Switch to English



Factsheet Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional

No 22, Maret 2002


LKI di Indonesia

LKI adalah singkatan dari Lembaga-lembaga Keuangan Internasional atau International Financial Institutions (IFIs). LKI merupakan organisasi internasional, yang beranggotakan beberapa pemerintahan negara, biasanya negara maju. Mereka meminjamkan uang kepada negara berkembang. LKI yang paling menonjol adalah Kelompok Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Asian Development Bank (ADB). LKI juga dikenal sebagai Bank-bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks).

Seri Factsheet bulanan tentang LKI ini menyajikan informasi tentang kiprah mereka di Indonesia.


Fungsi Inspeksi Bank Pembangunan Asia

Fungsi Inspeksi ADB - dibentuk berdasarkan Kebijakan Inspeksi ADB pada 1995 - ditujukan sebagai mekanisme bagi komunitas yang terkena dampak proyek untuk mengangkat masalah seputar keterlibatan ADB dalam pinjaman, garansi, dan bantuan teknis sektor publik. Fungsi Inspeksi adalah satu dari dua mekanisme tanggung gugat (akuntabilitas) yang dimiliki ADB. Mekanisme lainnya adalah melalui Unit Antikorupsi ADB. Banyak kecaman bahwa bank-bank pembangunan multilateral (MDB) tidak dapat diperkarakan di pengadilan lokal, nasional, atau internasional, serta tidak ada mekanisme akuntabilitas selain lembaga milik mereka sendiri.

Walau banyak keluhan dari masyarakat tentang proyek-proyek yang didanai ADB, perlu waktu enam tahun sampai kasus pertama diselidiki oleh sebuah inspeksi berdasarkan mekanisme ini, yaitu: Proyek Pengelolaan Air Limbah Samut Prakam di Thailand. Sementara kasus Samut Prakam mendekati penyelesaian, terungkap adanya cacat serius dalam Kebijakan Inspeksi. Mekanisme yang cacat ini menjadi sasaran kecaman internasional dalam beberapa tahun belakangan. Saat ini sedang ADB menyiapkan kajian tentang Kebijakan Inspeksi dan akan mengundang publik untuk mengomentari bagaimana Kebijakan Inspeksi perlu direvisi. Update bulan ini merangkum mekanisme yang ada sekarang dan mengkaji masalah-masalahnya yang mendasar. Juga tersedia agenda acara sementara untuk proses kajian untuk mengingatkan kelompok-kelompok masyarakat/warga tentang acara-acara yang akan diselenggarakan.


Bagaimana Fungsi Inspeksi bekerja?

Ada lima pemeran kunci yang terlibat dalam rangkaian prosedur Fungsi Inspeksi:

Peran mekanisme inspeksi adalah menyelidiki apakah kebijakan ADB yang terkait ditaati dalam proyek yang bersangkutan. Mekanisme ini tidak dapat menyelidiki apakah proyek tersebut sesuai dengan hukum nasional dan internasional serta kebijakan lainnya. Juga tidak ada mekanisme banding bagi permohonan (inspeksi) yang ditolak oleh Fungsi Inspeksi.

Penjelasan lebih rinci tentang tahapan Panel Inspeksi dapat dilihat dalam tabel berikut.



Tahap-tahap Fungsi Inspeksi ADB

  1. Pertama-tama, Komunitas yang Terkena Dampak Proyek (Pengadu) harus mengajukan surat keluhan dalam bahasa Inggris kepada Presiden ADB mengenai proyek ADB. Surat itu harus menyebutkan kebijakan ADB yang tidak dipatuhi dalam proyek dan bahaya apa yang akan terjadi atau telah terjadi karena ketidakpatuhan itu.

  2. Manajemen ADB dituntut untuk menanggapi surat keluhan tersebut dan mengirim salinan tanggapan itu kepada Komite Inspeksi (45 hari)

  3. Bila pihak pengadu tidak puas dengan tanggapan Manajemen, mereka harus mengirim surat permintaan resmi untuk inspeksi kepada Komite Inspeksi.

