Switch to English |
Lembar informasi mengenai LKI ini merupakan edisi terakhir untuk kali ini. DTE sedang mengkaji ulang dan memutuskan cara yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya kami dalam menyikapi LKI. Kami menunggu masukan Anda sekalian mengenai manfaat lembar LKI dwibahasa yang telah kami terbitkan beserta saran mengenai bentuk alternatif dan topik-topik yang cocok untuk publikasi kami. Silakan sampaikan masukan dan saran Anda kepada dte@gn.apc.org . |
Apa yang dimaksud dengan Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals)?
Tujuan Pembangunan Milenium (TPM) adalah serangkaian tujuan yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Milenium pada September 2000. Tujuan Pembangunan Milenium adalah komitmen dari komunitas internasional terhadap pengembangan visi mengenai pembangunan; yang secara kuat mempromosikan pembangunan manusia sebagai kunci untuk mencapai pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan global.
TPM mendorong pemerintah, lembaga donor dan organisasi masyarakat sipil di manapun untuk mengorientasikan kembali kerja-kerja mereka untuk mencapai target-target pembangunan yang spesifik, ada tenggat waktu dan terukur ke dalam 8 tujuan pembangunan milenium yaitu:
Apa Latar Belakang?
Target-target tersebut disusun dalam tujuan pembangunan milenium pertama kali dalam konferensi tingkat Tinggi PBB di tahun 1990-an. Hasil-hasil tersebut kemudian dikompilasikan dan kemudian dikenal sebagai Tujuan Pembangunan Internasional (International Development Goals).
Pada bulan September 2000, 189 pemerintahan negara-negara anggota PBB,termasuk Indonesia menandatangani deklarasi milenium (The Millennium Declaration) pada KTT Milenium. Tantangan utama yang dibahas adalah mengarahkan globalisasi menjadi "inklusif dan setara".
Inti dari deklarasi milenium ini adalah delapan tujuan pembangunan milenium seperti telah disebutkan diatas. Diluar ke-8 tujuan tersebut, deklarasi milenium juga membahas isu-isu penting lainnya seperti perdamaian, keamanan dan pelucutan senjata, HAM, demokrasi dan ketatapemerintahan yang baik, kebutuhan khusus bagi Afrika dan penguatan kelembagaan PBB. Nilai-nilai yang mendasari deklarasi milenium adalah: kebebasan, kesetaraan, solidaritas, toleransi, penghargaan terhadap alam dan pertanggungjawaban bersama.
Tujuan Pembangunan Milenium kemudian dimatangkan lagi dalam pertemuan tingkat tinggi delapan negara maju (G8) di Evian, Prancis pada akhir 2003.
Kelembagaan Untuk Mencapai TPM
UNDP, sebagai bagian dari jaringan PBB, menjadi penghubung dan mengkoordinasikan berbagai upaya-upaya di tingkat nasional dan global untuk mencapai TPM. Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan telah meminta administrator UNDP Mark Malloch Brown (direktur dari kelompok-kelompok pembangunan PBB- UN Development Group) untuk menjadi koordinator TPM.
Ada 4 strategi utama UNDP untuk mencapai TPM yaitu:
Ke-8 tujuan pembangunan milenium tersebut akan dievaluasi oleh Majelis Umum PBB (The UN General Assembly) pada tahun 2005. Beberapa organisasi non pemerintah yang berkaitan dengan PBB akan bertemu di kantor pusat PBB di New York pada tanggal 8-10 September 2004 untuk mengetahui bagaimana mereka dapat mendampingi proses ini.
Kritik Terhadap TPM
Paparan program dalam TPM tentu saja merupakan konsep ideal, namun dalam implementasinya diperkirakan akan banyak menemui kendala di lapangan dan kemungkinan besar akan sulit memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan. Kritik terhadap TPM terkait dengan persoalan ketergantungan negara-negara anggota pada negara donor. Pendanaan dari negara-negara biasanya disertai berbagai persyaratan yang pada akhirnya justru memberatkan negara penerima bantuan. Negara donor sering memasukkan agenda tersembunyi terhadap negara yang dibantu dimana agenda-agenda tersebut seringkali tidak terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan dan perbaikan kualitas kehidupan manusia tetapi lebih mengenai faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam batas tertentu kadang-kadang tidak berarti apa-apa bagi orang miskin sehingga perlu konsep pembangunan yang benar-benar berpihak kepada mereka.
