Switch to English
Down to Earth No. 42, August 1999

Kelanjutan perjuangan menentang Pabrik kertas pulp di Sumatra

Pembangunan pabrik kertas pulp PT Tanjung Enim Lestari (PT TEL) di Muara Enim, Sumatra Selatan senilai 1 milyar dolar hampir selesai dilaksanakan. Ancaman PHK massal pun akan segera terjadi pada ratusan pekerja kontrak di tempat itu. Sebagian besar peralatan yang ada pun telah selesai dipasang. Kesemuanya didatangkan oleh perusahaan-perusahaan asal Skandinavia, Canada dan Jerman dengan dukungan perjanjian kredit ekspor pemerintah mereka masing-masing. Pabrik tersebut diharapkan sudah mulai berproduksi pada bulan Oktober mendatang dengan kapasitas produksi sebanyak 450.000 ton pulp per tahunnya, yang seluruh hasil produksi ini nantinya akan dieskpor.

Sampai sekarang ini, masyarakat desa di sekitar pabrik terus menjalankan aksi menentang pabrik pulp PT TEL berserta perusahaan perkebunan yang menyuplai kebutuhan pulp milik PT MHP (Musi Hutan Persada). Kedua perusahaan ini merupakan bagian dari Kelompok Barito Pacific milik konglomerat kayu Prajogo Pangestu yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Keluarga Soeharto.

Sedikitnya, 900 Kepala Keluarga di enam wilayah sekitar pabrik telah kehilangan sebagian atau seluruh lahan milik mereka dengan kompensasi yang sangat minim, bahkan ada yang tidak menerima kompensasi sama sekali. Meskipun demikian, masih terdapat sekelompok orang yang tetap bertahan dan menolak menyerahkan tanah mereka.

Idealnya mereka menginginkan agar pembangunan pabrik itu dibatalkan. Namun karena proyek tersebut telah hampir selesai dibangun, sekarang tuntutan mereka difokuskan pada pengembalian tanah atau memperoleh kompensasi yang adil terhadap tanah dan tanaman mereka. Untuk mempertahankan hidupnya, para penduduk desa biasanya memperoleh hasil dari penanaman tanaman karet skala kecil. Namun, apabila sekarang ini mereka tidak memiliki tanah lagi, jelas kehidupan mereka menjadi semakin sulit. Sementara itu, pabrik pulp tersebut hanya akan memperkerjakan paling banyak 200 pekerja lokal.

Dugaan Korupsi

Para petani yang melakukan protes meyakini bahwa mantan pejabat daerah Riau, Hasan Zen, terlibat korupsi terhadap pembayaran ganti rugi tanah yang belum selesai dilakukan. Sebenarnya para petani ingin mendiskusikan persoalan ini dengan Direktur PT TEL, Jansen Wiraatmaja, yang diduga memiliki hubungan dekat dengan putri mantan presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana. Tetapi sayangnya ia masih berada di Jakarta dan tidak dapat ditemui. Hasan Zen diduga telah menyalahgunakan uang sebesar 2,6 milyar rupiah (sekitar 1 juta US dolar). Hal ini berdasarkan perhitungan bahwa PT TEL telah memberikan ganti rugi sebesar 6,3 milyar rupiah. Namun petani setempat ternyata hanya menerima jumlah ganti rugi sebesar 3,7 milyar rupaiah saja.

Meskipun harga tanah sebenarnya bernilai 5 juta rupiah per ha, namun jumlah ganti rugi yang diterima petani paling tinggi hanya sekitar 2-3 juta rupiah saja. Hasan Zen, yang berniat menjadi gubernur Bengkulu yang akan datang, telah dibebaskan dari dugaan korupsi tahun ini oleh Pengadilan Palembang dengan alasan bukti yang diajukan oleh para petani dan LSM tidak cukup. Namun, ironisnya, sekarang ini dua orang bawahannya tengah menjalani hukuman penjara akibat korupsi.

