Switch to English



Update Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional


No 27, Juli 2002


Masyarakat Korban Waduk Kotopanjang akan Menggugat Pemerintah Jepang

Sekitar 3000 penduduk dari 13 desa yang terkena dampak Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Kotopanjang - Sumatra, yang didanai oleh Badan Pembangunan Pemerintah Jepang, berencana mengajukan gugatan melalui Pengadilan Distrik Tokyo untuk menuntut ganti rugi dari badan-badan Pemerintah Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan Bank for International Cooperation dan Tokyo Electric Power Services, Co. (perusahaan swasta). Kasus ini akan menjadi perlawanan hukum pertama terhadap proyek yang didanai oleh bantuan pembangunan luar negeri Jepang.

Keempat lembaga tersebut terlibat dalam pembangunan Waduk Kotopanjang, yang memaksa 23.000 orang pindah-mukim ke lokasi lain. Waduk tersebut selesai dibangun pada tahun 1997 dengan biaya 31,18 milyar Yen (sekitar USD 270 juta). Waduk itu berada di perbatasan propinsi Riau dan Sumatra Barat. Warga yang tergusur mengatakan bahwa fasilitas yang ada di daerah baru tidak memadai, seperti air bersih, dan tidak ada jaminan peluang pekerjaan baru.

Akihiko Oguchi, yang mengepalai para pengacara Jepang yang mewakili para penggugat, mengatakan bahwa para penggugat dan warga setempat menggugat pemulihan keadaan hidup mereka dan lingkungan hidup. Sementara itu semakin banyak warga menghendaki pembangunan waduk dihentikan. Selanjutnya, Oguchi mengatakan para penggugat tidak mungkin memaksa pemerintah Jepang membatalkan pembangunan waduk karena pemilik sebenarnya proyek tersebut adalah Pemerintah Indonesia. Namun demikian Pemerintah Jepang akan didesak di pengadilan untuk merekomendasikan kepada mitranya, Pemerintah Indonesia, agar membatalkan pembangunan waduk. Jumlah ganti rugi yang diminta belum diputuskan. Oguchi juga mengatakan bahwa warga Jepang yang mendukung tuntutan warga Kotopanjang juga akan mengajukan gugatan pembayar pajak dengan alasan bahwa pemerintah Jepang telah menyalahgunakan dana masyarakat untuk proyek waduk yang kontroversial.

(Sumber: Dow Jones, 8 Juli, 2002
Kontak: Japan NGO Network on Indonesia janni@jca.apc.org)


Jepang Mempertimbangkan Mekanisme Compliance bagi JBIC dan Mengumumkan Rencana Reformasi bagi Badan Pembangunan Luar Negeri

Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC) sedang mempertimbangkan pembentukan mekanisme compliance(pemenuhan syarat) untuk pedoman yang baru tentang lingkungan hidup. Bila terbentuk, mekanisme itu memungkinkan warga yang terkena dampak proyek-proyek yang didanai JBIC untuk mengajukan keberatan terhadap JBIC bila diduga kuat terdapat penyimpangan dari pedoman lingkungan yang baru itu. Konsultasi publik kedua tentang mekanisme compliance akan diadakan pada 28 Juni 2002.

Kalangan usahawan tidak bereaksi positif terhadap isu tersebut. Dalam konsultasi pertama, para wakil perusahaan mengisyaratkan bahwa lembaga-lembaga keuangan bilateral di negara-negara lain tidak mempunyai mekanisme compliance. Maka dari itu mereka mempertanyakan kebutuhan JBIC untuk membuat mekanisme itu. Beberapa perusahaan meminta contoh-contoh konkrit tentang kasus dimana penanganan JBIC terhadap masalah tidak memuaskan.

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa sektor usaha tidak mau mengakui banyak contoh konkrit seperti proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah Samut Prakarn (Thailand), Waduk San Roque (Filipina), dan Sondu Miriu (Kenya). Tampaknya mereka juga tidak menyadari bahwa dengan sikap sangat menentang pembentukan mekanisme compliance, mereka justru semakin menegaskan betapa dibutuhkannya mekanisme tersebut. Bila mereka yakin bahwa praktis bisnis mereka tidak melanggar pedoman lingkungan, mereka tidak perlu menunjukkan perlawanan sekeras itu.

