Switch to English


Down to Earth No.78, Agustus 2008

Siapa yang Menanggung Perubahan Iklim?

Lokakarya DTE dalam Climate Camp di Inggris tahun ini menggugah perhatian terhadap persoalan perubahan iklim di Indonesia


Pada bulan Agustus ini, Climate Camp ke tiga di Inggris yang terbuka bagi semua orang berlangsung di Kent, Inggris Tenggara. Tujuan utamanya - mendorong gerakan sosial untuk menyikapi perubahan iklim- mendapat sambutan hangat dari kelompok-kelompok sehati yang menyelenggarakan acara serupa di negara kaya lainnya seperti AS, Kanada, Jerman, Swedia, Australia, dan Selandia Baru.

Untuk pertama kalinya, Down To Earth ambil bagian dalam acara di musim panas ini, yang diadakan di lokasi strategis dekat pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batu bara di Kingsnorth. E.ON, pemilik pembangkit tenaga listrik yang berkedudukan di Jerman ini terus mendesakkan rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batu bara generasi ke dua nanti setelah kegiatan pembangkit tenaga listrik yang saat ini tengah beroperasi berakhir tahun 2015. Pemerintah Inggris berniat membangun lebih banyak lagi pembangkit berbahan bakar batu bara setelah "mendandani" proyeknya di Kingsnorth. Rencana ini mengundang perlawanan publik secara luas karena hal itu berarti Inggris akan terus bergantung pada bahan bakar fosil, pada saat negara-negara perlu menurunkan emisi C02 dengan drastis dan banyak melakukan investasi dalam energi terbarukan untuk menghadapi perubahan iklim. Pemerintah mengandalkan penangkapan karbon untuk membersihkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, tetapi teknologi ini belum dikembangkan bagi penggunaan berskala besar.

Koalisi kelompok lingkungan di Inggris telah menyerang bank-bank Inggris besar, termasuk Royal Bank of Scotland (RBS), HSBC and Barclays, karena melakukan investasi dalam proyek batu bara di seantero dunia. "Orang datang dari seluruh penjuru negara untuk melakukan protes terhadap stasiun berbahan bakar batu bara yang baru di Kingsnorth. Jika RBS dan bank-bank lain tidak berhenti membiayai proyek perusak iklim seperti itu, mereka menghadapi resiko serangan publik serupa," kecam Duncan McLaren dari Friends of the Earth Skotlandia, yang ikut menerbitkan laporan tentang investasi bank dalam batu bara.


Lokakarya DTE

Kontribusi DTE untuk Climate Camp 2008 di Inggris adalah lokakarya berjudul "Who pays for climate change?". Lokakarya ini menyoroti hubungan antara perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh pengusaha kelas kakap dan elit politik dengan didukung oleh praktek korupsi, penegakan hukum yang lemah dan perundang-undangan yang memihak pada pasar dengan mengorbankan masyarakat adat dan warga miskin di Indonesia. Kajian baru-baru ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah penyumbang utama bagi perubahan klim dan pada saat yang sama sangat rentan terhadap dampaknya. Indonesia menghadapi masalah yang sama seperti negara-negara Selatan lainnya: bahwa solusi terhadap perubahan iklim banyak tergantung pada negara kaya. Tanpa kemauan dari negara-negara Utara untuk mengurangi konsumsi yang belebihan, negara-negara Selatan terpaksa menjual apa saja yang tersisa dari sumber daya mereka. Situasi ini menjadi kian parah dengan adanya jeratan hutang dan rejim yang korup (lihat artikel terpisah tentang hutang Indonesia).

