Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 35, November/Desember 2003


Pencairan Dana IMF

IMF telah menuntaskan kaji ulang pelaksanaan program reformasi ekonomi Indonesia ke-10 dan menyetujui pencairan pinjaman sebesar USD 493 juta dalam kerangka EEF (Extended Fund Facility atau Fasilitas Dana Perpanjangan). Setelah ini pemerintah masih harus menyelesaikan satu program lagi yang diikuti oleh pencairan pinjaman tahap akhir yang mengakhiri kerjasama Indonesia dengan IMF pada bulan Desember 2003.

Sebelumnya pada tanggal 15 September 2003, Bank Indonesia dan Pemerintah memberikan penjelasan pers mengenai keputusan opsi yang akhirnya diambil berkaitan dengan berakhirnya program dengan IMF. Indonesia memilih Post Program Monitoring (PPM) selama 18 bulan yang sebetulnya masih merupakan kelanjutan dari program IMF. Walaupun disebutkan bahwa pemerintah Indonesia dapat menyusun sendiri kebijakan ekonomi, pada kenyataannya Indonesia masih berada di bawah pengawasan IMF. Hanya saja pengawasan ini "lebih lunak" karena diwujudkan dalam bentuk dialog dan bukan lagi persyaratan pencairan pinjaman. Pilihan ini disebut dengan White Paper yang telah disahkan dalam Inpres No. 5/2003.

Anne Krueger, Deputi I Direktur Pelaksana IMF, mengatakan bahwa IMF menyambut baik putusan Indonesia untuk tidak lagi meminta pinjaman eksepsional atau darurat dari IMF setelah program ini berakhir. Tetapi, Indonesia masih bisa mendapatkan dukungan IMF selama sisa waktu program dan melanjutkan dialog kebijakan dengan IMF dalam kerangka Post Program Monitoring.

Pilihan PPM diambil demi menjaga kepercayaan investor. Indonesia dapat mencicil sisa utang pada IMF, tetapi tidak lagi mendapat fasilitas penjadwalan utang melalui Paris Club. Hal ini dirasa mengkhawatirkan karena dapat mempengaruhi ketersediaan dana APBN mendatang mengingat peningkatan investasi sendiri menuntut adanya jaminan kestabilan kondisi ekonomi dan politik. Walaupun sudah mencapai "kestabilan" ekonomi makro dalam beberapa bulan terakhir, tetapi pemerintah masih harus bersikap hati-hati menghadapi Pemilu 2004.

Sumber:
http://www.bi.go.id
Jakarta Post 16/09, 09/10
Kompas 10/10
http://www.laksamana.net/vnews.cfm?ncat=3&news_id=6061


Bank Dunia : US$243 juta untuk proyek pembangunan

Pada tanggal 1 Oktober 2003 di Jakarta, ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, masing-masing diwakili oleh Menteri Keuangan Boediono dan Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andrew Steer, untuk pinjaman bernilai total USD 242,6 juta. Dana ini akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan di bidang kesehatan dan sumber daya kelistrikan. Dari keseluruhan pembiayaan, sekitar 70% berupa pinjaman lunak IBRD (tingkat bunga 2,5%, dibayar dalam jangka waktu 20 tahun) dan 30% sisanya dibayar dari kredit sangat lunak IDA (tanpa bunga, pembayaran dalam jangka waktu 35 tahun; lebih jauh tentang IDA lihat Factsheet LKI no.1/Februari 2000).

Dua proyek tersebut adalah Proyek Restrukturisasi dan Penguatan Sektor Kelistrikan Jawa-Bali dan Proyek Gugus Kerja dan Pelayanan Kesehatan yang merupakan kelanjutan dari Proyek Kesehatan Propinsi I dan II (PHP I & II). Seperti halnya BUMN lainnya, PLN dan PGN juga diharuskan melakukan restrukturisasi keuangan dan korporatnya, yang mengarah pada privatisasi. Andrew Steer menegaskan, Bank Dunia mendukung investasi di bidang kesehatan dan infrastruktur dalam rangka memperkuat pertumbuhan di Indonesia.

Sumber :
www.worldbank.org/projects dan www.worldbank.or.id

Kontak :
Departemen Keuangan, Republik Indonesia
Eddy Effendy (021) 384 6663
0816-843717
edy.sj@depkeu.go.id
Kantor Bank Dunia, Jakarta
Mohamad Al-Arief (021) 5299-3084
malarief@worldbank.org


Forum Investasi Hutan

Pada tanggal 22-23 Oktober 2003 di Washington diadakan pertemuan Forum Investasi Hutan (Forest Investment Forum) yang diadakan oleh Bank Dunia, IFC, World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), WWF International, dan Forest Trends. Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari Interim Briefing Note di bulan Agustus. Bank Dunia dan Badan Eksekutifnya telah menyepakati bahwa kemitraan dengan sektor swasta dalam pengelolaan hutan merupakan hal yang esensial. Oleh karena itu, pertemuan ini membahas mengenai (1) pandangan dimana pentingnya, serta kesempatan dan hambatan apa yang dihadapi sektor swasta jika akan berinvestasi di negara berkembang dan negara yang sedang mengalami transisi ekonomi; (2) tindakan yang harus diambil Bank Dunia dan forum mitra ini untuk menciptakan kerangka kebijakan dan institusi bagi masuknya investasi sektor swasta; serta (3) menyusun panduan "best practice" mengenai manajemen pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial.

