Indonesia

DTE 99-100, Oktober 2014

Wawancara dengan Helena Trie, Staf komunikasi, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).[1]

DTE 99-100, Oktober 2014

Artikel ini disarikan dari esai dua bagian oleh Siti Maimunah dari Tim Kerja Perempuan dan Tambang (TKPT) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Esai diterbitkan oleh Etnohistori pada bulan Mei 2014.[1]

DTE 99-100, Oktober 2014

Oleh Mia Siscawati [1]

Artikel ini dipersiapkan untuk Komnas HAM sebagai sebagian Inkuiri Nasional Komnas HAM Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayah di Dalam Kawasan Hutan.[2]

DTE 99-100, Oktober 2013

Seringkali perempuan adat dihalangi untuk membuat keputusan penting bagi dirinya sendiri, sehingga mereka tidak berdaya untuk memastikan ada pemahaman dan penanganan terhadap ketidakadilan gender yang berdampak langsung terhadap perempuan, keluarga dan komunitas mereka. Pemberdayaan perempuan adat di Indonesia adalah tugas yang kompleks, yang ditangani oleh PEREMPUAN AMAN, organisasi perempuan adat Indonesia, dimulai dengan pelatihan untuk pengambilan keputusan. Artikel ini disusun oleh DTE berdasarkan informasi dari PEREMPUAN AMAN yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia di situs AMAN. Tulisan ini telah diedit dan ditinjau oleh PEREMPUAN AMAN.

DTE 99-100, Oktober 2014

Artikel berikut disusun berdasarkan diskusi dengan Solidaritas Perempuan (SP) pada bulan Juli 2014 dengan beberapa informasi tambahan oleh DTE.

DTE 99-100, Oktober 2014

DTE mewawancarai Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat) [1], mengenai pengalamannya terkait hal gender dalam melakukan pemetaan partisipatif bersama komunitas adat di Indonesia.