Lokakarya DTE yang berlangsung selama satu jam itu juga menggugah perhatian terhadap wilayah-wilayah seperti Papua, yang "dikutuk" karena sumber daya alamnya yang kaya raya sehingga menarik investor pemangsa. Bukti-bukti yang disampaikan dalam laporan Bank Dunia 2006 mengungkapkan bahwa di balik kekayaan sumber daya alamnya, lebih dari 40% penduduk Papua - atau lebih dari dua kali lipat rata-rata angka nasional - hidup di bawah garis kemiskinan. Pertumbuhan 10% yang dinikmati kawasan ini sejak pertengahan 1990 dan peningkatan pendapatannya sejak Papua dijadikan wilayah dengan Otonomi Khusus pada tahun 2002 tampaknya hanya dinikmati segelintir orang saja. (lihat DTE 68). Kelompok Hak Asasi Manusia juga memberi catatan khusus untuk Papua atas pelanggaran HAM terhadap warganya yang dilakukan oleh aparat keamanan sering kali dipicu oleh konflik atas akses terhadap sumber daya.

Lokakarya itu juga memikirkan bagaimana agar prospek penanganan perubahan iklim di Papua tak tampak terlalu buruk mengingat bahwa Papua telah terpilih sebagai kawasan percontohan untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Tetapi mengingat buruknya riwayat kinerja pemerintah dalam hal penghargaannya terhadap HAM dan keadilan ekologi, masyarakat Papua pada akhirnya mungkin akan harus menanggung beban yang lebih berat daripada apa yang mereka peroleh dari usaha menyelamatkan planet ini.

Peristiwa seperti Climate Camp tahun ini membantu menyediakan wadah bagi banyak orang untuk duduk bersama memikirkan solusi atas masalah perubahan iklim yang mendunia. Tetapi, semangat kerja sama di antara para peserta pada pertemuan yang berlangsung damai ini terusik oleh ulah penjagaan polisi yang berlebihan selama berlangsungnya acara. Lima puluh aktivis diciduk di akhir pekan itu, pada tanggal 9 dan 10 Agustus.

(Sumber: www.climatecamp.org.uk/; www.worldcoal.org/; www.berr.gov.uk; Guardian 11/Agt/08)


Demam batu bara

Dengan melambungnya harga minyak dan gas, batu bara menjadi relatif murah. Dan persediaannya melimpah: cadangan batu bara di seluruh dunia diperkirakan tak akan habis sampai 150 tahun .1

Pada tahun 2005, impor batu bara Inggris meningkat menjadi 44 juta ton. Sumber utama untuk impor ini termasuk Rusia, Australia, Kolombia, Afrika Sekatan, dan juga Indonesia.2

Pada tahun 2005 Indonesia menghasilkan 152,2 juta ton batu bara keras, yang membuatnya menjadi negara penghasil batu bara terbesar ke 7 di dunia. 3

Indonesia adalah negara pengekspor thermal coal (batu bara penghasil panas) terbesar di dunia dan diperkirakan akan menghasilkan 205 juta ton tahun 2008. Sekitar 75% dari jumlah itu akan diekspor. 4

Produksi batu bara Indonesia akan meningkat dua kali lipat per 2017 menjadi sedikitnya 400 juta ton, sebagian besar untuk diekspor. 5

Indonesia memperoleh sekitar US$10 milyar dari ekspor batu bara pada tahun 2007 dan akan mendapatkan puluhan milyar dolar setiap tahunnya dalam dekade-dekade mendatang. 5

Desakan untuk mengeksploitasi lebih banyak lagi batu bara di Indonesia membahayakan sumber daya hutan dan mata pencaharian masyarakatâ€"khususnya di Kalimantan.6

Catatan:
1 Guardian 11/Agt/08
2www.berr.gov.uk/energy/sources/coal/industry/page13125.html
3www.worldcoal.org/pages/content/index.asp?PageID=458
4www.coalworld.net/indexnews/info.jsp?id=61694, mengutip data departemen energi.
5www.ecoearth.info/shared/reader/welcome.aspx?linkid=102552&keybold=wetlands%20greenhouse%20gases
6www.timesonline.co.uk/tol/news/world/asia/article2076562.ece




Daftar isi Buletin DTE     DTE Homepage     Advokasi     Link