Politik Pemilu 2014 dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Bendera dan poster tentang pemilu menghiasi sebuah dinding di Bogor (DTE)

Seberapa hijau pemilihan umum itu? Apakah para pemilih di Indonesia peduli terhadap keadilan ekologis? Kami memberikan sebuah tinjauan yang sangat singkat...

DTE 98, Maret 2014

Lingkungan hidup adalah isu pinggiran yang tidak layak mendapat perhatian. Ini adalah persepsi yang terbukti dari kampanye pemilu para calon anggota parlemen, yang hampir semuanya tidak berfokus pada lingkungan hidup.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Walhi memperlihatkan bahwa kurang dari 7% calon anggota legislatif memiliki komitmen terhadap isu lingkungan hidup.[1] Ini terlepas dari fakta bahwa lingkungan hidup adalah isu penting bagi masyarakat. Sebuah survei kerja sama WWF Indonesia dan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) menyebutkan bahwa 95,7% responden menganggap bahwa isu lingkungan adalah hal yang serius dan harus ditangani oleh para anggota legislatif mendatang.[2]

Pemilihan legislatif Indonesia berlangsung pada 9 April dan pemilihan presiden putaran pertama akan dilakukan pada 9 Juli 2014.

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Bencana

Ada kaitan erat antara berbagai bencana seperti banjir, kebakaran dan tanah longsor dengan pola pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Alokasi hutan untuk hutan komersial, seperti hak pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), dan untuk perkebunan komersial skala besar seperti kelapa sawit dan tebu, serta pembukaan hutan untuk area pertambangan, adalah akar masalah dari deforestasi yang memicu bencana-bencana tersebut. Keadaan menjadi lebih buruk bagi kaum miskin, yang kehidupan dan sumber penghidupannya paling terkena dampak di wilayah yang rentan bencana, karena dampak iklim dari deforestasi dan pembukaan lahan gambut meningkatkan kemungkinan terjadinya peristiwa cuaca buruk yang menyebabkan kerusakan. Pada tahun 1997-98, Indonesia mengalami kebakaran hutan terparah di dunia, yang berpusat di Kalimantan dan Sumatera. Diperkirakan di Kalimantan saja 1,1 juta hektare lahan gambut terbakar selama periode tersebut.[3] Sekali lagi kebakaran kembali terjadi di wilayah itu, disusul oleh munculnya “kabut asap” yang berbahaya pada 2013.[4]

Pada kebakaran hutan tahun lalu di Sumatera, khususnya Riau, titik api kebanyakan berlokasi di konsesi hutan tanaman industri milik konglomerat raksasa pulp dan kertas APP dan APRIL.[5] Perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi lokasi kebakaran juga: Riau juga memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia yang mencapai 3 juta hektare dari total 13 juta hektare perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia.[6]

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Korupsi

Menjelang pemilihan umum, hutan dan kekayaan mineral serta lahan perkebunan selalu menjadi komoditas yang diperjualbelikan untuk dana kampanye politik, membeli suara dan pengaruh, baik di tingkat daerah untuk bupati, walikota atau gubernur, ataupun di tingkat nasional untuk DPR atau presiden. Menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), sektor kehutanan dan sumber daya alam lainnya memang lahan empuk untuk memperoleh pendanaan politik, korupsi dan cara untuk cepat kaya.[7]

Pada tahun 2013, ada sekitar tujuh kasus korupsi dalam sektor kehutanan yang sedang diproses, atau sudah selesai ditangani, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[8] Hampir seluruh pelaku korupsi ini menduduki posisi kekuasaan.[9] Korupsi dalam sektor ini tidak hanya mengakibatkan bencana yang merugikan masyarakat, tetapi juga bagi negara. Sebuah studi ICW mengenai kerugian negara di sektor kehutanan menemukan bahwa pada kurun waktu 2011-2012, kerugian ini mencapai Rp691 trilyun (sekitar USD606 juta).[10]

Pilih calon yang bersih dan pro lingkungan

Bagi sebagian orang, tampaknya tidak mungkin berharap akan ada perubahan dalam politik kehutanan dan sumber daya alam di Indonesia jika para aktivis lingkungan tidak melibatkan diri dalam panggung politik.

Beberapa aktivis lingkungan dan masyarakat adat mulai melakukan politik aktif dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk periode mendatang. Mereka di antaranya Berry N Forqan, mantan Direktur Nasional WALHI, Mahir Takaka, mantan Deputi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Ridha Saleh mantan Deputi Direktur WALHI dan mantan anggota Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia.

Sementara itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah menandatangani kontrak dengan 180 calon legislatif. Para calon ini telah menyatakan komitmen untuk memperjuangkan kampanye AMAN untuk pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.[11] Di Sumatera Selatan, para aktivis lingkungan telah bertekad untuk mendukung para calon yang mengkampanyekan kebijakan lingkungan. [12]

Masih perlu dilihat bagaimana para calon anggota parlemen pro-lingkungan dan pro-hak tampil dalam pemilu ini dan, jika mereka berhasil, sejauh mana mereka dapat membuat kemajuan terkait keadilan ekologis setelah pemungutan suara tersebut.



[1]       Walhi Institute dan Eksekutive Nasional Walhi. Hasil Studi Kualitas Calon Legislatif DPR-RI Pro Lingkungan Hidup 2014-2019

[2]       WWF dan LP3ES. Survey Persepsi Masyarakat Terhadap Isu Lingkungan dan Preferensi Partai Politik. 2014.

[5]      Riau Headline. 21 Juni 2013. ‘Berikut Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau’ www.riauheadline.com/view/Lingkungan/799/Berikut-Penyebab-Kebakaran-Hutan-dan-Lahan-di-Riau.html

[6]     Sawit Watch

[7]       ICW. Korupsi Kehutanan dan Korupsi Politik. 2014.

[8]       Ibid.

[10]     Merationline.com. 28 Oktober 2013. ‘Pengamat: Korupsi di sektor kehutanan maha dahsyat.’

[11]     Tempo. 13 Januari 2014. ‘Aliansi Masyarakat Adat Kontrak 180 Caleg’. http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/01/13/269544441/Aliansi-Masyarakat-Adat-Kontrak-180-Caleg

[12]     Detik.com. 22 Juli 2013.  ‘Aktifis Lingkungan Hidup di Sumsel siap Dukung Caleg yang Go Green’. Laman-laman seperti www.jariungu.com, http://www.checkyourcandidates.org/, dan http://bersih2014.net/id/content/daftar-caleg-bersih-2014-serta-cv memberikan informasi tentang para calon.