Sementara itu, selama beberapa tahun belakangan ini, telah terjadi demonstrasi besar-besaran oleh penduduk desa terhadap PT TEL yang disampaikan pada PEMDA setempat. Dimana pada bulan April ini, perwakilan masyarakat mengajukan tuntutannya ke kantor gubernur Palembang, di ibu kota propinsi itu. Karena tidak ada reaksi dari PEMDA, kemudian ratusan penduduk dari desa Gunungmegang dan Rambangdangku melakukan demonstrasi lagi di wilayah pabrik dalam bulan Mei. Mereka menutup jalan dengan kawat berduri dan mendirikan tenda, serta memutuskan untuk tinggal disitu sampai perusahaan menjawab tuntutan terhadap tanah mereka. Namun mereka dibubarkan secara paksa dan harus menyelamatkan diri ke hutan sekitarnya saat polisi bersenjata dan pihak militer menyemburkan air dan memukuli mereka dengan senjatanya.

Sampai sekarang ini, baik pihak perusahaan maupun pemerintah Indonesia tidak menjelaskan teknologi apa yang . digunakan oleh PT TEL. Pengujian dampak lingkungan resmi yang diadakan pada tahun 1997 menyatakan bahwa "unit pencucian akan menggunakan 50-100% klorin dioksida dalam tahap awal, kemudian kalau tidak perlu, pabrik akan dapat memproduksi ECP pulp". Perusahaan telah menyampaikan para perwakilan LSM dalam pertemuan bulan Oktober tahun lalu bahwa mereka akan menggunakan teknilogi ECF dan bukan metode pencucian klorin yang lebih merusak lingkungan, namun sampai saat ini belum ada penjelasan resmi. Tujuh pipa pembuangan raksasa dengan diameter 2 m, akan membuang limbah dari pabrik ke sungai Lematang -sungai yang memberi kontribusi besar pada sungai musi- yang merupakan sumber penggunaan air bagi kebutuhan domestik dan pertanian bagi puluhan ribu orang yang hidup di sekitar 30 desa sepanjang tepi sungai. Pengujian dampak lingkungan menunjukkan bahwa 70.000 meter kubik dari limbah buangan yang sudah diolah akan dibuang ke sungai lematang setiap harinya dan diperkirakan bahwa 18 ton gas sulfur akan dibuang perharinya.

Penanam Modal Asing Menolak bertanggungjawab

Para penanam modal asing terus menutup mata terhadap kerusakan lingkungan dan sosial yang diakibatkan oleh pembangunan pabrik pulp tersebut. Bank Scotland, salah satu anggota sindikasi pemberi dana PT TEL, sekarang ini mendapat tekanan dari LSM di Inggris dan juga media. Saat ini mereka tengah mempromosikan secara besar-besaran penampilan yang ramah lingkungan melalui produk credit card "hijau". Kevin Dunion, Direktur Friends of the Earth di Scotland mengatakan bahwa, "Bank Scotland seharusnya menarik diri dari proyek tersebut dan segera menguji kembali prosedur pengujian lingkungannya." Namun dalam hal ini, Bank Scotland merasa tidak melihat adanya alasan untuk menarik diri dari proyek dimana mereka telah menanam modal sebesar 5,5 juta pounds. Pabrik kertas pulp ini digunakan untuk pembenaran pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang baru di pantai barat Sumatra. Gubernur Sumatra Selatan, Rosihan, mengumumkan pada bulan Juli ini bahwa perusahaan Jerman, Ferrostad AG, akan terlibat di proyek Tanjung Api-Api. Cabang PDI pro Megawati setempat telah menyatakan dukungannya terhadap proyek tersebut jauh-jauh hari sebelum hasil pemilu diumumkan.

Meskipun demikian, Nurcholis, Direktur WALHI Sumatra Selatan telah memperingatkan bahwa pelabuhan baru dan industri-industri yang kemudian akan berkembang nantinya akan merusak rawa-rawa mangrove, membuat polusi dan pengendapan lumpur di mulut sungai Musi. Ia juga mendesak agar PEMDA setempat menggunakan pandangan ekonomis jangka panjang dan menghentikan rencana itu.

Catatan: Pada bulan Januari 1999, DTE telah menerbitkan versi terbaru paket kampanye tahun 1997 yang berjudul Pulping the People. Paket kampanye terbaru diharapkan segera terbit pada akhir tahun ini.


(Sumber-sumber: TW 5/5/99, 6/7/99; WALHI Sumsel 15/7/99; Scotland on Sunday 23/5/99 dan berbagai sumber lainnya.)


Daftar isi Buletin DTE    DTE Homepage    Advokasi    Link