  4. Manajemen ADB mempunyai kesempatan kedua untuk menanggapi permintaan ini. (30 hari)

  5. Kemudian, Komite Inspeksi mengevaluasi apakah inspeksi akan dilakukan atau tidak. Bila ya, maka Komite Inspeksi membuat rekomendasi kepada Dewan untuk memerintahkan dilakukannya inspeksi. (14 hari)

  6. Bila mereka memutuskan tidak akan melakukan inspeksi, mereka harus mendiskusikannya dengan seorang anggota Kelompok Pakar Independen sebelum menolak penyelidikan. Bila mereka menyarankan bahwa patut dilakukan penyelidikan, Dewan Direktur harus memerintahkan dilakukannya penyelidikan. (21 hari)

  7. Bila Dewan memerintahkan inspeksi untuk dilakukan, Komite Inspeksi memberi tahu pihak pengadu (7 hari) dan kemudian memilih tiga atau lebih anggota dari Kelompok Pakar untuk membentuk panel.

  8. Panel Inspeksi melakukan penyelidikan dan memberikan laporan kepada Komite Inspeksi.

  9. Manajemen menanggapi laporan ini. (30 hari)

  10. Baik laporan panel dan tanggapan manajemen, bersama-sama rekomendasi Komite Inspeksi, diserahkan kepada Dewan Direktur (14 hari) yang kemudian membuat keputusan berdasarkan laporan panel. (21 hari)

  11. Pihak pengadu kemudian menerima tanggapan, laporan, dan keputusan akhir mengenai proyek. (7 hari)


Masalah-masalah Mendasar dari Fungsi Inspeksi yang ada

Berdasarkan kenyataan bahwa sejumlah proyek dan program yang didanai ADB berpotensi besar menimbulkan dampak merugikan terhadap komunitas di sekitarnya, Fungsi Inspeksi memainkan peran penting untuk menjaga akuntabilitas ADB terhadap proyek-proyek dan program-programnya. Namun demikian, ada beberapa masalah mendasar dalam Fungsi ini yang justru menyulitkan pihak pengadu. Tidak hanya proses yang berbelit dan lama bagi komunitas untuk menyampaikan klaim kepada Fungsi Inspeksi. Bahkan ketika klaim diterima, proses inspeksi belum tentu berjalan adil. Hingga masalah-masalah berikut ini sungguh-sungguh disikapi secara serius, Fungsi Inspeksi hanya akan memberikan perlindungan minimal dan mekanisme akuntabilitas yang dangkal terhadap masyarakat yang terkena dampak proyek.

Masalah 1: Umur Komite dan Panel Inspeksi Terlalu Singkat

Komite Inspeksi (IC) terdiri dari 6 anggota Dewan Direktur. Para anggota IC berotasi tiap 2 tahun, dan anggota-anggota Dewan terkadang juga berubah-ubah. Pernah pada pertengahan 2001, 4 dari 6 posisi IC lowong karena masa tugas para anggota Dewan telah berakhir. Keanggotaan yang tidak stabil ini dapat mengganggu proses karena menimbulkan kesenjangan waktu dan tidak memberi kesempatan bagi pembelajaran kelembagaan. Selain itu, karena IC selalu berotasi dan karena para anggota Dewan sudah terlalu banyak pekerjaan, menjadi Komite Inspeksi hanya menjadi sebagian kecil dari seluruh kesibukan mereka. Terakhir, ada potensi konflik kepentingan antara peran para anggota Dewan untuk menyetujui pemberian pinjaman dan mewakili negara mereka berhadapan dengan peran mereka untuk menyetujui dan mengkaji klaim terhadap proyek yang sama, dan untuk mengawasi Manajemen.