Konsultasi publik berikutnya diadakan pada 23 Juli 2002 untuk membicarakan mekanisme compliance dan prosedur pengajuan keluhan terhadap lembaga-lembaga kredit ekspor. Seorang wakil dari sektor usaha akan memberikan presentasi tentang bagaimana perusahaan-perusahaan menanggulangi konflik yang timbul selama proyek berlangsung.

JBIC dan Departemen Keuangan Jepang tergolong unggul dibandingkan negara-negara lain dalam menyikapi desakan untuk membentuk mekanisme compliance bagi lembaga-lembaga keuangan publik bilateral. Langkah progresif lainnya yang ditempuh pemerintah Jepang adalah pengumuman MenLu Kawaguchi pada awal Juli 2002 mengenai lima belas butir rencana reformasi bagi Badan Bantuan Pembangunan Luar Negeri Jepang. Butir kesembilan menyangkut ornop-ornop yang berkiprah di negara berkembang. Butir tersebut berbunyi, "Di negara-negara berkembang, dimana banyak ornop Jepang beraktivitas, akan diadakan pertemuan-pertemuan rutin yang melibatkan kedutaan besar Jepang, perwakilan JICA dan JBIC setempat serta Ornop."

Secara keseluruhan, rencana reformasi tersebut menyikapi isu inspeksi dan evaluasi pelaksanaan badan bantuan pembangunan luar negeri, kerjasama dengan Ornop, peningkatan kapasitas, dan penyampaian/penyebaran informasi.

Reformasi adalah hal yang dinanti, sayangnya rencana tersebut tidak menyerukan dilakukannya re-evaluasi mendasar tentang penggunaan bantuan pembangunan luar negeri sebagai alat diplomasi atau tentang proses implementasi proyek yang pada umumnya tidak melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan. Diharapkan pada inspeksi dan evaluasi mendatang tentang pelaksanaan dana pembangunan luar negeri akan memberi kejelasan kepada Departemen Keuangan mengenai butir-butir tersebut.

(Sumber: Mekong Watch CATFISH TALES, 15 Juli 2002, Lembar #4 http://www.mekongwatch.org/english/index.html
Kontak: info@mekongwatch.org)


DPR Menunda Pengesahan RUU Ketenagalistrikan yang Baru, Akan Dibangun Pembangkit Listrik Baru

Pada 18 Juli 2002 DPR memutuskan untuk menunda pembahasan RUU Ketenagalistrikan yang baru, sehingga pengesahannya tertunda dari jadwal yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah Indonesia sedang berada dibawah tekanan berat dari ADB yang mensyaratkan persetujuan RUU oleh DPR jika Indonesia menginginkan pencairan kucuran terakhir Pinjaman Restrukturisasi Sektor Kelistrikan sebesar 400 juta USD. Dana tersebut dibutuhkan untuk mengamankan neraca pembayaran negara dan anggaran berjalan.

Para pengritik yang mengikuti perdebatan tentang RUU Ketenagalistrikan menyetujui langkah DPR menunda pengesahannya karena RUU tersebut masih mengandung banyak kalimat yang tidak jelas pada usulan tentang "unbundling" sektor tersebut. Istilah tersebut merujuk kepada pemisahan dan pengalihan aktivitas pembangkit, transmisi dan distribusi listrik kepada perusahaan atau korporasi lain. Tanpa kejelasan makna, proses tersebut besar kemungkinannya disalahtafsirkan, yang pada akhirnya akan mempertaruhkan kepentingan masyarakat.

