Switch to English



Factsheet Down to Earth tentang Lembaga-lembaga Keuangan Internasional

Nr 12, May 2001


LKI di Indonesia

LKI adalah singkatan dari Lembaga-lembaga Keuangan Internasional atau International Financial Institutions (IFIs). LKI merupakan organisasi internasional, yang beranggotakan beberapa pemerintahan negara, biasanya negara maju. Mereka meminjamkan uang kepada negara berkembang. LKI yang paling menonjol adalah Kelompok Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Asian Development Bank (ADB). LKI juga dikenal sebagai Bank-bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks).

Seri Factsheet bulanan tentang LKI ini menyajikan informasi tentang kiprah mereka di Indonesia.


Evaluasi ADB di Indonesia: Operasi berhasil, tetapi sang Pasien Mati

Factsheet ini adalah rangkuman laporan Evaluasi ADB. Laporan dan rangkumannya ditulis oleh Stephanie Fried dari Environmental Defense, sebuah LSM yang mengamati LKI dan hubungan mereka dengan Indonesia. Laporan memuat rincian 5 proyek ADB di Indonesia. Informasi terinci dan laporan selengkapnya dapat dilihat pada situs web http://www.environmentaldefense.org

“Kesimpulannya mengejutkan yaitu, bahwa jika kita berpatokan pada ukuran keberhasilan proyek sebagaimana didefinisikan oleh Komisi Penasihat Kongres (AS) 2000 tentang Keuangan Internasional (atau lebih dikenal sebagai Komisi Meltzer) - tentang keberlanjutan proyek - maka sedikitnya 70% proyek ADB di Indonesia kecil kemungkinannya membawa manfaat jangka panjang secara ekonomis atau sosial bagi Indonesia - (ini) malapetaka bagi Indonesia yang sudah terpuruk utang.”


Rangkuman

Sejauh ini, Indonesia adalah negara pengutang terbesar dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Pada tahun 1969 ADB memberikan pinjamannya yang pertama kepada Indonesia untuk proyek irigasi. Pada tahun 2000, hutang Indonesia kepada ADB berjumlah lebih dari US$ 16 milyar. Rangkuman ini merupakan upaya untuk menilai “prestasi” ADB di Indonesia dan sepenuhnya didasarkan pada dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh ADB. Laporan ini juga meliputi penaksiran (assessment) dan rangkuman yang dibuat oleh ADB sendiri atas hutang Indonesia sebesar lebih dari setengah milyar dolar. Kesimpulan yang mengejutkan adalah bahwa jika kita berpatokan pada ukuran keberhasilan proyek sebagaimana didefinisikan oleh Komisi Penasihat Kongres (AS) 2000 tentang Keuangan Internasional (atau lebih dikenal sebagai Komisi Meltzer) - yaitu keberlanjutan proyek - maka sedikitnya 70% proyek ADB di Indonesia kecil kemungkinannya membawa manfaat jangka panjang secara ekonomis atau sosial bagi Indonesia - (ini) malapetaka bagi Indonesia yang sudah terpuruk utang.

Pada tahun 1993, ketika hutang Indonesia kepada ADB berjumlah total US$ 10 milyar, para auditor menilai bahwa hanya 57% dari proyek ADB di Indonesia antara tahun 1966 dan 1993 dapat dikategorikan “Secara umum Berhasil”. Angka ini mencerminkan tingkat rata-rata “Keberhasilan” proyek ADB di kawasan Asia-Pasifik sebagaimana tercatat dalam “Laporan Presiden [ADB] kepada Dewan Direksi atas Evaluasi Aktivitas tahun 1998 dan Laporan Evaluasi Kaji-Ulang Tahunan ke-21”, bulan Maret 2000. Laporan Presiden ABD tahun 2000 tersebut mengungkapkan bahwa “pada tahun 1998 dan 1999, kurang dari 60% (pinjaman yang diaudit) yang bisa dinilai berhasil secara umum, 30 persen berhasil sebagian, dan sisanya gagal.”