Ada beberapa masalah dengan sistem yang ada sekarang apabila Panel Inspeksi terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dari Kelompok Pakar Independen untuk tiap-tiap penyelidikan. Pertama, para anggota panel tidak mempunyai cukup waktu untuk benar-benar memahami pekerjaan Fungsi Inspeksi sebelum melakukan penyelidikan. Karena tiap klaim kemungkinan dikaji oleh anggota panel baru, tidak ada kesinambungan atau pembelajaran dari antara satu klaim dengan klaim lainnya. Selain itu, tidak ada kapasitas kelembagaan untuk mengangkat dan menjelaskan fungsi panel dalam lingkungan ADB atau kepada komunitas di luar. Hal ini sangat penting karena begitu kompleksnya Fungsi ini. Tanpa keanggotaan yang stabil, sulit bagi pihak luar maupun staf ADB untuk mempercayai Panel. Terakhir, akan sulit menemukan anggota kelompok pakar yang dapat meluangkan waktu untuk melakukan penyelidikan berdasarkan pemberitahuan dalam waktu singkat. Pembentukan Panel Inspeksi untuk kasus pertama inspeksi ADB, proyek Samut Prakarn di Thailand, sudah mengalami masalah untuk menemukan panelis dalam jangka waktu yang wajar.

Masalah 2: Manajemen Terlalu Terlibat dalam Tahap Awal Fungsi Inspeksi

Dengan proses yang ada sekarang dibutuhkan waktu terlalu lama bagi keluhan komunitas untuk menjangkau pihak selain manajemen ADB. Dalam 75 hari pertama sejak pihak pengadu mengirimkan keluhan mereka kepada Presiden ADB, satu-satunya tanggapan yang mereka terima hanya berasal dari manajemen ADB. Begitu lamanya proses itu, sampai-sampai pihak terkena dampak yang mau menyampaikan keluhan yakin bahwa manajemen tidak mampu atau tidak mau membahas keluhan mereka secara serius. Selain itu, kelambatan ini memberikan kesempatan bagi manajemen untuk menyiapkan "rencana aksi" untuk menghindari penyelidikan. Rencana tersebut mungkin tampak bagus di atas kertas, namun tetap tidak ada mekanisme untuk meminta pertanggungan jawab ADB atas implementasi mereka dan dampak merugikan yang timbul akibat operasi mereka. Dalam kasus Samut Prakarn, untuk mengantisipasi Permohonan Inspeksi, Manajemen ADB dan Pemerintah Thailand mengadakan "Kajian Independen" yang menyimpulkan bahwa proyek itu memungkinkan dan perlu diteruskan, sedangkan kemungkinan dampak merugikan dapat diperkecil. "Kajian Independen" tersebut tidak melibatkan pihak-pihak yang mengajukan permohonan (inspeksi) dan masyarakat yang terkena dampak dalam perencanaan, penyusunan kerangka acuan, atau kajian itu sendiri. Hanya pada akhir proses ada lokakarya yang menyajikan temuan-temuan bersama komunitas yang terkena dampak proyek.

Akhirnya, dalam Proyek Pengelolaan Air Limbah Korangi di Pakistan (Loan 1539 PAK), klaim pertama yang menarik perhatian presiden ADB menyusul prosedur Fungsi Inspeksi, pihak pengadu diharapkan memberikan informasi tambahan kepada Manajemen dan Dewan direktur ADB. Hal ini memaksa pihak pengadu untuk berdialog dengan manajemen meskipun apa yang mereka inginkan adalah penyelidikan secara objektif sebagaimana tujuan Fungsi Inspeksi. Prosedur awal yang harus diarungi oleh pihak pengadu sebelum mereka diperhatikan oleh Komite atau Panel Inspeksi yang bersikap objektif merupakan perintang terberat untuk penyampaian klaim.

