Keadilan iklim

Keadilan iklim artinya adanya jalan keluar yang adil untuk perubahan iklim yang berdasarkan pada hak-hak, kebutuhan, partisipasi, dan kesepakatan komunitas yang merasakan dampak terbesar perubahan iklim atau yang akan terpengaruh oleh usaha-usaha mitigasi.

Keadilan iklim dan penghidupan berkelanjutan sangat terkait erat, karena pengelolaan masyarakat atas sumber-sumber daya alam yang mendukung penghidupan menawarkan kemungkinan yang lebih baik untuk adanya keberlangsungan jangka panjang daripada skema-skema pembangunan dari para pemimpin ke rakyat biasa ('top-down') yang lebih melayani kepentingan kelompok elite bisnis serta mengukuhkan ketidaksetaraan global.

Kelompok masyarakat madani Indonesia melakukan protes di Kopenhagen, Desember 2009

DTE 89-90, November 2011

Laporan di bawah ini, ditulis oleh periset independen Anna Bolin,[1] mengupas tren global dan pengaruhnya di balik mega proyek pertanian seperti proyek lumbung pangan dan energi terpadu Merauke (MIFEE) di Papua.

DTE 89-90, November 2011

…dan harapan untuk membangun penghidupan yang berkelanjutan.

Catatan dari lokakarya yang dikerjakan bersama oleh LP3BH, Yalhimo, Mnukwar, DTE dan PPP.

DTE 89-90, November 2011

DTE terakhir kali melaporkan perkembangan kebijakan dan proyek di Indonesia untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) pada awal 2010. Ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat komitmen internasional untuk membatasi emisi karbon Indonesia dan mengumumkan rencana untuk menanam jutaan hektare hutan baru.

DTE 89-90, November 2011

Artikel di bawah ini dibuat berdasarkan sejumlah tulisan dalam blog Pietsau Amafnini, Koordinator organisasi yang berbasis di Manokwari, JASOIL Tanah Papua. Alamat blog itu adalah http://sancapapuana.blogspot.com/.

Terjemahan dari situs web redd-monitor.org

Tulisan asli dalam Bahasa Inggris di situs web redd-monitor.org

Oleh Chris Lang, 4 Februari 2011

Pada bulan Januari 2011, DTE memberitakan perkembangan terakhir mengenai kebijakan Uni Eropa (UE) tentang Panduan Energi Terbarukan (RED, 2009/28/EC) dan Panduan Kualitas Bahan Bakar. Fokusnya adalah tentang Rencana Aksi Energi Terbarukan Nasional dan riset ilmiah terbaru yang menilai potensi dampak perubahan penggunaan tanah secara tak langsung (ILUC)[1] karena meningkatnya permintaan akan agrofuel (lihat Info Terkini tentang Kebijakan Agrofuel, DTE Januari 2011 untuk informasi lebih lanjut).

Info Terkini mengenai Agrofuel, DTE Juli 2011

Tahun 2010 perdebatan mengenai agrofuel (bahan bakar nabati) berfokus pada semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa perubahan penggunaan tanah secara tak langsung (ILUC) dapat secara signifikan mengurangi potensi penghematan gas rumah kaca agrofuel, dibandingkan dengan bahan bakar fosil.