Jika saat ini kita asumsikan, bahwa proyek-proyek ADB yang dinilai “Secara umum Berhasil” memang berhasil, dan jika kita ekstrapolasi-kan angka tersebut dengan hutang sebesar US$ 16 milyar yang berhasil dihimpun oleh proyek ADB di Indonesia hingga tahun 2000, maka berarti pada tahun 2000 hutang Indonesia sebesar hampir US$ 5,9 milyar adalah proyek hutang yang gagal, sia-sia atau mencelakakan. Angka ini belum termasuk dana tambahan dari pihak lain yang dibelanjakan langsung oleh Pemerintah untuk mengongkosi proyek ADB atau pinjaman dari “lembaga sejenis”, yaitu dari Bank Dunia, badan-badan kredit ekspor, dan pemberi pinjaman lainnya untuk proyek-proyek yang melibatkan pendanaan ADB.

Keberlanjutan (sustainability) Proyek

Akan tetapi, besar kemungkinannya asumsi tersebut masih jauh lebih kecil daripada kegagalan investasi ADB yang sebenarnya, yaitu dalam memberikan manfaat jangka panjang secara ekonomis dan sosial kepada masyarakat Indonesia. Berdasarkan estimasi ADB yang terakhir, setengah dari proyek yang dinilai “Berhasil” adalah proyek yang diragukan keberlanjutannya. Proyek-proyek tersebut tidak memberikan manfaat ekonomis jangka panjang baik selama proyek berlangsung atau sesudahnya. Laporan Presiden ADB tahun 2000 menambahkan: “Kantor Evaluasi Operasi menggunakan empat kriteria untuk mengukur keberhasilan proyek dan program: relevansi, tepat sasaran, efisien dan keberlanjutan. Dalam kategori ke-empat inilah, yaitu keberlanjutan, banyak upaya yang seharusnya berhasil ternyata tidak memenuhi persyaratan. Lebih dari setengah Laporan Penilaian Kinerja Proyek, laporan audit kinerja Bantuan Teknis dan studi-studi re-evaluasi dari tahun 1999 membahas isu keberlanjutan ini.

Komisi Penasihat Kongres (dari kedua kubu partai politik) tentang LKI (atau Komisi Meltzer) dalam penilaian mereka tentang keuangan pembangunan multilateral menemukan, bahwa keberlanjutan proyek menentukan apakah suatu proyek membawa manfaat ekonomis dan sosial secara jangka panjang atau tidak. Komisi Meltzer mempertimbangkan bahwa lemahnya keberlanjutan proyek sama artinya dengan kegagalan proyek. Mereka juga menyimpulkan bahwa keberlanjutan adalah indikator keberhasilan atau kegagalan yang jauh lebih penting daripada apa yang disebut ADB sebagai “Keberhasilan secara Umum” atau versi Bank Dunia “Hasil yang Sukses”.

Bila nilai “Berhasil” atas proyek-proyek ADB Indonesia ternyata dilebih-lebihkan, atau sekedar mencerminkan dana “masukan” ADB selama masa pemberian pinjaman dan tidak mencerminkan keberlanjutan proyek yang sebenarnya, maka bisa jadi besarnya dana yang terhambur sia-sia dalam kenyataannya jauh lebih tinggi. Atas dasar itu, pada tahun 2000 Kantor Evaluasi Pelaksanaan ADB menemukan bahwa setengah dari proyek-proyek yang telah diaudit dan dinilai “Berhasil” oleh ADB dipertanyakan keberlanjutannya. Bisa jadi lebih dari 70% proyek ADB di Indonesia akan gagal memberikan manfaat ekonomis atau sosial secara jangka panjang untuk Indonesia. Hal ini jelas merupakan malapetaka bagi ekonomi Indonesia yang sudah tertimbun hutang, karena proyek-proyek yang tidak berlanjut dan gagal tersebut setara nilainya dengan US$ 11, 36 milyar dari total hutang Indonesia kepada ADB sebesar US$ 16 milyar.