Masalah 3: Proses Merepotkan dan Meng-intimidasi

Proses Inspeksi luar biasa sulit untuk diikuti bagi komunitas yang terkena dampak proyek, kendatipun untuk merekalah Fungsi Inspeksi dibentuk. Ada tiga masalah utama yang membuat Fungsi Inspeksi sangat merepotkan. Pertama, ADB menuntut agar semua klaim ditulis dalam bahasa Inggris. Kenyataan bahwa banyak klaim berasal dari daerah pedesaan miskin, banyak komunitas tidak sanggup mengungkapkan klaim mereka dalam bahasa Inggris.

Kedua, sebagaimana ditunjukkan oleh banyaknya tahap dalam tabel di atas, proses berlangsung lama, berbelit dan menjengkelkan. Tidak ada sumber daya yang "mudah digunakan" bagi komunitas yang terkena dampak proyek untuk meminta bantuan di ADB. Sejak 1995, hanya dua proyek yang ditinjau oleh Fungsi Inspeksi: Proyek Pengelolaan Air Limbah Korangi dan proyek Samut Prakarn. Menanggapi proyek Korangi, dua LSM Pakistan berupaya mengajukan klaim. Kedua Klaim ditolak karena kedua LSM tersebut dianggap bukan pihak pengadu yang berhak. Bila ada sumber yang bersedia membantu komunitas ini memahami proses klaim yang rumit, barangkali mereka mampu memenuhi prosedur yang ditentukan oleh ADB.

Terakhir, Fungsi Inspeksi mengharuskan pihak pengadu untuk (a) menyebutkan kebijakan ADB yang tidak dipatuhi dalam pelaksanaan proyek dan (2) membuktikan bahwa akan atau telah terjadi bahaya yang timbul akibat pelanggaran langsung dari kebijakan ADB. Sekali lagi, bahasa menjadi kendala karena semua kebijakan dan petunjuk pelaksanaan dari ADB menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, persyaratan ini mengasumsikan bahwa pihak pengadu dapat mengakses dan sangat memahami kebijakan ADB tanpa bantuan dari ADB. Hanya organisasi yang mengkhususkan diri dalam analisis operasi dan peraturan ADB dan memahami kerangka hukum Barat dapat diharapkan sungguh-sungguh memahami proses itu dan mengetahui bagaimana menyampaikan Permohonan untuk Inspeksi.

Masalah 4: Tidak Dijamin ada Kunjungan Lapangan Panel Inspeksi

Kunjungan ke lokasi proyek atau program yang sedang diinspeksi merupakan bagian penting bagi inspeksi yang efektif. Namun demikian, Kebijakan Inspeksi mengharuskan Panel untuk meminta izin dari negara pengutang tempat proyek berlokasi, sebelum melakukan kunjungan. Dalam kasus Samut Prakarn, Pemerintah Thai membuat persyaratan yang pada dasarnya menjadikan kunjungan Panel Inspeksi ke lokasi proyek mustahil dilaksanakan. Inspeksi Samut Prakarn disimpulkan tanpa kunjungan lapangan atau pertemuan dengan pihak pengadu.

Masalah 5: Kurangnya Transparansi dan Partisipasi

Ketika pihak pengadu telah mengajukan Permohonan Inspeksi kepada Komite Inspeksi, perlu waktu 75 hari sampai pihak pengadu mengetahui apakah Dewan Direktur telah memerintahkan Inspeksi. Selama masa tersebut, Fungsi Inspeksi tidak mengharuskan badan yang bersangkutan (Komite Inspeksi, Manajemen, Dewan Direktur) untuk berkomunikasi dengan pihak pengadu. Selama proses Inspeksi dan sampai akhir proses, yaitu ketika Dewan membuat keputusan tentang pelanggaran kebijakan dan perubahan untuk perbaikan, pihak pengadu juga tidak diberitahu tentang bagaimana Inspeksi berlangsung dan apa status proses itu. Kebijakan Inspeksi tidak mengharuskan pihak-pihak yang terlibat untuk memberitahu publik tentang proses sampai tahap penyelesaiannya.

