Bahan bakar nabati

DTE 88, April 2011

Pembangunankelapa sawit di Indonesia telah menyebabkan konflik, pelanggaran hak asasi manusia dan pencurian tanah masyarakat; pembangunan itu juga telah memicu kebakaran besar yang menghancurkan hutan, memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan iklim dan kesehatan manusia.

DTE 88, April 2011

Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki banyak sumber energi baru dan terbarukan yang bisa dimanfaatkan. Berdasarkan kebijakan energi pemerintah, sumber-sumber energi tersebut adalah panas bumi, bahan bakar nabati (disingkat BBN) atau biofuel), aliran sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.[1]

Bogor, April 2011. Sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, Indonesia memang gencar untuk mengkampanyekan perluasan perkebunan kelapa sawit di hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Info terkini tentang kebijakan agrofuel, Januari 2011

Komisi Eropa mengaku ragu bahwa agrofuel ramah lingkungan–tetapi menunda ambil tindakan

Di akhir kegiatannya tahun 2010 Komisi Eropa secara resmi mengakui bahwa Perubahan Penggunaan Tanah secara Tak Langsung (ILUC) dapat mengurangi penghematan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) oleh agrofuel (bahan bakar agro) dan bioliquid). Tetapi tidak ada tindakan yang akan diambil hingga Juni 2011.

Pembaruan DTE, Mei 2010

Dengan adanya Peraturan tentang Energi yang Terbarukan (RED; Peraturan 2009/28/EC), Uni Eropa telah menetapkan target bahwa 10% dari bahan bakar semua transportasi darat harus berasal dari sumber-sumber yang terbarukan pada tahun 2020.

Down to Earth No.83, Desember 2009

Oleh Chris Lang.1

 

Surat berikut ditujukan kepada Ed Miliband, Menteri Energi dan Perubahan Iklim Inggris. Surat ini mempertanyakan Nota Kesepahaman Inggris-Indonesia mengenai perubahan iklim yang ditandatangani pada bulan Desember 2008.1