Switch to English
Down to Earth Nr. 62 Agustus 2004

Ketika pemilu telah berlalu…..

Tahun ini kehidupan politik di Indonesia telah didominasi oleh pemilihan anggota DPR dan DPRD, dan akhirnya untuk presiden yang baru. Pemilihan presiden akan diadakan beberapa bulan setelah pemilihan presiden putaran pertama, karena pada pemilihan putaran pertama pada bulan Juli belum ada yang menang dengan mantap. Tetapi setelah pemilu terjadi, apa yang akan berbeda bagi mayoritas rakyat Indonesia? Seberapa besar harapan terhadap pemerintahan baru? Apakah pemerintahan baru akan berusaha mengurangi kemiskinan, menyelesaikan konflik, dan menangani masalah mendasar tentang pengontrolan dan akses terhadap tanah dan sumber-sumber alam secara lebih efektif?

WALHI: siapapun yang memenangkan pemilu, harapan tetap suram

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), jaringan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, telah meramalkan bahwa presiden yang akan terpilih beserta pemerintahannya tidak akan memberikan solusi terhadap krisis lingkungan hidup yang terjadi di dalam negari. Dalam "Pernyataan Politik"nya periode 2004-2009, WALHI mengatakan bahwa antusiasme dan optimisme lima tahun lalu telah terbalik. Harapan untuk menciptakan Indonesia yang demokratis, adil dan berkesinambungan telah dihancurkan oleh para elit politik yang korup. Korupsi tersebut telah menjalar pula pada badan-badan modal internasional seperti Bank Dunia, IMF, perusahaan multinasional dan negara-negara maju. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya gambaran suram sebuah negara yang terjebak dalam krisis politik, ekonomi, sosio-kultural dan ekologi.

Menurut WALHI, krisis ekologi meningkat karena negara, para pemodal dan sistem yang "moderen" telah menjadikan alam sebagai suatu komoditi, yang diatur dan dieksploitasi untuk mencapai tujuan ekonomi jangka pendek. Perluasan perkebunan monokultur, eksploitasi hutan dan ekstraksi tambang telah menyebabkan kerusakan ekologi. Privatisasi kekayaan alam, baik untuk tujuan komersial maupun konservasi, telah menghambat akses serta pengontrolan rakyat jelata terhadap sumber kehidupan mereka. Padahal merekalah yang mendapatkan dampak negatif atas kebakaran hutan, kebanjiran, kekeringan, polusi dan krisis air.

Program dari kelima calon presiden didominasi oleh suatu paradigma pembangunan yang mencapai pertumbuhan ekonomi dengan mengeksploitasi sumberdaya alam. Mereka "tidak memiliki visi lingkungan".

WALHI menyatakan akan memperjuangkan hak-hak lingkungan sebagai suatu hak asasi manusia yang mendasar. WALHI menegaskan bahwa mereka akan menempatkan diri sebagai oposan terhadap siapapun yang terpilih dalam pemilu. Akhirnya, pernyataan tersebut meminta kepada seluruh bangsa Indonesia, terutama para korban bencana alam, investasi, korupsi, kekerasan dan pelanggaran HAM yang lain untuk "mengorganisasikan diri dan membangun kekuatan rakyat, serta bersikap mandiri dan kritis terhadap pemerintahan yang akan datang".

(Sumber: Pernyataan politik WALHI terhadap pemerintahan periode 2004-2009, 2/Jul/04)


Sepuluh agenda untuk mencapai keadilan

Sekelompok aktivis yang berasal dari 59 Ornop Indonesia telah mengeluarkan deklarasi bersama untuk mengingatkan pemerintah baru atas isu-isu yang paling mendasar yang perlu segera diberi perhatian. Isu-isu tersebut adalah: pendidikan politik yang diperlukan untuk menghadapi "kecurangan dan manipulasi" pihak yang berwenang; membrantas korupsi, termasuk mengajukan bekas Presiden Suharto ke pengadilan; menghentikan pencurian sumberdaya alam; memberikan perlindungan kepada perempuan; ruang hidup yang berpihak pada rakyat; memulihkan hak atas tanah; berhenti membebaskan pelanggar HAM; mengakhiri militerisme, "politik preman" dan milisia; serta memberlakukan sistem perpajakan yang adil untuk mempersempit keseenjangan diantara si kaya dan si miskin.

Menurut Binny Buchori, Direktur Eksekutif INFID (the International NGO Forum on Indonesian Development), deklarasi tersebut juga bisa membantu publik untuk memutuskan calon presiden yang mana yang pantas untuk dipilih dan yang bisa menjadi alat bagi Ornop untuk memantau dan mengevaluasi pemerintahan yang akan datang. Ringkasan pernyataan yang dikeluarkan oleh Forum Sosial Jakarta ini bisa dilihat dalam website INFID, www.infid.be/statement_10agenda.htm. Sumber: Ikhtisar Berita Singkat INFID No.V/18 Juni 18-Jul 16, 2004.


Apa yang dikatakan oleh dua orang calon kandidat

Susilo Bambang Yudhoyono - mantan menteri pertahanan dan keamanan di bawah pemerintahan Megawati, dan seorang jendral purnawirawan:
Megawati Soekarnoputri, yang menjadi presiden sejak tahun 1999, yang mencapai kedudukannya dengan janji reformasi:

** Keputusan Indonesia untuk mengusir Sidney Jones, direktur ICG Asia Tenggara beserta satu orang anggota staf internasional ICG yang lain bulan Mei lalu, mencemaskan pemerintah-pemerintah asing serta organisasi masyarakat madani. Kedua orang tersebut diminta pergi karena Badan Inteligen Nasional (BIN) menganggap mereka sebagai ancaman terhadap keamanan Indonesia.

Ornop-ornop melihat kejadian tersebut sebagai kembalinya tindakan represif era Suharto, dan khawatir akan adanya intimidasi lebih lanjut terhadap mereka yang kritis terhadap pemerintah dan militer. Kepala BIN telah menyatakan bahwa ada 19 ornop lain yang sedang dipantau. Kontras, ornop hak asasi manusia, menantang BIN untuk menyebutkan nama-nama organisasi tersebut serta menyebutkan tindakan `kriminal' mereka, tetapi ternyata tidak ada tanggapan.


Hasil

Karena tidak ada calon yang mendapatkan suara di atas 50% pada putaran pertama, pemilih akan memilih antara pemimpin Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati (PDI-P) pada putaran kedua bulan September nanti. Untuk hasil pemilihan putaran pertama lihat: tnp.kpu.go.id/

(Sumber: Laksamana.Net 26/Jun/04; Amnesty International Public Statement ASA 21/018/2004 3/Jun/04; Reuters 30/Jun/04, 1/Jul/04; AFP 1/Jul/04; AP 1/Jul/04; Jakarta Post 2,28/Jul/04; Reuters 1/Jul/04, Sydney Morning Herald 3/Jun/04)



Daftar isi Buletin DTE    DTE Homepage    Advokasi    Link