Sementara itu, dalam menanggapi ancaman kekurangan pasokan listrik di Jawa dan Bali pada tahun 2004 dan masalah pemadaman listrik di 28 daerah lainnya, termasuk beberapa daerah di Sumatra, akan dibangun beberapa pembangkit listrik di:

Jawa-Bali (biaya total 658 juta USD)
  -   183 MW, pembangkit listrik tenaga gas bumi Pemeron di Bali (mulai dibangun 2003)
  -   30 MW, pembangkit listrik Gunung Salak di Sumatra Selatan (2005-2006)
  -   715 MW, pembangkit listrik Tanjung Priok (2006)

Diluar Jawa Bali (biaya total 977 juta USD)
  -   400 MW, pembangkit listrik Sumatra Selatan I (2005-2006)
  -   500 MW, pembangkit listrik di Sumatra Barat dan Riau (2007)
  -   114 MW, pembangkit listrik di Kalimantan (2003-2005)

Indonesia Power, anak perusahaan PLN, berupaya menggalang kemitraan untuk membangun pembangkit-pembangkit listrik yang baru. Japan Bank for International Cooperation disebut-sebut sebagai salah satu pihak yang mungkin berminat menjadi mitra.

Pemerintah Indonesia juga telah mencapai kesepakatan baru tentang jual-beli tenaga listrik dengan beberapa dari 27 produsen listrik swasta, yang mengalami penundaan kesepakatan sebagai akibat krisis keuangan pada tahun 1997. Salah satu dari kesepakatan tersebut adalah kelanjutan pembangunan pembangkit listrik 1320 MW Tanjung Jati B di Jawa Tengah. Ditargetkan pembangkit listrik tersebut akan selesai dibangun pada 2005.

(Sumber: Jakarta Post, 8 Juli, 2002; Tanggapan terhadap Hasil Tim Kajian DPR tentang RUU Ketenagalistrikan, oleh NGO Working Group on Power Sector Restructuring (tidak bertanggal).
Kontak: M. Suhud msuhud@yahoo.com dari NGO Working Group on Power Sector Restructuring)


Direncanakan Pembangunan Dua Jaringan Pipa Gas - Tidak Jelas apakah Isu Lingkungan dan Sosial Dipantau Masyarakat

Sebuah jalur pipa gas alam sepanjang 1.100 km antara propinsi Kalimantan Timur dan Pulau Jawa sedang direncanakan dibangun. Ditambah sebuah jalur pipa gas alam sepanjang 600 km ke arah Jakarta. Biaya total pembangunan tersebut diperkirakan sebesar 1,7 milyar USD.

Perusahaan Gas Negara, yang menjadwalkan pembangunan tersebut akan tuntas pada 2008, sedang mencari mitra asing untuk memulai proyek pada 2005. Proyek itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan gas yang semakin berkembang untuk lingkungan perumahan dan pembangkit listrik. Produser gas di Kalimantan Timur antara lain Unocal Corp. dan Total Fina Elf SA.

Jalur pipa gas alam lainnya yang sedang direncanakan adalah dari Sumatra ke Singapura. Proyek yang didanai ADB ini sedang dalam proses tender untuk memilih pemenang bagi 40% saham di PT Transgasindo, perusahaan yang akan membangun jalur pipa tersebut. ADB mensyaratkan bahwa PGN harus menjual 25% hingga 40% unit sahamnya agar dapat memperoleh dana pinjaman ADB. Jalur pipa gas senilai 470 juta USD tersebut dijadwalkan akan mulai menyalurkan gas ke Singapura pada 2003.

Tidak jelas bagi DTE apakah isu lingkungan dan sosial yang timbul akibat pembangunan kedua jalur pipa gas tersebut telah dibahas atau dipantau oleh masyarakat.