Kebijakan Inspeksi yang ada juga kurang menyediakan saluran untuk partisipasi. Pihak pengadu, apalagi publik, tidak diberitahu atau terlibat dalam penyusunan kerangka acuan Panel. Pihak pengadu tidak mempunyai akses kepada Tanggapan Manajemen untuk mengetahui Keluhan atau Permohonan Inspeksi mereka. Mereka juga tidak mempunyai kesempatan untuk memberi komentar atas laporan Panel, sedangkan Manajemen memiliki kesempatan tersebut.

Ringkasnya, pihak Pengadu tidak mengetahui apa pun tentang sebagian besar proses inspeksi.

Komite Inspeksi menyiapkan laporan tahunan yang merangkum kasus-kasus yang diajukan kepada mekanisme Inspeksi dan bagaimana kasus-kasus tersebut ditangani.

Masalah 6: Operasi Sektor Swasta Tidak Berhak Diselidiki

Saat ini, pinjaman, investasi dan garansi sektor swasta berada di luar cakupan Fungsi Inspeksi. Strategi Pembangunan Sektor Swasta dari ADB yang baru, mempromosikan kemitraan publik-swasta didalam semua operasi ADB. Bila sektor swasta tidak diatur oleh Fungsi Inspeksi, maka banyak operasi ADB akan dikecualikan dari Kebijakan Inspeksi. Karena operasi ADB dengan sektor swasta terus menimbulkan dampak serius dan seringkali berdampak buruk, mereka pun harus dijadikan sasaran mekanisme akuntabilitas.

Masalah 7: Anonimitas Tidak Dijamin dalam Proses

Proses Inspeksi tidak menyembunyikan jati-diri pengadu dan justru mengharuskan mereka menyampaikan identitas kepada manajemen. Hal ini sangat penting karena sifat klaim yang sangat bermuatan politik, kemungkinan terjadi pelanggaran HAM atau tekanan lainnya yang dapat dialami oleh komunitas yang terkena dampak proyek, dan kurangnya jaminan iklim demokratis di sejumlah negara.


Kajian Fungsi Inspeksi

ADB merencanakan kajian Fungsi Inspeksi yang, menurut mereka, akan membahas pelajaran yang ditarik dari pengalaman ADB dengan inspeksi-inspeksi yang sedang berlangsung, pemikiran terbaru dalam bidang ini serta komentar dari individu dan kelompok yang terlibat dalam inspeksi. Jadwal sementara dari proses kajian tersebut adalah sebagai berikut:

Individu dan kelompok warga yang berminat terhadap proses ini harus memperhatikan acara-acara dan berbagai draft kerja yang akan dibuat selama proses kajian. Sekelompok LSM dari negara-negara utara dan selatan baru-baru ini menyiapkan rekomendasi tentang bagaimana kebijakan ADB tersebut sebaiknya direvisi.


Kontak:
ADB:
Jill Drilon, sekretaris ADB Board of Inspection Committe jdrilon@adb.org
Robert Dobias, ADB NGO Center rdobias@adb.org

ORNOP
Arimbi Heroepoetri, debtWATCH Indonesia, elaw-ino@rad.net.id
Violeta Corral, NGO Forum on the ADB vpcorral@pacific.net.ph
Nurina Widagdo, Bank Information Center nwidagdo@bicusa.org

Sumber:
Situs web ADB tentang Fungsi Inspeksi www.adb.org/Inspection/default.asp
Bank Information Center, et. al. Strengthening Public Accountability. Recommendations to the Asian Development Bank (ADB) for Revising Its Inspection Policy. Lihat di www.bicusa.org



Factsheet LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda.

Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa.


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England, email: dte@gn.apc.org tel/fax:+44 207732 7984; web:http://www.gn.apc.org/dte


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link