Forum masyarakat sipil se-Asia Pasifik di Bangkok, pada 6-8 Oktober 2003 secara spesifik menghasilkan kritik terhadap TPM antara lain:
Ornop Indonesia yang ikut menandatangani adalah Solidaritas Perempuan, Institute of Global Justice dan Federasi Serikat Petani Indonesia.
Perkembangan Pencapaian TPMNegara-negara industri gagal untuk memenuhi komitmen mereka memberikan 0,7% dari GNP untuk pendampingan pembangunan (official development assistance). Jika hal ini terus berlanjut maka tujuan tersebut akan sulit dipenuhi dihampir 60 negara terutama negara-negara miskin di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Sekitar US$ 87 milyar sendiri dialokasikan untuk pengeluaran militer di Irak dan Afganistan.
Di Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2003 yang berjudul Tujuan Pembangunan Milenium: Perjanjian Antar Negara Untuk Mengakhiri Kemiskinan Manusia (Millennium Development Goals: A Compact among Nations to End Human Poverty), melaporkan status negara-negara dalam upaya mencapai TPM dan membahas pembaruan-pembaruan nyata dalam kebijakan dan komitmen anggaran serta sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Lebih lanjut, diajukan suatu rencana aksi baru − yakni "Perjanjian Pembangunan Milenium" − guna mencapai TPM. Laporan ini terutama mengimbau agar dibentuk kemitraan antara negara-negara kaya dan negara miskin, di mana negara-negara yang miskin akan mengerahkan sumber-sumber daya dalam negeri mereka serta menjalankan tata pemerintahan yang baik demi pencapaian TPM, sementara negara-negara yang kaya akan meningkatkan bantuan mereka dan meringankan tekanan beban hutang.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie memaparkan laju pertumbuhan penduduk menurun dari 2,32 persen pada periode 1971-1980 menjadi 1,49 persen pada periode 1990-2000. Angka kelahiran total juga turun dari 5,6 anak per wanita produktif pada 1971 menjadi 2,6 anak pada 2002. Sedangkan angka kematian balita turun dari 210 per 1.000 kelahiran hidup pada 1960 menjadi 46 pada 2000.
Fakta mengenai tujuan pembangunan milenium di Indonesia pada 1990-2002 (%) | ||
Target | 1990 | 2002 |
Memberantas kemiskinan dan kelaparan: | ||
- proporsi penduduk hidup di bawah US$1 per hari | 20,6 | 7,2 |
- proporsi di bawah garis konsumsi minimum (2.100 kal/kapita/hari) | 69,5 | 64,6 |
Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua: | ||
- proporsi murid kelas 1 (SD) yang berhasil mencapai kelas 5 | 75,6 | 82,2 |
- proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan SD | 62,0 | 74,4 |
1992 | 2002 | |
Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua: | ||
- rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan tinggi | 85,1 | 92,8 |
- rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki (15-24 tahun) SD | 97,9 | 99,8 |
Mengurangi tingkat kematian anak: | ||
- angka kematian balita (per 1.000 kelahiran hidup) | - | 46,0 |
-- angka kematian bayi (per 1.000 kelahiran hidup) | - | 35,0 |
Meningkatkan kesehatan ibu: | ||
- proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih | 40,7 | 68,4 |
- angka pemakaian kontrasepsi pada perempuan menikah usia 15-49 thn | 50,5 | 54,2 |
Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain: | ||
- angka pemakaian kontrasepsi kondom perempuan menikah usia 15-49 thn | 1,3 | 0,4 |
- angka kesembuhan penderita tuberkulosis | 76 | - |
Menjamin kelestarian lingkungan: | ||
- proporsi penduduk dgn akses terhadap fasilitas sanitasi layak | 30,9 | 63,5 |
- akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan | - | 50,0 |
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan: | ||
- ? |
Meski terjadi angka penurunan di beberapa indikator diatas, Kwik menilai proses pembangunan masih tersendat. Hal itu, katanya, tercermin dari lambannya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu masih rendahnya kesejahteraan dan daya dorong ekonomi. Kwik juga mengkritik lembaga-lembaga keuangan internasional yang bukannya membantu negara-negara miskin malah memperkeruh laju pembangunan negara-negara yang ditanganinya. Selain itu pendekatan survei sebatas tingkat propinsi tidak mencerminkan jumlah penduduk miskin sebenarnya.