(Sumber: Bloomberg, 8 Juli, 2002)


Draft Kajian Ulang Kebijakan Kehutanan Bank Dunia Kurang Terarah

Baru-baru ini Bank Dunia mengkaji ulang Kebijakan Kehutanannya sebagai bagian dari proses perubahan kebijakan yang sedang terus berlangsung. Kekhawatiran yang mendalam timbul atas asumsi yang digunakan Bank Dunia bahwa kekuatan pasar atau aturan pemasaran akan mampu menjawab masalah penggundulan hutan. Hingga saat ini tidak ada bukti bahwa ekspor kayu berskala besar dan proyek isolasi karbon berhasil mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkeadilan sosial. Rencana kebijakan tersebut memungkinkan Bank Dunia mendukung semua jenis investasi di semua jenis hutan, kecuali jika para birokrat Bank Dunia menggolongkannya sebagai sebagai 'hutan kritis'. Peran serta masyarakat yang kehidupannya bergantung terhadap hutan - jumlahnya mendekati 1 milyar jiwa diseluruh dunia - dalam soal pengelolaan hutan, sama sekali tidak sebut dalam draft itu.

Kebijakan Kehutanan merupakan salah satu Kebijakan Pengaman Bank Dunia. Namun, draft itu tidak menggunakan kesempatan ini untuk mengajukan pengaman baru yang jelas dan kuat untuk melindungi hutan dunia, melainkan mengandalkan tujuh Kebijakan Pengaman yang sudah ada sebagai alat penjamin perlindungan ekosistem dan masyarakat yang hidupnya tergantung terhadap hutan. Selain itu, draft tersebut tidak menyikapi isu-isu kontroversial tentang dampak pinjaman - yang berlandaskan kepada kebijakan Bank Dunia - terhadap hutan. Yang terjadi, isu penting ini justru dilempar untuk dibahas dalam kajian kebijakan Bank Dunia mendatang tentang pinjaman penyesuaian, yang seharusnya sudah lama dilakukan. Kalangan Ornop yang memantau kebijakan ini menyerukan kepada Bank Dunia agar menunda penyelesaian draft sampai ada cukup waktu untuk berdebat dan mendapatkan masukan lebih banyak. Mereka juga menuntut agar Bank Dunia menulis ulang kebijakan sesuai dengan saran teknis dan rekomendasi yang diberikan Ornop selama konsultasi publik Bank Dunia tentang Kaji Ulang dan Strategi Implementasi Kebijakan Kehutanan.

(Sumber: "World Bank's Proposed Policy Puts World's Forests at Risk" oleh World Rainforest Movement, Forest Peoples Program, dan Environmental Defense. Juni 2002.
Situs web Bank Information Center (BIC) www.bicusa.org)


Buku Baru Stiglitz, Globalization and Its Discontents, Menyorot IMF - Perpecahan dalam Tubuh Bank Dunia

Mantan Kepala Ekonom Bank Dunia, Joseph E. Stiglitz, mendapat kecaman pedas dari Kepala Ekonom IMF, Kenneth Rogoff, pada peluncuran buku barunya berjudul "Globalization and Its Discontents" (Norton, 24,95 USD) bulan Juli 2002, dimana Stiglitz dan Rogoff menjadi pembicara utama.

Buku Stiglitz menyebutkan bahwa IMF membuat kesalahan besar ketika mereka menuntut negara-negara yang mengalami krisis untuk mengurangi defisit anggaran dan menaikkan suku bunga. Ia menentang logika IMF bahwa suku bunga yang tinggi dan defisit yang rendah dapat membantu meredakan gejolak keuangan di negara terlanda krisis, dengan menjadikannya lebih menarik bagi investor untuk menanam modal di sana. Lebih jauh ia berpendapat bahwa kebijakan semacam itu mendorong resesi dan memperbesar kemungkinan investor hengkang dari negara tersebut.

Dulu IMF menanggapi kritik semacam itu dengan sikap dingin ala birokrat. Namun kali ini IMF menghantam balik. Pada peluncuran buku tersebut, Rogoff mengejek gagasan Stiglitz "sebagus-bagusnya - sangat kontroversial, paling jelek - penghianat) dan menambahkan "kita di Planet Bumi" mengetahui resep kebijakan Stiglitz justru memperburuk masalah suatu negara dengan menggenjot inflasi. (dikutip dari artikel Washington Post)

