-negara penerima pinjaman dapat mencapai pemahaman mengenai tujuan dan bagaimana menilai kemajuan. Jika keduanya sepakat, pinjaman akan diberikan untuk operasional pelaksanaan program di tahun berikutnya.

Setelah diumumkan keluarnya draft kebijakan baru ini, Bank Information Center (BIC) menemukan bahwa draft tersebut gagal menanggapi saran-saran kritis dari masyarakat sipil dan pemerintah. Dalam suratnya kepada Direktur Pelaksana Bank Dunia, BIC meminta Bank Dunia agar tidak mensahkan Development Policy Lending karena kebijakan tersebut (1) gagal memasukkan rekomendasi yang dihasilkan oleh 3 tim kajian yaitu IDA-13 Replenishment Agreement, Revisi Kebijakan Kehutanan, dan Kaji Ulang Industri Ekstraktif; (2) tidak memberikan transparansi dan pertanggungjawaban yang cukup untuk memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan pinjaman; (3) tidak mengandung persyaratan sosial dan lingkungan yang khusus sebagai persyaratan pinjaman baik secara langsung maupun tidak langsung, pada sektor-sektor kritis seperti kehutanan dan industri ekstraktif.

Sumber:
www.worldbank.org
www.bicusa.org/bicusa/issues/structural_adjustment/1519.php
www.kau.or.id/


Indonesia Tidak Gunakan USD150 Juta Pinjaman IDA

Dalam peringatan 60 tahun Bank Dunia yang diselengarakan oleh International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) di Jakarta, Bert Hofman, selaku Lead Economist merangkap Acting Director Bank Dunia, menyatakan bahwa Indonesia selama tahun 2003 tidak memanfaatkan alokasi pinjaman IDA sebesar USD 150 juta dengan alasan belum ada persetujuan mengenai proyek-proyek pemerintah yang akan didanai. Akibatnya pinjaman itu dialihkan untuk Vietnam.

IDA adalah bagian dari kelompok Bank Dunia yang menyediakan pinjaman berbunga 0% untuk negara yang mengalami kesulitan. Sejak krisis ekonomi 1997, Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang dianggap pantas menerima pinjaman IDA. 53% pinjaman IDA diberikan kepada 10 negara yang paling mengalami kesulitan.

Sebagai perbandingan, Indonesia memperoleh pinjaman dari Bank Dunia dan IDA sebanyak USD 400 juta. Sementara pinjaman untuk Vietnam hanya berasal dari IDA sebesar USD 600-700 juta.

Sumber: Kompas 22 Juli 2004


Suara Ornop Pada Peringatan 60 Tahun Bank Dunia

Hannah Ellis, dari Friends of the Earth, mengatakan bahwa DFID harus mengemukakan kegagalan Bank Dunia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Sekaranglah waktunya untuk menggugah Bank Dunia untuk menerapkan rekomendasi EIR sebagai langkah pertama yang penting. Bank Dunia adalah lembaga publik yang diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan, tetapi kenyataannya malah mendukung industri dan mengambil keuntungan sebelum hasil-hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat dan lingkungan.

Jonathan Glennie, Staf Kebijakan Senior Christian Aid menambahkan hal yang sama mengenai peran yang sebaiknya diambil DFID. Jika DFID serius terhadap pengentasan kemiskinan sekarang adalah waktunya untuk mengadakan pembicaraan serius dengan Bank Dunia.

Pada aksi Global Day 22 Juli 2004, Ornop mengingatkan Bank Dunia untuk: (1) memberikan hak komunitas untuk memutuskan jalur pembangunan mereka sendiri, (2) menghentikan investasi pada sektor minyak, tambang, dan gas, (3) menghormati hak asasi manusia, (4) menghentikan program-program pembangunan bendungan-bendungan besar dan mendorong inisiatif-inisiatif mengembangkan energi terbarukan, (5) memberlakukan transparansi penuh, dan (6) membatalkan 100% utang negara miskin.

Aksi Global Day dilakukan di beberapa tempat di dunia, termasuk di Indonesia, Inggris, dan Bolivia. Di Indonesia, dilakukan unjuk rasa di Jakarta, Yogyakarta, Makassar, dan Riau. Aksi ini dimotori oleh beberapa Ornop. Walhi, Koalisi Anti Utang (KAU), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Liga Mahasiswa Nasional Indonesia (LMND) di Jakarta menyatakan bahwa Bank Dunia telah gagal menjalankan mandatnya mengatasi kemiskinan melalui pembangunan berkelanjutan. Sekretaris International NGO Forum on Indonesia Development, Binny Buchori mengungkapkan walaupun Bank Dunia mengalami perubahan, tetapi perilaku mencampuri kepentingan dalam negeri peminjam tetap terjadi, melalui prasyarat-prasayarat sebelum utang dikucurkan.

Dalam pernyataan sikapnya, Koalisi Anti Utang mengatakan bahwa Bank Dunia tidak memperhatikan pelaksanaan proyek yang menunjukkan kinerja negatif, seperti tidak tepat waktu dan korupsi. Padahal pemerintah berkewajiban membayar bunga utangnya. Akibatnya, beban negara membesar karena beban utang membubung tinggi. Dua contoh kebijakan pemerintah yang "berbau" campur tangan bank Dunia adalah disusunnya Undang-undang Anti Monopoli yang mendukung liberalisasi sistem ekonomi Indonesia dan Undang-undang Sumber Daya Air yang membuka peluang privatisasi air.