Pendapat Kwik juga sesuai dengan Duta Besar Khusus PBB untuk Asia Pasifik Erna Witoelar. Menurut Erna, pengentasan kemiskinan yang diserahkan ke daerah jauh lebih efektif daripada ditangani secara nasional yang selalu mengandalkan pinjaman Bank Pembangunan Asia atau Bank Dunia. Ia menilai kesenjangan antar daerah masih tinggi dan makin parahnya kerusakan lingkungan hidup.
Tidak dicantumkannya tujuan ke delapan TPM di dalam LPM 2003 tersebut tersebut menjadi tanda tanya di kalangan masyarakat sipil, antara lainINFID. Sekretaris Eksekutif INFIDBinny Buchori menyatakan keheranannya terhadap pemerintah yang tidak mencantumkan tujuan ke delapan tersebut padahal tujuan ke-8 tersebut sangat penting dan kritis dalam upaya pengentasan kemiskinan karena menyangkut realitas utang luar negeri, kerja sama global, dan politik perdagangan internasional. Target tujuan ke- delapan, yaitu mengembangkan lebih lanjut sistem perdagangan dan keuangan terbuka yang berdasar aturan, dapat diandalkan, dan tidak diskriminatif. Target penting lainnya dalam tujuan ke-8 yaitu menangani kebutuhan khusus negara-negara yang kurang berkembang, yang mencakup pemberian bebas tarif dan bebas kuota untuk ekspor, keringanan pembayaran utang negara-negara berkembang yang terjerat utang, dan pembatalan utang bilateral. Tidak ketinggalan pemberian bantuan pembangunan yang lebih besar untuk Negara-negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah menegaskan bahwa tujuan ke-delapan hanya menjadi tanggung jawab negara-negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang hanya merasa berkewajiban melaporkan capaian perkembangan tujuan satu sampai tujuh yang ditegaskan oleh Direktur Pendanaan Multilateral Bappenas, Delthy S. Simatupang.
Penutup
TPM harus dipandang bukan hanya sebagai tujuan yang harus dipenuhi oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga menjadi kewajiban negara-negara maju. Sasaran-sasaran tersebut adalah konsep ideal, yang bisa tidak memiliki makna tanpa melihat konstelasi politik dan relasi kekuasaan di tingkat global, nasional dan lokal. Sepatutnya TPM ini dapat menjadi katalis untuk benar-benar menciptakan konsep dan pendekatan yang berpihak pada kelompok miskin.
Referensi:
Kajian mengenai Tujuan Pembangunan Milenium dapat dilihat di www.paris21.org/betterworld
www.developmentgoals.org
www.un.org/millenniumgoals/
www.who.int/mdg
www.undp.org/mdg
home.maryknoll.org
www.oecdobserver.org
www.ngocongo.org/mdg
www.unsystem.org/ngls/documents/pdf/roundup/RU105mdg.pdf
Ornop dapat berperan aktif untuk memantau perkembangan pemerintah didalam mencapai TPM dengan menghubungi:
NGO Section
Department of Public Information
Room S-1070 L
New York, NY 10017, USA
Tel: (212) 963-6842
Fax: (212) 963-6914
NGO RESOURCE CENTER
Department of Public Information
Room L-1B-31 New York, NY 10017, USA
Tel: (212) 963-7233; 963-7234; 963-7078
Fax: (212) 963-2819
Departemen Informasi Publik PBB dan bagian Ornop PBB (United Nations Department of Public Information / Non-Governmental Organizations Section (DPI/NGO) mengadakan pertemuan tahunan ke 57 DPI/NGO dengan tema "Millennium Development Goals: Civil Society Takes Action" pada tanggal 8-10 September 2004. Konferensi ini bertujuan untuk membangun perhatian publik dan dukungan terhadap TPM melalui 3000 ornop yang bekerja langsung pada sekretariat PBB. Informasi mengenai konferensi tersebut dapat diakses di: www.undp.or.id/unv/id/resources_mdg.html
Hasil mengenai konferensi tersebut berikut list partisipan dapat dilihat www.un.org/dpi/ngosection/57conf.htm
World Development Indicators 2004 dan Global Monitoring report dapat diakses di publications.worldbank.org/ecommerce/
Millennium Development Goals: A Compact among Nations to End Human Poverty dapat diakses di hdr.undp.org/reports/global/2003/