Switch to English
Down to Earth No. 58, Agustus 2003:

Menguatkan Perempuan Adat Dayak Lewat Lokakarya

Oleh Erma S.Ranik

Sepanjang tahun 2002, Aliansi Masyarakat Adat Kalimantan Barat (AMA Kalbar) mengadakan serangkaian lokakarya khusus untuk kaum perempuan Dayak di 6 kabupaten di Kalimantan Barat. Rangkaian lokakarya ini adalah untuk lebih melibatkan perempuan Dayak dalam berbagai bidang.

Ada tiga alasan mengapa AMA Kalbar mengadakan lokakarya khusus perempuan. Pertama, selama ini peran perempuan (khususnya dari kalangan adat) dalam masyarakat diindikasikan masih sangat minim. Keterlibatan mereka masih merupakan "pemberian" dari kaum laki-laki. Bukan betul-betul karena perempuan menyadari hak dan kewajiban mereka untuk berperan dalam pengaturan hidup bersama. Perebutan posisi untuk berperan belum terjadi secara berimbang. Intinya, yang diinginkan di sini adalah terjadi proses penyadaran tentang hak-hak yang sama anatara laki-laki dan perempuan. Kedua, sebagai pihak yang paling banyak terkena dampak dari semua upaya "pembangunan", maka memang hak merekalah untuk memperjuangkan peran dan posisi yang lebih baik. Dalam konteks pengaturan hidup bersama itu, paling tidak mereka dapat memulainya dalam ruang lingkup perempuan sendiri sebagai tahap awal. Ketiga, sebagai salah satu bentuk pendidikan politik untuk perempuan Dayak.

Tujuan umum dari lokakarya ini adalah:

Ketiga tujuan umum ini dijabarkan dalam materi-materi yang diberikan dalam lokakarya. Materi yang diberikan adalah materi-materi yang umum berdasarkan analisis kebutuhan peserta dalam setiap kabupaten. Analisis kebutuhan peserta ini didapatkan pada awal pertemuan dengan menanyakan pada setiap peserta apa yang ingin mereka dapatkan dalam pertemuan.

Rangkaian lokakarya ini menggunakan metode partisipatif. Peserta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengutarakan pendapat dan beradu argumentasi dengan sesamanya. Mereka juga bebas untuk mengeluarkan ide-ide. Perdebatan yang paling umum dan banyak terjadi adalah perdebatan soal perbedaan perempuan dan laki-laki. Selain itu juga perdebatan tentang apakah adat Dayak melakukan diskriminasi terhadap perempuan atau tidak.

Setelah melalui serangkaian lokakarya, AMA Kalbar menemukan 3 (aras) level pemahaman perempuan terhadap dirinya dan peran yang dapat mereka lakukan di komunitasnya. Pertama, di level komunitas kampung. Kesadaran yang terbangun menghasilkan perencanaan-perencanaan yang lebih mengarah pada upaya-upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Sifatnya masih individual. Kedua, level yang lebih luas, antar kampung, atau kecamatan. Pada level ini, pemahaman terhadap hak perempuan sudah lebih mengkristal pada perjuangan kelompok. Peran-peran yang ingin dibangun adalah peran-peran yang memperjuangkan kepentingan kelompok. Ketiga, level kabupaten. Dalam level ini, keinginan yang muncul dari proses penyadaran sudah pada tahap keinginan untuk merebut kursi dalam legislatif.

Pemahaman ini, dapat terlihat dari berbagai rencana aksi tindak lanjut yang berbeda dari setiap kampung, dari setiap kecamatan dan dari setiap kebupaten. Pada beberapa kabupaten, kaum perempuan merasa perlu untuk lebih menguatkan kelompoknya terlebih dahulu. Namun di kabupaten lain, sudah ada kesadaran bagi kaum perempuan untuk pentingnya keterlibatan mereka dalam bidang politik.

Aksi menghadapi pencemaran akibat penambangan emas

Selain itu, terdapat kesadaran kaum perempuan tentang rusaknya lingkungan sekitar mereka. Pada saat lokakarya di Kabupaten Bengkayang, sebuah kelompok perempuan yang hadir menyadari rusak dan tercemarnya sungai akibat dari penambangan emas berskala kecil. Kaum perempuan ini menyadari bahwa mereka adalah pihak yang paling banyak terkena dampak dari pencemaran ini. Karena mereka setiap hari menggunakan air sungai untuk mencuci, mandi dan memasak. Mereka juga menyadari bahwa untuk menghentikan penambangan emas skala kecil ini bukanlah langkah yang mudah. Banyak keluarga yang menggantungkan sumber pencariannya dari usaha ini. Karenanya mereka bermaksud mengorganisir diri. Mereka bersepakat untuk mengadakan pertemuan besar yang diikuti oleh 50 orang perempuan dari 5 kampung yang dilalui oleh Aliran Sungai Ledo yang tercemar. Mereka ingin merumuskan bersama strategi yang tepat untuk menghentikan pencemaran sungai dan juga memberi alternatif sumber pendapatan bagi penambang emas skala kecil.

AMA Kalbar sangat menyambut baik inisiatif-inisiatif dan ide-ide yang timbul dari kaum perempuan ini. "Artinya ini adalah sebuah peluang. Karena perempuan melakukan penyadaran tentang bahaya pencemaran sungai bagi kesehatan dan keberlanjutan lingkungan dan keturunan mereka dimasa mendatang," kata Mina Susana Setra, sekretaris pelaksana AMA Kalbar.

Catatan DTE: Lokakarya ini merupakan kelanjutan dari pertemuan AMA Kalbar tahun 2001 dimana 25 perempuan dari 6 kabupaten berkumpul membicarakan masalah perempuan dan pengelolaan sumber daya alam. Lokakarya di Kalimantan Barat ini merupakan salah satu dari segelintir kegiatan yang diselenggarakan oleh dan untuk perempuan adat.


Daftar isi Buletin DTE    DTE Homepage    Advokasi    Link