Sumber:
Kompas, 22 Juli 2004
Ngoforum yahoo group
www.foe.co.uk/resource/press_releases/wake_up_call_on_world_bank_21072004.html
www.foei.org/ifi/j22.html
www.aseed.net/callsandnews/wb-imf-60th-anniversary.htm


International Rivers Network

International Rivers Network memberikan pelayanan baru untuk kelompok-kelompok dan institusi-institusi masyarakat yang memonitor proyek-proyek air dan enerji dari Lembaga-lembaga keuangan internasional terutama proyek-proyek pembangunan bendungan-bendungan besar. Setiap bulannya, IRN akan menyusun daftar seluruh proyek-proyek air dan energi yang baru dari Bank Dunia and Bank-Bank Pembangunan Regional seperti ADB. Termasuk didalamnya adalah proyek-proyek yang telah disetujui.

Daftar pertama untuk Juli 2004 yang memuat 23 proyek-proyek baru di Afrika, Asia dan Amerika Latin dapat diakses di website IRN www.irn.org/programs/finance/index.asp?id=pipeline.html.

Sumber:
Website IRN www.irn.org


ADB dan Jepang Sponsori Pelatihan Manajemen Sumberdaya Air

Selama tanggal 26 Juli-2 Agustus 2004, ADB dan Jepang mensponsori pelatihan manajemen sumber daya air yang terintegrasi (IWRM) dan penguatan Komite Daerah Aliran Sungai (River Basin Committees) di Bangkok dan Chiang Mai (Thailand). Pelatihan ini bertujuan untuk merencanakan dan menerapkan pengaturan yang paling baik bagi daerah aliran sungai, baik dari perspektif ekonomi maupun ekologi, dan melibatkan semua stakeholder.

Apichart Anukularmphai, Presiden Asosiasi Sumberdaya Air Thailand dan penyelenggara kegiatan, menekankan bahwa pelatihan akan mencakup tidak hanya merencanakan IWRM tetapi juga bagaimana melembagakan pengaturan agar berfungsi dengan kondisi keunikan yang berbeda di beberapa negara Asia termasuk Indonesia.

Wouter Lincklaen Arriens, Ketua Spesialis Sumberdaya Air untuk ADB, mengatakan bahwa ADB sangat antusias untuk mendukung program pelatihan ini. Lebih lanjut dikatakannya IWRM adalah batu loncatan bagi kebijakan air ADB dan organisasi daerah aliran sungai adalah instrumen yang esensial bagi perencanaan dan penerapan IWRM.

Dari Indonesia ikut memberikan presentasi dalam pelatihan tersebut mengenai pengalaman pengelolaan sumber daya air dan daerah aliran sungai, antara lain Perum Jasa Tirta I dan II, Indonesian Water Partnership, Proyek Pembangunan Daerah Aliran Sungai Brantas dan Jeneberang.

Pelatihan ini pada prinsipnya merupakan bagian dari kesepakatan LKI untuk mendukung mekanisme pengelolaan sumber daya air yang menempatkan air sebagai komoditas ekonomi.

Sumber:
www.adb.org/Media/Articles/2004/5483_thailand_water_management_training_starts_today/default.asp

Makalah-makalah yang dipresentasikan dalam pelatihan ini secara lengkap dapat dilihat pada situs: www.adb.org/documents/events/2004/narbo/training/Thailand-program.asp

Kontak:
Dr.Apichart Anukularmphai
Thailand Water Resources Association
E-mail: gwp_seatac@ait.ac.th

Dr.Takeyoshi Sadahiro
Japan Water Agency
E-mail: takeyoshi_sadahiro@water.go.jp


Hibah Jepang 5,1 Milyar Yen Untuk Infrastruktur

Tanggal 26 Juli 2004 Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yutaka Iimura menandatangani pemberian hibah pemerintah Jepang sebesar 5,1 Milyar Yen (Rp. 425,5 milyar) untuk mendukung pembiayaan 4 (empat) proyek yaitu:

  1. proyek pemberian perlengkapan pengamanan di 7 (tujuh) bandara untuk menanggulangi masalah terorisme (Rp 62 milyar);
  2. proyek air bersih untuk daerah pedalaman di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Rp. 18,5 milyar);
  3. proyek rehabilitasi PLTU Gresik (Rp 164,8 milyar);
  4. perbaikan fasilitas riset untuk pelestarian keaneragaman hayati dan penggunaannya (Rp 108,2 milyar).

Selain bandara, Jepang juga membantu peningkatan peralatan keamanan untuk Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak dan Batam. Kemananan transportasi merupakan satu hal yang dianggap penting oleh negara-negara di kawasan ini karena berkaitan dengan kepercayaan pasar. Bantuan Jepang ini menunjukkan konsistensi perhatian pemerintah Jepang untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur untuk mendukung keamanan yang penting bagi pertumbuhan.

Sumber: Kompas 27 Juli 2004


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link