Switch to English

Down to Earth No. 70, Agustus 2006

Potret Pengelolaan Hutan Adat di Sungai Utik


Pengantar

Mengunjungi Sungai Utik adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Bagaimana tidak? Perjalanan ke Sungai Utik bisa dibilang tidak mudah dan membutuhkan stamina yang prima. Ini dikarenakan sepanjang perjalanan baik lewat udara, darat maupun sungai tetap saja akan terguncang-guncang. Saya cukup beruntung mendapat kemudahan menumpang pesawat Deraya Air Service. Saya menghemat waktu cukup lumayan karena dari Pontianak ke Putu Sibau dibutuhkan hanya sekitar 2 jam terbang, sedangkan dengan jalan darat bisa 2 hari perjalanan atau melalui sungai Kapuas bahkan bisa mencapai 1 minggu dengan menumpang "bandung".1 Hanya saja, jika melalui jalan darat pemandangan hutan tropis basah di kanan kiri jalan menuju Sungai Utik dari Putu Sibau cukup menyejukkan dan menghibur. Meskipun sesekali kita akan menghela napas atau mengurut dada menemui balok kayu bertumpuk-tumpuk di pinggir jalan, yang merupakan kayu hasil sitaan dari operasi pemberantasan illegal logging. Dari Putu Sibau ke Sungai Utik kira-kira dibutuhkan waktu tempuh 3-4 jam tergantung cuaca dan kondisi jalan. Kami cukup bersyukur, karena guyuran hujan deras yang mengiringi perjalanan kami ke Sungai Utik hanya berlangsung sebentar, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi jalan yang kami lalui. Menjelang sore kami sampai di Sungai Utik dan pemandangan pertama yang mengesankan adalah sebuah rumah panjang (rumah panjae)yang menakjubkan serta beberapa dump truck, excavator/back hoe dan buldozer parkir di samping rumah panjang.


Gambaran Umum

Sungai Utik secara administratif berada di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Di bagian utara Sungai Utik berbatasan langsung dengan Serawak sedangkan di bagian timur berbatasan dengan propinsi Kalimantan Timur, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sintang.

Sungai Utik secara adat merupakan bagian dari Ketemenggungan Jalai Lintang, sementara wilayah Ketemenggungan Jalai Lintang sendiri selain Sungai Utik meliputi Kulan, Ungak, Apan dan Sungai Tebelian. Komposisi demografi masyarakat di Sungai Utik mayoritas adalah Dayak Iban, demikian pula di Ketemenggungan Jalai Lintang.2 Masyarakat Dayak Iban di Jalai Lintang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, baik lahan kering (umai pantai) ataupun lahan basah (umai payak). Merekapun masih menjalankan ritual adat yang berkaitan dengan relasi antar manusia (kelahiran, perkawinan dan kematian) maupun relasi antara manusia dengan alam (adat ngintu menua, adat bumai, membuat rumah, tanah mali dan kampong mali). Relasi antara manusia dengan alam menjadi penting disini karena mendasari pandangan dan filososfi Masyarakat Dayak Iban dalam mengelola sumber daya alam dan manfaaat bagi kehidupan mereka.


Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Adat Sungai Utik, Ketemenggungan Jalai Lintang

Model pengelolaan dan peruntukan kawasan

Secara turun temurun masyarakat Dayak Iban di Sungai Utik memiliki aturan pengurusan wilayah adatnya yang masih dipegang dan dijalankan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di wilayah adatnya. Menurut pengelolaan dan peruntukan kawasan, Masyarakat Dayak Iban di Sungai Utik membagi wilayahnya ke dalam 15 kategori peruntukan dan pengelolaan kawasan.

Konsep Pembagian Kawasan Hutan Adat

Keberadaan hutan adat di masyarakat Dayak Iban Sungai Utik merupakan hal yang sangat penting. Guna menjaga keseimbangan dan manfaat yang berkelanjutan dari relasi antara manusia dengan alam maka dalam adat Dayak Iban berkembang konsep pembagian hutan adat. Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik membagi tiga kawasan hutan adatnya, yaitu:


Mengembangkan inisiatif pengelolaan hutan adat.

Melihat ancaman dan tekanan terhadap keberadaan hutan di sungai Utik maka tidak berlebihan jika kemudian muncul berbagai macam strategi untuk mempertahankan hutan adat. Masyarakat Dayak Iban di Sungai Utik bersama beberapa lembaga lokal (PPSHK, LBBT, Pancur Kasih) mengembangkan beberapa inisiatif dan alternatif untuk menjawab ancaman dan tekanan tersebut termasuk pengakuan atas hak masyarakat adat terhadap tanah adat dan praktek pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sinergi yang dibangun antar lembaga lokal yang bekerja di Sungai Utik memberikan dampak yang positif kepada masyarakat Dayak Iban. Beberapa initisiatif yang dikembangkan di Sungai Utik bersama dengan lembaga pendamping antara lain:


1 Alat transportasi sungai berupa perahu cukup panjang dan beratap.
2 Hasil Identifikasi Hak Ulayat Masyarakat Adat Sungai Utik dan sekitarnya, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat; LBBT Pontianak, 2004.


Daftar isi Buletin DTE    DTE Homepage    Advokasi    Link