Diskusi panel dalam pertemuan ini menyajikan presentasi dari (1) kelompok industri yang diwakili perusahaan kehutanan utama di Rusia, Finlandia, AS, Cina, dan Swedia; (2) kelompok Komunitas Konservasi diwakili Rain Forest Alliance, Friends of the Earth, the Centre for International Forestry Research (CIFOR), WWF, dan the World Resources Institute; dan (3) kelompok Lembaga Keuangan meliputi perwakilan bank pembangunan multilateral, donor investasi perkayuan (timber), bank komersial, dan agen kredit ekspor.

Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 150 orang tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri praktek-praktek illegal logging, korupsi sektor kehutanan, dan meningkatkan kampanye untuk perlindungan hutan. Forum ini juga menyepakati pentingnya pengembangan kebijakan dan institusi yang dapat mengontrol praktek tersebut. Tahun depan, forum ini berencana untuk membangun konsensus antara berbagai pihak mengenai isu tersebut dan mencari alternatif pembiayaan skala kecil, serta mendorong usaha-usaha kecil dan menengah sebagai bagian dari kampanye untuk memproteksi hutan.

Kekurangan terbesar Forum ini yang mengundang kritik tajam dari kelompok Ornop adalah tidak dilibatkannya wakil-wakil masyarakat adat, kelompok-kelompok masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan serta organisasi-organisasi yang terlibat langsung dalam perlindungan hutan dan masyarakat yang hidup di sana.

Niat untuk mengajak perusahaan logging dan perkebunan-kehutanan terlibat secara sosial dan lingkungan barangkali baik adanya. Namun demikian, pengalihan tanggung jawab untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang berkelanjutan ke tangan sektor swasta bukan gagasan yang sehat. Hal itu mengingkari karakter sistem ekonomi dimana perusahaan saling bersaing dan tujuan difokuskan pada perolehan laba dan peningkatan nilai saham.

OED Bank Dunia pada tahun 2002 telah menerbitkan sebuah laporan bertajuk "Promoting Environmental Sustainability in Development - An Evaluation of the World Bank's Performance" yang menggambarkan lemahnya penanganan isu lingkungan dalam kegiatan sektor swasta (OED 2002, p. 14). Laporan tersebut lebih jauh menyatakan bahwa "sistem yang ada tidak menyediakan struktur akuntabilitas yang memadai untuk memenuhi komitmen Bank Dunia memasukkan keberlanjutan lingkungan kedalam sasaran-sasaran intinya dan untuk mengarus-utamakan lingkungan kedalam operasi-operasinya" (OED 2002, p. 24). Kesimpulan laporan itu adalah "reformasi mendasar terhadap proses implementasi dan akuntabilitas adalah hal yang kritis" (OED 2002, p.21).

Tanpa reformasi dan partisipasi meluas dari perwakilan masyarakat adat dan kelompok lainnya yang terkait dalam perlindungan hutan dan masyarakatnya, Forum Investasi Hutan hanya semakin menjatuhkan kredibilitas Bank Dunia dimata masyarakat yang terkena dampak dari Forum ini.

Sumber :
http://lnweb18.worldbank.org/ESSD/ardext.nsf/14ByDocName/EventsForestInvestmentForumOct2003
www.foei.org/forests/letter.html

Kontak :
Dr. Marcus Colchester, Director Forest Peoples Programme
Email: marcus@fppwrm.gn.apc.org

Lebih jauh mengenai hasil dari Forum ini dapat diakses di www.worldbank.org/sustainabledevelopment atau menghubungi John Spears (jspears@worlbank.org), Sergio Jellinek (sjellinek@worldbank.org) dan Kristyn Ebro (kebro@worldbank.org).


ADB : Persetujuan proyek baru

Dalam bulan September 2003, ADB menyepakati beberapa proyek baru antara lain :

Kredit Mikro Perdesaan yang dijalankan oleh Departemen Pertanian dalam dua tahap, pertama sebesar USD 123,80 juta dan kedua USD 600.000. Proyek ini bertujuan memperbaiki akses usaha perdesaan dan pertanian pada layanan kredit mikro yang sudah terinstitusionalisasi.

