Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

Down to Earth Nr 64  March 2005

SIARAN PERS

Berikan Hak Rakyat Aceh Untuk Melaksanakan Rekonstruksi Wilayah Mereka Secara Mandiri


Yang tertinggal kini bagi yang selamat hanyalah selembar nyawa dan setumpuk pertanyaan dan kekhawatiran..

Pemerintah telah menetapkan rencana penanggulangan bencana Aceh dan Sumatera Utara melalui tiga tahap program. Program tahap darurat akan dilaksanakan dalam prioritas periode sampai satu tahun, sampai Desember 2005. Dalam tahap ini bantuan akan diarahkan terutama pada masalah sandang, pangan dan bantuan kesehatan. Besarnya dana tahap darurat mencapai 1,35 triliun rupiah. Tahap kedua adalah rehabilitasi sarana dan prasarana akan berlangsung selama satu sampai satu setengah tahun ke depan dan membutuhkan dana sebesar 1,35 triliun rupiah. Dan terakhir adalah tahap rekonstruksi yang akan berlangsung selama kurang lebih sepuluh sampai duabelas tahun ke depan dan akan menyerap dana sebesar sekurang-kurangnya 10 triliun rupiah.

Merujuk kepada empat prioritas utama yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Operasi terpadu lintas sektor dan lintas instansi untuk penanggulangan bencana gempa tsunami di Aceh dan Sumatera Utara; Distribusi makanan dan obat-obatan; Relokasi pengungsi; dan Pencarian jenasah dan orang hilang, nampak seluruh upaya penanggulangan belum optimal selaras dengan besarnya dukungan yang telah mengalir sejauh ini. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), bersama berbagai organisasi masyarakat sipil, memandang penting dan mendesak untuk menyatakan beberapa catatan atas seluruh proses pelaksanaan program tersebut.

 

  1. Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang disebut Presiden sebagai Operasi terpadu lintas sektor dan instansi telah menyimpang dari asas keterpaduan (integrated) menjadi kontrol yang dominan oleh pihak militer khususnya, sehingga banyak pengungsi tidak mendapatkan bantuan yang layak baik dari segi ketepatan waktu maupun dari segi kualitas bantuan yang telah rusak karena tidak ditangani dengan baik, aman dan cepat.
  2. Dalam hal penanganan darurat terhadap pengungsi, sudah terjadi kasus meninggalnya pengungsi karena terlambat mendapat bantuan kesehatan dan makanan. Sementara kekurangan air bersih masih terus menjadi persoalan sampai hari ini.
  3. Program Rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara yang akan ditangani Badan Otorita Khusus (BOK) belum memperlihatkan kepada orang Aceh dan publik secara keseluruhan, penekanan yang signifikan pada upaya rekonstruksi yang mempertimbangan aspek sosial-budaya orang Aceh.
  4. Sifat program ini yang berjangka panjang dan melibatkan investor besar dan kekuatan ekonomi global, seperti Bank Dunia, dan Negara-negara industri maju, bisa merugikan kepentingan masyarakat adat Aceh lewat tekanan serius terhadap hak atas tanah dan hak-hak sosial budaya lainnya. Sejumlah negara telah secara terbuka menyatakan keinginannya untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur di Aceh.
  5. Tekanan ini menjadi sangat mengkhawatirkan mengingat kecenderungan pemerintah yang sejauh ini lebih menomorsatukan kepentingan pemodal besar dan kekuatan ekonomi global daripada kepentingan masyarakat adat. Kekhawatiran juga dilandasi adanya keengganan pemerintah menerima tawaran moratorium utang dari sejumlah negara pemberi pinjaman, antara lain Inggris, Canada, Jerman dan Perancis (Negara G-7) dengan alasan akan menurunkan tingkat kelayakan kredit Indonesia dalam pasar internasional. Sementara upaya pemulihan Aceh dan Sumatera Utara sejauh ini telah memberikan tanda-tanda akan menimbulkan utang baru sebesar 3 milyar dollar Amerika.

