Pertemuan Perempuan Adat – dari sudut pandang pribadi

Para Perempuan Adat berunding untuk mendirikan Perempuan Adat di Tobelo, April 2012 (Foto:DTE)

DTE 91-92, Mei 2012

Oleh Clare McVeigh, DTE

Pada Pertemuan Nasional Perempuan Adat Nusantara  di Tobelo, tanggal 15-16 April 2012, saya disambut hangat oleh lebih dari 200 perempuan dari seluruh Indonesia. Mereka semua berkomitmen penuh dalam  meningkatkan hak-hak perempuan adat dan juga bangga menjadi wakil budaya dan warisan  leluhur mereka. Beberapa di antara mereka berbicara mengenai  pelanggaran hak asasi manusia dan  ketidakadilan ekologis yang dialami komunitas mereka sebagai akibat penebangan hutan yang besar-besaran (umumnya untuk perkebunan kelapa sawit) dan proyek-proyek pertambangan. Mereka menceritakan hal ini dengan kesedihan namun bertekad untuk terus mewakili komunitasnya untuk mencapai keadilan dan kedamaian bagi masyarakat mereka. Saya mengamati para perempuan ini, yang berasal dari  berbagai tingkatan umur dan latar belakang,  bekerja sama melalui  diskusi kelompok untuk mendirikan struktur tata kelola resmi yang diperlukan bagi terbentuknya  “Perempuan AMAN” – sebuah aliansi perempuan adat pertama yang dibentuk secara formal di wilayah nusantara. Perayaan dalam bentuk tari-tarian yang dilakukan kemudian memperlihatkan persatuan dan semangat positif mereka untuk berubah.

Ilmu tentang alam yang dimiliki para perempuan  adat ini,  keterampilan mereka  mengelola dan memantau kondisi lahan, serta kedudukan sosial mereka untuk membantu  pembangunan kapasitas dan pelatihan masyarakat, kesemuanya menjadikan mereka pelaku kuat untuk melakukan perubahan.

 

Perempuan adat – pemimpin masa depan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

Masyarakat adat adalah pihak yang paling terpengaruh langsung oleh perubahan iklim karena kehidupan dan penghidupan mereka sebagian besar  mengandalkan sumber daya alam. Dan tidak ada yang lebih terpengaruh lagi selain  para perempuan adat ini yang mengelola dan memelihara sumber daya alam  untuk masyarakat mereka. Gabungan antara ilmu pengetahuan alam para perempuan  adat ini,  keterampilan mereka  mengelola dan memantau lahan, serta kedudukan sosial mereka untuk membantu  pembangunan kapasitas dan pelatihan masyarakat, menjadikan mereka aktor kuat untuk melakukan perubahan. Akibatnya,  perempuan adat memiliki peran sangat penting dalam penerapan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam komunitasi lokal.

Pentinglah bahwa  perempuan  dihargai dan diakui karena keterampilan-keterampilannya ini,  baik di  tingkat lokal, nasional maupun internasional, sehingga strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ini dibangun dari dasar ke atas (bottom-up), dengan menggunakan pengetahuan dan kearifan lokal. Perempuan adat juga harus diberi kesempatan untuk memelajari lebih banyak tentang potensi dampak perubahan iklim terhadap komunitas dan lahan mereka. Mereka harus diberi kedudukan dan kewenangan untuk terlibat dalam dalam proses pengambilan keputusan formal dan  penerapan solusi-solusi, untuk menginformasikan perkembangan kebijakan  internasional, serta membimbing komunitas mereka dalam menghadapi perubahan iklim.

Pendirian Perempuan AMAN secara resmi ini memberikan kesempatan untuk mempersatukan dan memperkuat usaha dan suara seluruh perempuan adat di Indonesia. Sekarang adalah tanggung jawab komunitas mereka -dan seluruh dunia- untuk membuka pikiran dan mendengarkan para perempuan adat ini.

File 294 Clare McVeigh (di tengah) bersama para peserta Pertemuan Nasional para Perempuan Adat, Tobelo April 2012.