Hubungan antara IMF dan Bank Dunia berkembang menjadi saling bertentangan ketika mereka bergelut dengan tantangan pengurangan kemiskinan dan membantu negara-negara yang dilanda krisis keuangan. Kadang-kadang peran mereka saling bertentangan satu sama lain. Pendekatan IMF terhadap krisis keuangan adalah dengan menyediakan pinjaman jangka pendek untuk mengatasi masalah neraca pembayaran selama masa ekonomi terguncang. IMF mendesak pemotongan belanja publik untuk memaksa pemerintah bertahan hidup dengan dana yang ada. Pendekatan ini kerap bertentangan dengan pendekatan pembangunan jangka panjang Bank Dunia, yang mendorong sasaran-sasaran pengurangan kemiskinan dalam bidang pendidikan, kesehatan serta program-program lain. Hasil pendekatan Bank Dunia perlu waktu untuk dicapai sehingga dapat dengan mudah tersapu oleh syarat-syarat IMF untuk pengurangan belanja publik.

(Sumber: Washington Post, 2 Juli, 2002, 7 Juli, 2002)


Pinjaman ADB untuk Program Reformasi Governance Keuangan telah Tuntas

ADB telah mengucurkan kucuran ketiga dan terakhir sebesar 350 juta USD untuk Pinjaman Program Reformasi Governance untuk Indonesia pada awal Juli 2002. Pencairan utang sempat tertunda menunggu presiden Megawati menandatangani Undang-Undang anti pemutihan uang pada bulan April tahun ini. Undang-undang tersebut merupakan syarat utama yang melekat pada pencairan utang terakhir. Pinjaman total untuk program ini adalah 1,2 milyar USD, dengan pencairan pertama pada Juni 1998 dan yang kedua pada Januari 1999.

ADB mengatakan bahwa meskipun Indonesia mencatat kemajuan yang baik dalam restrukturisasi sektor keuangan, tetap banyak tantangan yang dihadapi untuk semakin memperkuat governance dalam sektor keuangan dan korporasi dalam jangka menengah dan panjang. Serta dalam meningkatkan integritas dan efisiensi sistem peradilan. Kedua hal tersebut merupakan prasyarat bagi Indonesia untuk mendapatkan kepercayaan investor dan mencapai pemulihan ekonomi dan pertumbuhan dimasa depan.

Undang-undang anti pemutihan uang yang baruh disahkan akan dijalankan oleh pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan yang masih belum dibentuk. Hingga saat ini tugas tersebut diemban oleh Bank Indonesia. Undang-undang ini mengharuskan perusahaan-perusahaan jasa keuangan untuk melaporkan kepada badan tersebut seluruh transaksi tunai sebesar 500 juta rupiah atau lebih. Selain itu, undang-undang tersebut mengharuskan pihak perorangan untuk melapor apabila mereka membawa uang tunai sebesar 100 juta rupiah atau lebih dari atau ke Indonesia.

(Sumber: AFX-Asia, 4 Juli, 2002)


Pertemuan Tahunan Bank Dunia/IMF Dijadwalkan 28-29 September di Washington, DC

Pertemuan Tahunan Dewan Gubernur Bank Dunia dan IMF akan dilangsungkan tahun ini pada 28-29 September di Washington, DC. Biasanya pertemuan tahunan berlangsung selama 3 hari, tetapi tahun ini akan dipadatkan menjadi 2 hari saja. Bank Dunia dan IMF telah bersiaga menghadapi protes dari gerakan keadilan global dan gerakan lainnya, walaupun mungkin skalanya lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Organisasi-organisasi masyarakat merencanakan berbagai pertemuan, lokakarya dan diskusi selama Pertemuan Tahunan berlangsung. Topik-topik yang mungkin dibahas adalah restrukturisasi sektor ketenagalistrikan, mekanisme tanggung gugat (accountability), swastanisasi air, dll. Berita terakhir tentang rencana ini dapat dilihat di www.bicusa.org atau hubungi info@bicusa.org

(Sumber: Washington Post, 11 Juli, 2002)


Update LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda. Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England; email: dte@gn.apc.org tel/fax: +44 207732 7984; web:http://www.gn.apc.org/dte


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link