Keadilan iklim

Keadilan iklim artinya adanya jalan keluar yang adil untuk perubahan iklim yang berdasarkan pada hak-hak, kebutuhan, partisipasi, dan kesepakatan komunitas yang merasakan dampak terbesar perubahan iklim atau yang akan terpengaruh oleh usaha-usaha mitigasi.

Keadilan iklim dan penghidupan berkelanjutan sangat terkait erat, karena pengelolaan masyarakat atas sumber-sumber daya alam yang mendukung penghidupan menawarkan kemungkinan yang lebih baik untuk adanya keberlangsungan jangka panjang daripada skema-skema pembangunan dari para pemimpin ke rakyat biasa ('top-down') yang lebih melayani kepentingan kelompok elite bisnis serta mengukuhkan ketidaksetaraan global.

Kelompok masyarakat madani Indonesia melakukan protes di Kopenhagen, Desember 2009

Bagian kedelapan dari sepuluh wawancara dengan pelaku REDD oleh REDD Monitor yang diterjemahkan oleh DTE

Tulisan asli dalam Bahasa Inggris di situs web redd-monitor.org

Oleh Chris Lang, 17 April 2012

Wawancara dengan Bernadinus Steni, HuMa (Perkumpulan untuk Permbaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis), Jakarta, April 2012.

Bagian kesepuluh dari sepuluh wawancara dengan pelaku REDD oleh REDD Monitor yang diterjemahkan oleh DTE

Tulisan asli dalam Bahasa Inggris di situs web redd-monitor.org

Oleh Chris Lang, 21 April 2012

Wawancara dengan Budhi Sayoko (Asisten Direktur Negara, Kepala Unit Lingkungan, UNDP), Laksmi Banowati (Manajer Program Nasional, UN-REDD) dan Rogier Klaver (Petugas Program UN-REDD Indonesia, FAO). Maret 2012.*

DTE 93-94, Desember 2012

Wawancara dengan Kasmita Widodo, Direktur Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Arahan DTE menyongsong kunjungan Presiden SBY ke Inggris, Oktober - November 2012

Arahan lengkap dengan kontribusi oleh DTE dan organisasi masyarakat sipil lainnya (hanya dalam Bahasa Inggris), klik di sini.

Berbagai kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjurus ke arah perampasan tanah dan sumber daya alam Indonesia oleh para pebisnis besar. Proses ini semakin meminggirkan masyarakat adat dan komunitas lokal Indonesia.

Buku ini merupakan edisi pembaruan dari edisi 2009 “Keadilan Iklim dan Penghidupan yang Berkelanjutan”, yang sudah dicetak sebanyak 2.000 buku dan telah habis disebarkan, baik ke kalangan organisasi masyarat sipil, masyarakat lokal dan adat, akademisi dan kalangan pemerintahan khususnya pemerintah daerah di beberapa propinsi. Edisi kedua ini diterbitkan untuk memenuhi permintaan mereka yang disebutkan di atas yang disampaikan melalui rekan-rekan organisasi masyarakat sipil kepada DTE.

DTE 91-92, Mei 2012

Pandangan Pribadi terhadap KMAN IV oleh Clare McVeigh 

Pada bulan April tahun ini, saya merasa beruntung diundang mewakili DTE sebagai pengamat di KMAN IV dan Temu Nasional  Perempuan Adat Nusantara  di Tobelo. Sebuah pengalaman berharga untuk dapat menyaksikan langsung salah satu pergerakan masyarakat adat yang terbesar dan paling beragam dalam berkonsolidasi dan mengupayakan usaha bersama untuk memperjuangkan hak seluruh masyarakat adat.