Kontak:
Departemen Pertanian : Yandri Ali, yandri@deptan.go.id, telp/fax. 62-21-7816085 atau
Endang Setyawati, endang@deptan.go.id, telp/fax. 62-21-7816085/7818654
Project Officer ADB : Paolo Spantigati (pspantigati@adb.org)

Pembangkit Gas dari Limbah (Gas Generation from Waste)
Proyek bantuan teknis senilai USD 500.000 ini ditujukan untuk mendapatkan cara-cara mengurangi efek rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan agro-industri. Kegiatan ini diharapkan menghasilkan panduan manajemen buangan dalam industri kelapa sawit dan mekanisme komersialisasi penggunaan gas metan dari POMs.

Project Officer
Sujata Gupta (632-6575)
Infrastructure Division, SERD
sgupta@adb.org

Pembangunan Saluran Gas
PGN (Perusahaan Gas Negara) membentuk konsorsium dengan sejumlah bank multilateral untuk membangun saluran gas sepanjang 1.800 km antara Kalimantan Timur dan Jawa Timur dengan prediksi biaya USD 1,5 milyar. Pembangunan ini ditujukan untuk mengatasi kekurangan pengadaan gas di Jawa Timur. ADB, Bank Dunia, dan sejumlah bank AS telah menjanjikan dukungan finansial sebesar USD 450 juta. PGN sendiri menyediakan USD 300 juta, sementara sisanya USD 750 juta akan diusahakan dari pihak lain. Konsorsium ini menggunakan prinsip bagi hasil untuk memudahkan pencarian calon investor.

Seperti sebelumnya, proyek-proyek baru ADB ini merupakan bagian dari strategi pengurangan kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dalam strateginya ADB mempercayai bahwa pengembangan infrastruktur dan institusi merupakan faktor pendukung untuk memperlancar pertumbuhan yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan. ADB merupakan salah satu institusi yang berkomitmen untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) dalam pengurangan kemiskinan.

Sumber :
http://www.adb.org/Documents/ADBBO/AOTA/35130022.ASP
http://sites.stockpoint.com/highmarkfunds/newspaper.asp
Asia Pulse 24/09


Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Dubai 19-24 September 2003

Delegasi dari 184 negara dan 2.000 wartawan hadir dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) tanggal 23-24 September 2003. Dalam pertemuan itu, para pemimpin ekonomi dunia menekankan perlunya usaha-usaha lebih lanjut guna mewujudkan target pembangunan milenium, yaitu memperbaiki kondisi di negara-negara berkembang pada tahun 2015. Dalam kesempatan ini pula Bank Dunia mengeluarkan publikasi terbaru mengenai World Development Report 2004: Making Services Work for Poor People (dapat dilihat di http://www.worldbank.org).

Pada pertemuan itu, negara-negara berkembang menuntut hak suara lebih besar dalam masalah pembangunan dan perdagangan internasional, dan mengecam apa yang mereka sebut "kurangnya demokrasi" pada Bank Dunia dan IMF. Negara miskin mulai sadar bahwa Bank Dunia dan IMF telah memasukkan prasyarat demokratisasi sebagai bagian dari persyaratan bantuan dan pinjaman, tetapi proses pengambilan keputusan di dalam kedua lembaga tersebut tidak demokratis. Menjawab keinginan negara-negara berkembang itu, Presiden Bank Dunia James D. Wolfensohn menyatakan bahwa terserah kepada anggota-anggota Bank Dunia dan IMF untuk memutuskan mengenai pemberian suara lebih besar kepada negara-negara berkembang.

Sementara itu, pimpinan IMF Horst Koehler menyatakan keyakinannya bahwa masalah perimbangan suara akan dapat dicapai suatu konsensus. Kenyataannya, apakah kita mengutamakan kepentingan negara miskin ataupun kepentingan stabilitas finansial internasional, yang dibutuhkan adalah kemampuan finansial dari negara-negara yang mampu menyediakan kapasitas tersebut.

Gubernur Bank Sentral Pakistan, Shaukat Aziz, mengatakan bahwa masalah pemberian hak suara lebih besar bagi negara berkembang merupakan masalah yang kompleks, dan terkait dengan kemampuan negara-negara berkembang untuk mempengaruhi disain dan isi agenda pembangunan internasional, bangunan keuangan internasional, operasional donor di negara masing-masing."

Dalam pertemuan ini, Wolfensohn mengatakan bahwa gagalnya negara-negara berkembang dan negara maju mencapai kesepakatan mengenai subsidi dan proteksi pertanian dan perdagangan dalam konferensi WTO di Cancun September 2003, merupakan peringatan bahwa keseimbangan kekuatan atau suara tersebut memang perlu. Kegagalan tersebut disayangkan karena pertumbuhan dunia hanya dapat dicapai melalui liberalisasi perdagangan. Negara berkembang tidak setuju adanya penghapusan subsidi pertanian karena kenyataannya negara-negara maju juga masih melakukan subsidi pertanian. Bank Dunia melihat bahwa negara maju mengalokasikan dana bagi negara berkembang sebesar USD 56 triliun, tetapi menghabiskan USD 300 triliun untuk subsidi pertanian dan USD 600 triliun untuk pertahanan.