Maka atas dasar catatan kami di atas menyangkut keseluruhan proses pelaksanaan program itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak pemerintah untuk:

  1. Menjalankan prinsip bahwa untuk kepentingan membangun kembali masyarakat aceh berikut hak dasarnya, dengan tegas kami nyatakan bahwa Berikan Hak Rakyat Aceh Untuk Melaksanakan Rekonstruksi Wilayah Mereka Secara Mandiri.
  2. Penanggulangan dampak bencana pada tahap darurat, khususnya urusan pengungsi harus diberi perhatian lebih pada aspek kelayakan dan kesegeraan pelayanan makanan, pakaian dan obat-obatan dan distribusi kepada yang paling membutuhkan.
  3. Dalam hal distribusi bantuan hendaknya kebutuhan korban yang menjadi pertimbangan utama dan bukan kepentingan politik atau bisnis di balik bantuan yang diberikan.
  4. Alasan keamanan yang dikemukakan pihak militer hendaknya dilaksanakan secara proporsional atau akan menghambat upaya organisasi masyarakat sipil dalam bahu membahu menolong pengungsi. Militer cukup menjaga penyaluran bantuan kepada pengungsi agar berjalan aman dan lancar dari gangguan keamanan bukannya mempersulit distribusi bantuan oleh pihak-pihak lain khususnya organisasi masyarakat sipil yang juga tidak boleh diabaikan karena mengetahui dengan sama baiknya kondisi pengungsi korban gempa tsunami.
  5. Rencana Rehabilitasi jangka pendek yang dicanangkan akan berlangsung dalam rentang waktu 6 bulan sampai 1 tahun ke depan hendaknya tidak hanya difokuskan pada perbaikan sarana dan prasarana umum, namun juga harus memberikan perhatian pada persiapan yang cukup bagi pengamanan aset dan hak milik warga Aceh, khususnya tanah-tanah dan ruang kelola komunitas-komunitas masyarakat adat Aceh. Persiapan tersebut semestinya melibatkan para tokoh dan pemuka masyarakat adat Aceh, termasuk perempuan, untuk ikut serta dalam perencanaan dan persiapan penataan kembali ruang hidup dan ruang kelola di Aceh berkaitan dengan rencana pembangunan pasca gempa tsunami.
  6. Program Rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara yang akan ditangani Badan Otorita Khusus (BOK) hendaknya tidak memberikan penekanan pada aspek pembangunan infrastruktur belaka. Pertimbangan aspek sosial-budaya dan lingkungan harus mendapat porsi yang setara dalam seluruh program rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara. Pengembangan BOK pun harus mencegah resentralisasi pemerintahan di NAD, dengan demikian harus didasari pada semangat pengembalian otonomi khusus bagi masyarakat Aceh.
  7. Berkaitan dengan hak atas tanah dan sumber daya alam lainnya, seluruh komunitas masyarakat adat Aceh yang terkena bencana dan saat ini masih tersebar di berbagai lokasi pengungsian harus dilibatkan secara intens, khususnya dalam hal-hal yang menyangkut tanah-tanah dan hak mereka atas ruang lingkup yang telah hancur.
  8. Rencana penempatan dan pemukiman penduduk di 24 titik di NAD perlu mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakat yang sejatinya telah terbentuk jauh sebelum dilanda bencana dan terpaksa menjadi pengungsi. Ada berbagai kelompok masyarakat adat dengan karakter sosial yang berbeda dengan budaya yang berbeda-beda. Sebagian besar korban bencana adalah juga masyarakat adat di pesisir dan telah terikat secara budaya dengan tanah-tanah adatnya di daerah pesisir. Masyarakat seperti ini tentu tidak dapat begitu saja direlokasikan ke kawasan yang jauh dari pesisir. Prinsip Free, prior and informed consent (FPIC) masyarakat adat, dan semua kelompok masyarakat lokal harus menjadi prinsip utama yang melandasi program Relokasi. Perpanjangan status Darurat Sipil di Aceh hendaknya tidak dijadikan alasan bagi penentuan titik-titik Relokasi oleh Pemerintah dan militer saja.

Jakarta, 15 Januari 2005

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)


Organisasi Masyarakat Sipil yang ikut mendukung:

POKJA PSDA

Walhi

Jatam

KpSHK

JKPP

HuMA

FWI

Telapak

Sawit Watch

Yayasan Kehati

JKMA