Pinjaman-pinjaman agro-industri

Dari proyek-proyek di Indonesia yang dievaluasi oleh para auditor pada tahun 1993, “sektor agro-industri” merupakan mayoritas dari pinjaman ADB. Pinjaman sejumlah total US$ 2, 9 milyar telah disalurkan kepada 71 proyek, mencakup 40% dari total proyek ADB di Indonesia. Tujuhpuluh persen proyek pertanian dinilai “Tidak berhasil” atau “Berhasil sebagian” oleh para auditor. Istilah penilaian tersebut tidak lain berarti “bermasalah” atau “secara umum gagal”. Hanya delapan proyek yang dinilai secara umum berhasil. Proyek-proyek pertanian rata-rata tertunda selama 2,2 tahun, atau ‘molor’ 59% dari waktu yang direncanakan. Akibatnya duabelas proyek menyebabkan anggaran proyek menggelembung rata-rata 108%, sedangkan 14 proyek menghabiskan dana kurang 25% dari anggaran yang direncanakan.

Aksesibilitas

Beberapa tahun yang lalu ADB mengumumkan bahwa mereka akan memberikan akses terhadap dokumen-dokumen proyek mereka kepada masyarakat luas. Pada bulan April 2001, situs web ADB mencantumkan 104 proyek mereka di Indonesia. 19 diantaranya merupakan laporan proyek yang “dapat diklik” dan Laporan Audit Kinerja atau dokumen serupa dapat diakses di internet. Diperkirakan dokumen-dokumen audit yang ditayangkan pada situs web ADB tersebut merupakan sampel non-random, yang artinya dokumen tersebut hanya mewakili sebagian kecil dokumen proyek yang ada dan yang “diperbolehkan” oleh ADB untuk diakses melalui internet.

Laporan Environmental Defense menganalisis dokumen-dokumen seperti yang tersaji di situs web, yang dipilih untuk mewakili kategori-kategori proyek yang dinilai ADB sebagai “Berhasil secara Umum”, “Berhasil sebagian”, dan “Tidak Berhasil”. Penelusuran catatan ADB atas proyek-proyek mereka mengungkapkan bahwa proyek yang dinilai “Berhasil secara Umum” dapat melibatkan komponen-komponen pemindahan penduduk besar-besaran yang tidak termonitor, bisa jadi tidak berkelanjutan (menurut auditor ADB), dapat berupa proyek-proyek dimana “catatan keuangan diabaikan” dan dapat berupa (menurut auditor) proyek yang kacau dan tidak berstruktur sehingga hancurnya infrastruktur proyek dalam waktu singkat sulit untuk dihindarkan.

Untuk keterangan lebih lanjut yang berhubungan dengan laporan ini dapat hubungi Stephanie Fried di Environmental Defense
E-mail: Stephanie_Fried@environmentaldefense.org

Situs web ADB Indonesia http://www.adb.org/Indonesia/default.asp

Laporan proyek ADB Indonesia di http://www.adb.org/indonesia



Factsheet LKI diterbitkan oleh Down to Earth, Kampanye Internasional untuk Lingkungan Hidup yang Berkeadilan di Indonesia.

Update dan Factsheet tentang LKI tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Anda dapat memperolehnya melalui email (versi rtf) secara cuma-cuma. Edisi cetak tersedia sebagai suplemen newsletter DTE. Newsletter dapat Anda peroleh dengan cara berlangganan atau saling tukar dengan publikasi organisasi Anda.

Bila Anda ingin menerima Update bulanan dan Factsheet via email, silakan kirim alamat email Anda ke dte@gn.apc.org. Cantumkanlah bahasa yang Anda kehendaki. Anda juga bisa memilih kedua bahasa.


Kantor: 59 Athenlay Rd, London SE15 3EN, England, email: dte@gn.apc.org tel/fax:+44 207732 7984; web:http://www.gn.apc.org/dte


   Advokasi    DTE Homepage    Buletin    Link