Komentar Ornop
Demba Moussa Dembele, dari Forum for African Alternatives (Dakar, Senegal) mengatakan bahwa Bank Dunia telah memaksa negara-negara miskin untuk terbuka terhadap perdagangan dan investasi dari Utara dan meminta untuk percaya pada pasar global. Apakah Bank Dunia tahu bahwa pasar tersebut terdistorsi akibat subsidi dan hambatan perdagangan yang diciptakan negara-negara Utara. Seharusnya, tidak hanya negara miskin yang harus mengubah kebijakannya, tetapi juga negara Utara harus bertanggung jawab "memberikan" jalan yang justru semakin menjerumuskan ke kemiskinan yang lebih besar "

Selain itu, Ornop juga mempertanyakan proses akreditasi Ornop yang dapat hadir dalam pertemuan ini dan juga masalah representasi suara dalam pengambilan keputusan di dalam IMF dan Bank Dunia yang sepertinya tidak imbang antara negara kaya dan berkuasa dengan negara miskin dan lemah.

Pertemuan IMF-Bank Dunia selanjutnya tahun 2006 akan diadakan di Singapura. Singapura merupakan negara di Asia Tenggara yang mendukung liberalisasi pasar dan secara aktif mendukung program LKI melalui kolaborasinya dalam proyek-proyek kerjasama teknis serta sumbangan finansial.

Sumber :
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL
http://www.imf.org
http://www.investorindonesia.com

Hasil pertemuan dapat dilihat pada situs :
http://www.ifiwatchnet.org
http://www.brettonwoodsproject.org
http://news.bbc.co.uk/1/hi/business/3136176.stm

Kontak di Dubai:
Gerry Rice +971-50 559-7489 grice@worldbank.org
Andrew Kircher +971-50 559-7253 akircher@worldbank.org


Konferensi Regional II Strategi Pengurangan Kemiskinan

Pada tanggal 16-18 Oktober 2003 di Phnom Penh (Kamboja) diselenggarakan konferensi regional II mengenai Strategi Pengurangan Kemiskinan (PRSP) di Asia Timur dan Pasifik. Konferensi ini diselenggarakan oleh ADB, IMF, UNDP, dan Bank Dunia. Partisipan yang hadir adalah perwakilan dari Kamboja, Indonesia, Lao PDR, Mongolia, Timor Leste, dan Vietnam. Delegasi ini terdiri dari pemerintah, parlemen, masyarakat sipil, lembaga riset dan akademik, sektor swasta dan perwakilan mitra luar. Selain itu juga datang pemerhati dari Bangladesh, Nepal, Pakistan, Papua New Guinea, dan Srilanka.

Konferensi ini bertujuan untuk melakukan kaji ulang dan bertukar pengalaman mengenai pengembangan strategi penanggulangan kemiskinan di negara-negara Asia Timur, mengidentifikasi hambatan dan tantangan dalam merancang dan melaksanakan strategi tersebut, dan menyusun "pelajaran" yang dapat membantu memformulasikan pandangan ke depan untuk setiap negara dan melakukan replikasi di negara berkembang lainnya.

Sebelumnya, pada tanggal 17-18 September 2003 di Kamboja diselenggarakan Workshop Regional II Gender dan Strategi Pengurangan Kemiskinan. Workshop ini masih dalam kerangka pertukaran pengalaman dan advokasi mengenai gender dalam kaitannya dengan PRSP yang sedang disusun masing-masing negara. PRSP sendiri merupakan bagian dari upaya mencapai target Millenium Development Goal, salah satunya mengurangi kemiskinan sampai dengan setengahnya di tahun 2015. Dalam workshop ini, Ornop Indonesia diwakili oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Lembaga Pengembangan Teknologi Pertanian (LPTP), dan Yayasan Mitra Usaha (YMU). Perwakilan Ornop ini mempresentasikan kertas posisi mengenai Gerakan Anti Pemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) yang meminta perlunya perubahan peran dan posisi semua pihak, termasuk lembaga donor di dalam memandang persoalan kemiskinan struktural di Indonesia.

Sumber :
http://Inweb18.worldbank.org/eap
Untuk informasi lebih lanjut mengenai PRSP dan GAPRI (Gerakan Anti Pemiskinan Rakyat Indonesia) di Indonesia dapat menghubungi :
Fakhrul Syah Mega, jari@indo.net.id, www.jari.or.id
Titik Hartini titik_har@hotmail.com atau asppuk@indo.net.id


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://dte.gn.apc.org


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link